Bagi orang-orang yang disiplin olah raga secara apik kualitas frekuensinya, mereka akan konsekuen membuat jadwal
kemudian menjalankannya secara teratur. Rajin jogging, nyepeda, atau nge-gym sekian menit sekian kali dalam
seminggu.
Aku juga pingin sih, tapi sebatas niat saja. Semakin lapang saja aku gelar alasan untuk membuat alibi.
Misalnya: pingin sih gowes tapii ga
punya sepeda. Pingin sih jogging, tapi males.
Alasan point pertama itu
sebenernya males kan?
Jadi jika seminggu waktu akumulasi minimal untuk olahraga adalah 150
menit dengan frekuensi 2-3 kali seminggu, jadwal versi aku tak buat 2 hari
saja: weekend dengan akumulasi waktu
24 jam. Haha :p
Dolan a.k.a jalan-jalan adalah olahraganya versi aku, karena aku disitu
juga bakalan lumayan jalan jauh.
Lumayan juga bisa mengusir keringat yang tadinya malu-malu sembunyi aja
di bawah pori-pori. Mata juga olahraga, perasaan juga olahraga. Pokoknya dolan
adalah olahraga versi aku yang bisa total mengolahragakan seluruh organ tubuh.
Ada inisiatif mbolang ngereta-ku yang belum juga diamini sama
teman. Hampir beberapa minggu ini proposalku ngereta hanya dibiarkannya menumpuk di pojokan meja dan belum
mereka acc-acc juga. Aku tetap sabar,
karena rasanya tidaklah lucu ke stasiun sendirian, ngereta sendirian, jalan-jalan juga sendirian.
Sampai tibalah pada suatu minggu yang membahagiakan itu; proposalku diacc
juga.
Tadinya rencana pergi bertiga tetapi karena teman yang satunya lagi
asyik-asyiknya dengan pekerjaan barunya, maka kami hanya pergi berdua saja.
Mau kemana kami?
Kalau ditanya kemana? Jawabku: “ya pokoknya jalan-jalan saja”
Absurd banget haaa.
Alhamdulillah dia sudah berteman denganku lumayan lama jadi yaa paham sekali
dengan segala “ga jelas dan keaneh-anehanku”
itu.
Dari rumah jam 6 pagi dan ternyata kami kehabisan tiket yang jam 8 pagi,
haaa harus nunggu 3 jam di stasiun mau ngapain ya? sarapan adalah pilihan
paling puncak di lapisan piramida.
Rasanya wajib mempersiapkan energi yang banyak untuk kepentingan maksimalnya
dolannya nanti.
Kami sepakat untuk mencari soto di sekitaran depan stasiun
Sarapan bareng sepagi itu diselingi dengan saling menceritakan beberapa
waktu yang telah kami lewati tanpa sering ketemu.
***
Jam 9.25 pagi Prameks kami berangkat, perkiraan sampai stasiun balapan jam
10.11 aaa meleset dari perkiraan sebelumnya, dan menurutku itu lumayan
kesiangan menurut ukuran waktu bagian seloku
~.
Sesampainya di Stasiun Balapan, ternyata kami dijemput sama pacarnya teman
yang saat itu menjadi partner dolanku.
*Uhukk menjadi seksi perobatnyamukan ya?
Bagiku, hal itu tidaklah masalah karena sudah terbiasa begitu. Selama
masih halal dan tidak ada dirugikan, akan tetap ku jalani dengan hati yang tenang
dan lapang :p
Hemmmm setelah beberapa menit menunggu janji jemputannya di dekat
pangkalan ojek sekitaran Stasiun Balapan, akhirnya dia tiba menjemput kami.
Kami membicarakan beberapa alternatif tempat yang akan kami kunjungi saat
itu. Namun, rencana untuk berburu bangunan tua, pasar, perjilbaban atau perbatikan
di kota ini agak sedikit digeser sekian derajat ke kota tetangganya Solo;
Karanganyar.
Karanganyar bagiku sangat melekat dengan Air Terjun Tawangmangu, tetapi
Minggu itu temanku mengarahkan kami ke Air Terjun yang lain; Air Terjun Jumog.
Air terjun ini berjarak sekitar 40 Km menuju arah timur Kota Solo.
Alamat tepatnya berada di: Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar.
Pernah membaca beberapa postingan tentang air terjun ini, dan sebenarnya
kali ini bisa ke tempat ini juga tanpa ada rencana matang sebelumnya. Bisa
dibilang hanya spontanitas saja.
Dengan melewati tikungan dan tanjakan yang bercabang-cabang juga sedikit
kenyasaran karena saat itu GPS nya lagi iseng, akhirnya kami sampai di pintu
parkir Air Terjun Jumog.
Dari parkiran, kami berjalan kaki sejauh kurang lebih 400 meter dengan jalan
agak menanjak.
Sepanjang jalan, sebelah kanan dan kiri terdapat beberapa pedagang
menjajakan oleh-oleh khas sana: ada keripik ubi ungu, grubi, dan beberapa
cindera mata seperti kaos dan sebagainya.
Sementara untuk sedikit mengganjal perut kami yang sedaritadi diisi oleh
massa udara, kami membeli satu plastik bening yang berisi beberapa potong
gorengan beraneka macam. Lumayan lah, diiringi gerimis agak rintik-rintik kami
menuruni anak tangga . Mata semakin bening saja melihat hijaunya pohon paku
yang tumbuh subur mengakar di sepanjang pinggiran tangga.
Tiket retribusi masuk Air Terjun Jumog adalah: @ Rp.5.000,- , dari tempat pemungutan tiket
retribusi, kami kemudian berjalan ke arah kiri menuruni tapakan demi tapakan
tingkatan anak tangga.
Bisa ditebak ketika weekend dan
hari itu ngepas banget hari Minggu, tentu setiap sekat tempat ini dihiasi
dengan beberapa pasangan yang beriringan berjalan dengan tujuan yang sama.
Sebenarnya, sesungguhnya,
sejujurnya aku kurang begitu menyukai keramaian. Kecuali ditraktir ramai-ramai.
Haha kalau itu sukaaa :D
Demi apa ramenya? |
Air terjunnya lumayan deras, yang mengelilingi pun lumayan ramai. Kami
memilih meniti jembatan kecil untuk memandangi Air Terjun Jumog dari sisi yang
berbeda.
Hemmm ternyata jembatan kecil ini yang sering dijadikan tempat untuk
berselfie ria, bahkan untuk sekedar lewat saja dibutuhkan kesabaran untuk
menunggu selesainya jepret demi jepret dengan pose berganti.
“maaf ya mbak permisi lewat” kataku tersenyum kemudian berlalu dari
jembatan kecil itu turun mendekati aliran kecil sungainya.
copot alas kakimu, kita kecehan bareng yaaa |
Oiya, ada hal yang begitu membekas dan membedakan Air Terjun Jumog dengan
beberapa air terjun yang lain menurutku adalah: “Air Terjun Jumog lumayan
bersih” sukaa sama bersihnya.
Bersih dikombinasi air dingin dan tingginya ijo ijo pohon paku yang memayungi teduh sungguh menjadikanku lama berbetah-betah di sini.
ini lho jembatan yang suka dipake poto beground air terjun jumog |
Nah, di pinggiran aliran sungai kecil dari Air Terjun Jumog ini digelari beberapa tikar, kemudian ditata berjejer-jejer
bangku untuk tempat makan pengunjung. Menunya bermacam-macam, mulai dari mie
rebus, mie ayam, sate (sate ayam, sate kelinci), nasi goreng dan berbagai minum pendukungnya.
(Maaf jikalau banyak hasil jepretan saya pada blur, entah karena faktor apa :p )
(Maaf jikalau banyak hasil jepretan saya pada blur, entah karena faktor apa :p )
cocok banget buat kumpul keluarga yaa |
Herannya, tempat tetap bisa bersih tertata tanpa sampah berserakan.
Jika kami melihat dari dekat aliran sungai kecil yang berasal dari air terjun
juga tampak bersih tanpa sampah. Mungkin ada satu dua sampah organik yang
berasal dari beberapa helai daun yang berjatuhan karena telah menguning.
Kami tidak begitu lama di tempat ini, karena selain langit telah berlapis
mendung, juga karena estimasi waktu kami jika nanti baliknya kesorean bakal kehabisan
tiket kereta.
Kembali menapaki langkah demi langkah anak tangga yang telah mengantar kami ke bawah,
jangan malas move on yaa happp happ |
Jangan heran kenapa bersih ya? setiap pojokan anak tangga dikasih ember super besar buat menampung sampah pengunjung.
Tapi masih terlalu kecil kalau buat nampung tumpukan rindumu mblo... |
Ketika kami menaiki tangga untuk kembali pulang, terlihat dari atas:
ternyata terdapat kolam renang dan arena bermain anak seperti yang ada di Air Terjun Tawangmangu.
Lumayan sepi kok |
***
Pak supir yang juga guide kami hari itu kembali ke rumahnya mengembalikan
kendaraannya setelah mengantar lagi kami kembali ke Stasiun Balapan.
Rencananya dia akan menyusul kami ke stasiun untuk kembali ke Jogja jika
waktu masih bisa memungkinkan barengan.
Waktu untuk kembali ke stasiun balapan pun tiba, sambil berlari-lari
kecil kami tergesa mendekati loket tiket yang dari kejauhan telah tampak
tulisan menyakitkan. Semacam ngeliat nama kita di undangan gebetan yang
tertulis sebagai tamu kondangan. *mit amit* naudzubillah
loket belum dibuka aja ngantrinya kaya gini hampir 50 menit |
“tiket sudah habis, tinggal
keberangkatan jam 19.10”
*jleb… apaaa? Padahal saat itu waktu masih menunjukkan jam 15.30 berarti
kami harus menunggu bukan lumayan lama lagi. Tapi sangat lama.
Semacam nungguin sinyalmu agak tinggian biar kode-kode yang aku kirim
kemarin sore diread semuaaa
Yasudahlah mungkin kami perlu jalan ke angkringan, atau menikmati senja
Kota Solo di sore hari.
senja di atas mushola POM Bensin sekitaran Stasiun Balapan |
Perjalanan kami menuju angkringan melewati halte dengan jejeran kursi
kosong.
ini hati yaaa bukan halte :p |
Mungkin tempat ini akan selalu menjadi tempat yang didatangi untuk
singgah sebentar lalu ditinggalkan. Kasian si halte. Untung aku ga punya tempat
persinggahan sementara semacam ituu…
***
Eh ternyata temanku jadi barengan ke jogja bersama kami karena waktu
masih memungkinkan untuk barengan.
“jadi ini intinya jemput kamu balik ke jogja yaa?” kataku sambil melihat
mereka. Haha.
Jam menunjukkan pukul: 21.00 lebih sekian, tanganku masih sibuk
ketak-ketik keyboard hape nokia merahku untuk mengirimkan sms kepada ibuk bahwa
kali ini aku pulang malam.
Yaa sebuah usaha kecil untuk sedikit meringankan kecemasan-kecemasan
beliau yang mungkin bisa muncul ketika aku pulangnya agak larut.
Sedangkan kereta ini terlalu lama berhenti di Stasiun Purwosari. Entah ban bocor
atau apa aku tak terlalu mengerti. Aku duduk diapit dua pasang coupelan yang
sedaritadi asyik membicarakan mengenai nostalgia dan cerita yang akan dilewati esok hari.
Telingaku daritadi juga mendengar setiap obrolan mereka yang seperti tak
punya spasi. Aku hanya cemas memandangi batre hape yang tinggal ketip-ketip mau
mati.
Mataku tertuju tak berfokus, kenapa ya pikiranku masih terbayang tentang
halte balapan yang aku tinggalkan selepas senja?