Jawaban di Bulan Desember 2017

Jumat, Januari 26, 2018


Tulisan ini ditoreh, saat ditemani hujan yang menderas di Sitisewu.

Malam ini, aku masih saja memperhatikan sosok yang sedang berbaring rapat dengan selimut itu. Kuseka dahinya yang tengah berkeringat karena badannya masih anget.

Dia meminta untuk dibuatkan segelas wedang jahe panas-panas. Setelah menyicipi beberapa teguk, dia mengeluhkan jika minuman itu terlalu manis. 

Aku berjalan kembali ke dapur, memenuhi seisi gelas dengan tuangan air panas dan kembali duduk di sampingnya terbaring. Setengah melihatku, dia terbangun kemudian meneguk pelan segelas wedang jahe itu dan kembali terlelap.

Tanpa bermaksud mengusik lelapnya malam itu, aku mencoba menulis jawaban tulisannya: Jodoh yang datang dari komentar blog yang diposting tepat pada tanggal di mana kami menikah. 

Hmmm, ada bagian-bagian dari tulisannya yang kuanggap terlalu tendensius dan perlu untuk diluruskan. Salah satu diantaranya: masa aku dianggap fans mblusuk.com. Mungkin jika ada bagian-bagian darinya yang perlu diinstall ulang adalah tentang ke-GR-annya yang berlebihan. Baiklah, mari lekas memulai cerita ini tanpa prolog yang lebih panjang lagi.

Aku mengenalnya pertama kali lewat tulisannya tentang curug-curug yang ada di Bantul (aku lupa apa judulnya). Ketika bosan dan hendak keluyuran di curug dekat-dekat rumah, kok nemu tulisan orang kurang gawean di Google. Sekitar tahun 2015, beberapa kali aku sempat berinteraksi lewat komentar blognya, mmm juga melalui beberapa kali berkirim surat elektronik tentang dunia blogging.

Halaman satu, *langsung lanjut foto di bawahnya*

Lanjutan, ~ halaman dua
Setahuku dia memang tak pernah pelit ilmu jika ditanyai sesuatu. Karena alasan itu, aku kerap bertanya dan diskusi tentang dunia blogging ataupun dunia fotografi. Cuplikan obrolan di atas, mungkin juga bisa jadi ilmu baru bagi pembaca :)

***

19 Desember 2017 ketika kata pertama dalam tulisan ini kuketik dengan terbata, aku masih belum juga percaya. Oh lebih tepatnya mencoba untuk percaya bahwa sejak 17 Desember 2017, seseorang itu telah sah menjadi imamku.

Padahal setahun yang lalu tepatnya tanggal 14 Mei 2016 ketika untuk pertama kalinya bertemu, aku pernah dibuatnya agak jengkel karena telah membuatku menunggu lama di serambi masjid sekitar Candi Prambanan. Dia yang menentukan waktu, dia juga yang ngaret

Tadi aku sudah ngebut-ngebut sampai tempat ini agar bisa datang tepat waktu. Namun begitu, aku memutuskan untuk memaklumi. Bersikap biasa aja ketika dia sudah tiba.

“Sudah lama nunggunya?” tanyanya senyum-senyum sambil menyenderkan sepedanya. “Beluum sih mas” jawabku berbohong. Sudah dua jam-an deh kira-kira aku duduk nganggur di serambi masjid. Peristiwa itu agaknya sedikit mengganggu moodku. Namun, hal tersebut sedikit teralihkan setelah mendengar ajakannya untuk mengisi perut dengan semangkuk soto di seberang rel. Tentu saja tak bisa kutolak. Yaiya, nunggu dua jam jengkel itu ternyata cukup menguras energi. Hehehe.

Aku mengikuti arahnya untuk menyebrangi rel di sekitar Candi Prambanan kemudian memarkirkan sepeda dan motorku di parkiran Soto Sapi Tarunojoyo. Sambil menunggu pesanan datang, obrolan itu mengalir dengan sedikit kaku. Entahlah, mungkin karena kami baru pertama kali bertemu. Bahkan ada beberapa hal yang mustinya ingin kusampaikan, kutanyakan, tapi aku memutuskan untuk menahannya tanpa kuutarakan.

Agar suasana tak terlalu hening, sambil menikmati suap demi suap soto, kuberanikan diri melempar sebuah sebuah pertanyaan:
“mas nggak pakai sambel atau kecap?”
“nggak, emang nggak boleh?”
“hehe boleh-boleh” jawabku dengan tersenyum. Haduuh ngapain juga aku harus tanya begitu.

Candi Sojiwan, Klaten. Dokumentasi oleh: mblusuk.com

Selesai menunaikan makan soto bersama, dia mengajakku untuk mengikutinya dari belakang. Tujuan pertama adalah: mengunjungi Candi Sojiwan. Baru pertama kalinya aku menginjakkan kaki di sini. Mataku mengamati letak candi, juga pohon besar yang terletak di depannya. Dia mengajakku berkeliling sambil mengisahkan relief Candi Sojiwan. Aku mengangguk-angguk, mencoba meresapi makna cerita di balik relief candi. Perjumpaanku hari itu dengannya berkisar tentang percandian.

Usai mengunjungi Candi Sojiwan, aku diajaknya berjalan agak masuk hutan untuk bertemu Arca Ganesha. Di tengah-tengah perjalanan, hujan turun disertai angin tanpa permisi. Peristiwa tersebut bersamaan dengan tengah perjalanan kami meniti sebuah bukit kecil yang sepanjang undak-undaknya dipenuhi oleh tanaman padi dan singkong.

Arca Ganesha di tengah hutan

Hujan semakin deras. Berkali-kali aku hampir terpeleset karena tanah sawah yang licin. Sedangkan ranting pohon nyatanya terlalu dermawan menyedekahkan rontokan dedaunan jati yang dibawa angin hujan. Agaknya aku sedikit takut.

“Mas, serius ini lanjut? tanyaku sambil menatapnya cemas.”
“Lanjut.” Jawabnya singkat.
“Yakin aman?”
“Aman, tenang wae.”

Candi Miri, yang entah mana jalannya. Aku sudah tak mengingatnya :(

Ternyata tempat inilah yang hendak dia tunjukkan kepadaku. Candi Miri, sebuah candi yang sebagian batunya mewujudkan tumpukan laiknya candi. Sebuah candi yang tak ada papan petunjuk untuk menjangkaunya kecuali deretan tiang dan kabel listrik yang digunakan sebagai petunjuk jalan.

Kami menemukan sebuah gubug kecil sebagai tempat berteduh sambil saling bercerita. Cerita ngalor-ngidul tentang banyak hal. Termasuk tentang segudang cerita perjalanannya blusukan ke Pulau Sumatra demi menuntaskan mencari curug-curug sebelum usianya yang ke-30 tahun. Sampai pada akhirnya dia mengeluarkan sesuatu dan mengucapkan “selamat ulang tahun”. Aku agak terkejut.

“Kok tau mas kalau aku habis ulang tahun?” tanyaku heran. “Tau lah” jawabnya. Oh mungkin sebelum bertemu denganku, dia stalking dulu untuk bekal yang bermanfaat.

Hujan telah mereda. Dia mengajakku beranjak dari Candi Miri untuk menuju suatu tempat yang entah berantah. Sebuah tempat menyempil yang terdiri dari batu-batu yang  bercekung-cekung di atas bukit. “Ini adalah tempat mendaratnya UFO” terangnya sambil tertawa.
Aku tak percaya. Batinku tersenyum.

"Tempat mendaratnya ufo, di sini ini" ceritanya ala-ala ngapusi cah cilik

Aku memilih duduk menanti angin sambil mengeringkan rokku yang basah karena hujan sepanjang perjalanan tadi. Di seberang sawah sana, terlihat kereta telah lewat hilir mudik. Kami menuntaskan cerita, ditutup dengan salat asar berjamaah.

Begitu cerita tentang pertemuan pertama. Agak gila, tapi tak ada kelanjutan apapun. Chat seperlunya, email berkisar tentang perfotoan dan pertanyaan-pertanyaan dunia blogging. Bahkan untuk beberapa saat lamanya kami tak saling bersua.

Dokumentasi oleh: Halim Santoso

Beberapa kesempatan kami bertemu di suatu acara. Pada tanggal 29 Mei 2016, ketika @malamuseum mengadakan kelas heritage ke Candi Borobudur, dia mengirimiku sebuah foto poster lewat whatsapp.

“Ikut saja, kan belum pernah ke Candi Borobudur,” tulisnya khas mengece. Setelah mempertimbangkan banyak hal, aku akhirnya ikut. Saat acara kami hanya melalui beberapa obrolan, tapi kami sempat berbincang di sela hujan sampai detik-detik terakhir pulang.

Kami bertemu di acara buka bersama ramai-ramai di rumah Mbak Aqied selama dua periode puasa. Selain itu juga ketemu ketika dia mengajakku buka bersama di Rumah Makan Tembi sambil serah terima kaos mblusuk.com berwarna cokelat itu. 

Sudah. Kami jarang chat, mungkin sesekali menyapa melalui media sosial dan tombol love-love di twitter :p

Aku udah disesatkan di hutan lagii :o Eh, ceritanya bisa dibaca di blognya tetangga ini:
Ini hanya ke Pundong, ke Grojogan Pucung Seloharjo.

Sampai pada akhir Oktober 2016, aku menemaninya nyepeda menyambangi Curug Pucung di Pundong. Sebenernya sih aku memiliki misi khusus buat minta tolong ke dia ngutek-ngutekin blogku yang jika linknya dibagikan ke media sosial, foto thumbnailsnya nggak muncul. 

Jadilah dia mampir ke rumah sambil konsentrasi ngadep laptop disusul dengan makan siang bersama. Sorenya setelah bantu-bantu telah selesai, dia langsung berpamit pulang. Kemudian semua kembali seperti sedia kala. Kembali sama-sama sibuk dengan sesekali sapa.

Jika ditarik cerita ke belakang, mungkin kami sama-sama memiliki kisah lalu masing-masing yang belum bisa berujung manis. Kemudian entah bagaimana caranya dengan jeda waktu yang lumayan panjang kami dipertemukan kembali olehNya.

Pada satu Bulan Mei 2017, kami terlibat suatu sarapan soto (lagi) di samping sebuah candi. Ucapan “selamat ulang tahun” untukku di tahun 2017 kembali tersampaikan langsung dengan bingkisan oleh-olehnya dari Malang.

“Wii ayo nikah,” ucapnya mengejutkan di siang bolong. Kata-katanya hanya kudengar dengan sahutan singkat dariku: “Barusan itu, ngejak nikah apa ngejak ke angkringan e?” Kemudian kami terkekeh. “Lha terus aku harus gimana biar dianggap serius?” tanyanya balik sambil tersenyum. Aku  langsung mengajaknya ke arah Musala untuk menunaikan salat zuhur, mencoba mengalihkan pembicaraan kami yang harus diluruskan itu.

***

Beberapa minggu setelahnya, suatu judul film kembali menyatukan kami dalam kursi yang sampingan. Di gedung bioskop itu, aku kembali datang lebih awal. Kami bertemu lagi setelah melewati suatu diskusi hari. Dua jam lebih kami di satu ruangan dalam hening, kecuali suara dialog dan backsound film yang tengah kami tonton. 

Lampu-lampu kembali menyala, pertanda usai episode pertemuan kami hari ini. Aku kebetulan tengah ada janji lain. Dengan sedikit buru-buru aku berpamit.

“Wii, aku minta waktumu sebentar boleh? Aku pingin ngomongin masa depan.” Spontan aku terhenti dari langkah kaki menjemput motor di parkiran. Aku menatapnya. “Maksudnya mas?” tanyaku mencoba meyakinkannya sekali lagi. “Kamu mau nggak nikah sama aku? aku serius.” 

Aku terdiam, mataku menatap hilir mudik kendaraan di Jalan Urip Sumoharjo yang sedikit ramai, sedikit sepi.

Sambil sedikit membatin: Ya Allah, gini banget ya berdiri di tengah jalan di parkiran motor?
Aku sedikit paham, dia memang seseorang yang tak pandai berbosa-basi, begitulah karakternya :p
Tapiii tapi, tapiiiii....

Aku tersadar dari lamunanku. “Mmm mas, aku boleh minta waktu melalui Ramadhan? Aku pingin minta petunjuk di bulan itu.”
“Iya boleh, nggak usah keburu-buru, tapi pastinya aku butuh jawabanmu." Aku pun mengangguk.

Setelah Ramadhan tiba, aku berpasrah. PetunjukNya selalu kuikhtiarkan. Pun melalui pertimbangan Ibu. Katanya restu Ibu adalah restu Tuhan. Masih bergejolak rasanya. Antara menimbang-nimbang dan rasa khawatir akan sesuatu. Hal itu berjalan selama beberapa hari lamanya. Selama itu, kami berkomunikasi membicarakan hal-hal yang menyangkut urusan-urusan ke depannya. Sedikit-banyak aku mencoba mendalami pandangan dan sikapnya akan sesuatu. Apakah berseberangan jauh denganku atau seperti apa?

Di suatu malam dalam sujud sebelum sahur, aku merasakan “yakin” yang tak bisa dinalar. Aku yakin dan rasanya tenaaaang, nyaman. Jauh dari gelisah dan khawatir seperti sebelum-sebelumnya. Pertengahan Juni 2017, jawabanku secara sah telah dia dengar langsung.

Di ruang tamu, setelah dia bersepeda sejauh 21 km dari rumah, dengan diawali bismillah aku jawab “Iya.” Setelah itu dia langsung matur sama Bapakku. Semua berjalan sangat sederhana dan Alhamdulillah lancar sampai detik ini. Mungkin benar, jika sudah jodohnya selalu ada jalan. Sederhana dirasa, tidak rumit dan tidak juga berbelit-belit.

Kami memang tidak melewati fase pacaran. Benar-benar hanya teman yang sama-sama memiliki niat baik untuk memulai tahap ini. Terima kasih tak terhingga untuk sekenario yang tak pernah bisa kutebak ini, Tuhan. Semoga selalu dikuatkan sampai akhir hayat, sama-sama bisa mengantarkan hingga tiada dalam keadaan husnul khotimah.

***

“Kamu kan yang punya blog dengan bahasa alay bin lebay itu, ngapain malam-malam masih di sini?” suaranya kembali menghentikan pijatan tanganku pada keyboard laptop.

Sedikit dokumentasi dalam cerita, 17 Desember 2017:



Eh, ada ruangsore.com :))



Terima Kasih Sudah Berkunjung

48 comments

  1. Selamaat mbak..
    Aku terharu baca tulisannya sumpah..

    Emangn jodoh itu bener-bener gak disangka datengnya, tapi yg pasti dia udah disiapkan oleh Allah SWT..

    Semoga setelah menikah akan semakin banyak perjalanan-perjalanan dan travelling seru yang dialami.. Aamiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiiin ya Rabb... Makasih banyak mas atas doanya.
      Semoga dirimu juga segera diketemukan dengan jodoh yg tertunda (kmrn itu), *eh. Pokoknya yg terbaikk :))

      Hapus
  2. Heeeeh ada fotoku😨

    Stalking itu ternyata bermanfaat juga ya :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku terhura akhirnya punya potomu mas wkwk

      He em, kamu kan diam2 juga jago stalking lho..

      Hapus
  3. Selamat Mbakkuuuuu, ku terharu
    Apalagi lihat arca jadi keinget Ko Halim, eh kok jebule lagi sama beliau. Kamu canteeeeek bangetttt, doa terbaik buat Mbak sama Mas e yaaa. Tengs untuk testimoninya (TESTIMONI) wkkwkwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, makasih doanyaa Aya yg habis dipingit :p
      Kok kamu jahats, moso tiap liat candi dan arca inget e mas Halim :D

      Hapus
  4. Waaa mantappp.. Aku juga jadi mantep. *lho

    BalasHapus
  5. Aku baca sambil ngikik2 terharu baper *halah* wkwkwkwkw yampun soswittt hahahaa ntar komen panjangnya via WA aja deh... Bwahahahahaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Done yaaa wes konsultasi panjang lebar via wasap. Semoga segera ada jalan :)

      Hapus
    2. Loh Aji punya pacar? Dari planet mana?

      Hapus
  6. dan ku selalu mewek baca kisah-kisah pertemuan #menujuselamanya gini, ikut senang, ikut terharu, ikut deg-deg'an. Sekali lagi selamat Mb Dwi, bahagialah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin mbak sha, makasih banyak...
      Kadang, kalau ditulis begini kok jd lebay yaa wkwk mungkin sebenere kisahnya biasa aja, tapi entahlah jadi begini kalau ditulis...

      Hapus
  7. Balasan
    1. Mbak Nana jugaa nanti punya cerita sendiri kok tentang amazingnya skenario Gusti Allah :))

      Hapus
  8. Selamat mbk, tapi saya penasaran dengan judul film yang di tonton itu mbk? Hehee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe malah fokusnya ke situ yaaak?
      Pokoknya suatu film yg diputer mei 2017

      Hapus
  9. Cieeeee... tulisan tandingan ni ye..
    Selamat sekali lagi Mbak Dwi.. Semoga langgeng dan rukun selalu sampai maut memisahkan. Amien!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa... Rasanya masih punya utang nulis tandingan, eh lebih tepatnya meluruskan yg belum lurus miss :p

      Aamiiinn makasiiih :)) doa baik semoga juga kembali kepada yang mendoakan yaaa

      Hapus
  10. Sajake mas Mawi emang jos kok. Neng Pundong ae ngepit, wes koyok pendekar tenan :-D :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku nggumune kui pas puasa-puasa le nyepeda jauuuh :(

      Hapus
  11. Pertama kali tau kalau dua blogger ini mau nikah juga pas lihat tweetnya Mas Jo "Ruang Sore". Beneran apa engga ini? Dunia blogging bisa mengantarkan jodoh? Daaaaan, ternyata beneran. Pas baca behind story nya juga ikutan deg-deg'an. *halah*

    Barakallah Mbak Relung Langit dan Mas Mblusuk XD
    Samawa, nggih. Nanti jadi couple blogger yang nulis tentang jalan-jalan bareng *opo neh iki* Hahaha.

    Betewe-betewe, ilmu hasil skrinsyut'an dari email itu bermanfaat banget. Jadi tahu biar tulisan panjang itu tetep enak dibaca kudu kaya gimana. Thank's mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Jo itu memang diam-diam selalu update berita hot terkini mas :p
      Aamiin, matur nuwun mas :) nanti semoga masih punya banyak waktu buat terus blusukan ke manapun itu :p

      Oiya? wah alhamdulillah, memang itu screenshotnya sempat menuntunku karena banyak yang bilang tulisanku kaya koran, males bacanya :')
      Semoga bermanfaat ya mas :))

      Hapus
  12. MasyaAllah.....bisaan aja ya Allah mengantar jodoh kepada seseorang, lewat jalan yang jadi hobi lagi! Ngeblog :)

    Daripada tulisannya kak Dwi, ntah kenapa saya malah bahagia baca komen2nya wkwkwkw. Pada baper ya Allah xD

    Barakallahu lakuma :)
    Semoga.....ah semoga apa ya? (di sini saya berhenti menyelami makna dibalik kekuasaan Allah). Semoga pernikahnnya barokah sakinah mawaddah wa rahmah! :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiiin, terima kasih mbak. Semoga dirimu juga. Apa yang diharapkan segera terwujud, penuh dengan berkahNya dan kebaikan.
      Padahal ceritanya biasa aja yaa hehe tapi kok bopar-baper yaaa :p

      Hapus
  13. ini tulisan yang panjang, namun tidak ada satu kata pun yang aku lewati ketika membacanya.

    selamat menempuh hidup baru mbak dwi. semoga selalu bahagia dan samara :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hii mas, terima kasih banyak atas apresiasi terlebih doanya. Ohya kemarin kok nggak datang? :)
      Aamiin, semoga Mas Jarwadi juga disegerakan untuk bertemu orang yang tepat di waktu yang tepat :))

      Hapus
  14. Aihh maafkan aku yg waktu itu ga dtg mba, krn orgtuaku lg di Jogja :(

    Btw selamatt berbahagia mbakk atas pernikahannya, semoga bahagia selalu selamanya

    Wkwk aku jadi ketawa sendiri lihat kejengkelan mbak dwi, waktu diajak nikah di parkiran, seperti momen tak pas haha itulah wanita ya mbak, inginnya selalu yg romantis² ����

    Tp nantinya cerita itu bakal jadi cerita lucu buat anak-anak mbak.

    Ahh pokoknya bahagia selaluuu ����

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin, makasih Lid... nggak papa yang penting doa darimuu :))
      Iya, agak (mmmm gini banget ya?) wkwk tapi kan memang karakternya begitu, to the point pada intinya haha

      Semoga kuliahmu lancar, sehat terus.. terus, terus, kapan sih kita bisa ketemu? kan sama-sama di Jogjaa

      Hapus
  15. Masya Allah, aku terharu sekali..
    Secara nggak langsung aku fans dari Mblusuk lho. Pasalnya setiap aku gowes itu terutama untuk ke pantai dan curug pasti selalu mencari informasi melalui Mblusuk. Memang belum mengenalnya langsung, terkadang cukup menyapanya lewat komen, begitupun mas Mawi lewat komen di blogku.

    Dan udah lama tahu blog teh Dwi ini. Dan nggak nyangka ternyata sudah jadi pasangan halal dengan mas Mawi. Selamat ya, Teh. Ikut senang bacanya. Dan tentu ikut mendoakan.

    Semoga jadi keluarga yang sakinah, mawadah, warohmah ya. Dan aku nunggu postingan gowes bareng nih sama suami, pasti seru keliatannya.

    Dan sekalian aku follow ah blog ini, biar nggak ketinggalan updatennya..he

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lahh iya, aku pun ga nyangka apalagi dirimu mas :p
      tetapi terima kasih banyak atas doa dan ucapannya :)) semoga doa-doa baik akan diijabahNya dan kembali juga kepada yang mendoakan. aamiin.

      Oh ya, Mas Andi Nugraha kan hobby gowes juga :) nah cocoknya memang memantau blognya :p
      Jujur, aku masih perlu latihan banyak buat kuat nyepeda jauh. hehehe.
      Oh ya, kami juga pernah membahas postingannya mas pas gowes ke Pantai Ngunggah

      Hapus
  16. Senyam-senyum baca cerpen iki, eh ini kisah nyata dink hahaha. Aslik daku udah menerawang ketika mengabadikan candid kalian di Candi Borobodur kae loh. Buahaha sok sok jadi peramal. Bangga wes bisa jadi saksi pas kalian ngosek batu candi bareng, saling kasih lidi buat nyukil lumut di sana ... Uhuk uhuk. Sayang daku berhalangan hadir pas resepsi kalian, sori ya hiks.

    Yang terpenting kalian akhirnya udah nggak bikin sekte-sekte fans dan haters YogyaJombloBersatu penasaran lagi. Akhirnya mbak Dwi en Mawi sudah sah! Uhuy. Ditunggu cerpen lanjutan yang bahas malam pertamanya yah. :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku ngekek baca komenmu mas :D sik sik tak mikir meh nulis apa.

      Nggak papa, yang penting doa restumu aja cukup mas.

      Pas ke Candi Borobudur beberapa tahun yang lalu itu kami murni temenan yo mas. Tenanan. hihihihi.
      Terus entah angin berhembus dari mana, ada sekelompok teman yang begitu penasaran dengan "hubungan kami" jadilah muncul banyak prasangka (tapi bener) haha

      Terima Kasih atas dokumentasi apiknya ala candid itu ya mas :))
      Hmmmm malam pertama? ini udah malam ke 40 hari lebih kali ya :D

      Hapus
  17. Assalamualaikum...terharu aku bacanya, padahal aku seorang cowok lho....heheee.

    Menyenangkan ya punya pasngan yang satu hobby, hobby blog dan fotografi. O, ya semoga langgeng yah. Nanti kapan2 kalo aku sama istri main ke Jogja, traktir kami yah hheee...bercanda kok.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waalaikumsalam wr.wb hehe terima kasih mas. Terharu ataupun tidak terharu tidak bergantung gender mas hehe
      Alhamdulillah, semoga bisa saling berbagi ilmu. Iya, selamat berkunjung ke Jogja :))

      Hapus
  18. Aku komen lagi ah. Hahaha
    Entah kenapa seneng aja baca tulisan ini, Mbak. Wkwkwkwkw
    Kui isi email dibuka blak-blakan. Asli koplak beut :)))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahaha njak rung ono tulisan anyar :((
      Itu sih buat berbagi ilmu sekalian mas, siapa tau dari sekian bloher tanah air butuh ilmu buat nulis panjang tapi nggak mbosenin. Terus di email itu juga terselip ilmu mbribik :p

      Hapus
  19. bagus mbak.kisah perjalanan yg rapih juga dituliskan dg rapih..

    BalasHapus
  20. Dari banyaknya tulisan baru. aku memilih yang ini.
    ternyata begitu ya alurnya. Mas Mawi le ngejak nikah koyo ngejak makan di angkringan. wkwkw

    aku sama mas mawi punya kemiripan ya? sama2 suka ngaret. hehe

    aku besok bisa seromantis itu ga ya haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haduuh, jangan suka ngaret deh :(
      Kalau Hannif kan sukanya b\ngasih Reza surprise ya? ya romantis lah itu :p

      Hapus
  21. bu mawi...... aku baru tau ceritanya versi bu mawi. hahahha..... yang pasti garwa njenengan memang ga bisa romantis ya kayak ala lelaki korea penuh drama itu. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, tulisan ini sekadar penyeimbang tulisannya yang kemarin :p
      He em, nggak romantis, tapi malah aman kan ya? berarti nggak fasih nggombalin cewek-cewek :D

      Hapus
  22. Baru sempat baca skg ini tulisanny bikin baper.. Kerasa dari kisah awal smp nikah aq mengikuti ny saat qt 2 tahun krj bareng.. Semoga Dwi dan mas Mawi jd keluarga Samawa til jannah y.. Amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mbak :)))
      Aamiin, aamiin ya Rabb. Mbak Haya paham banget masa-masaku menggalau dll :p

      Hapus