Seorang sahabat memanggilku, mengajak kembali
duduk di suatu bangku. Aku dan dia mengambil posisi duduk berhadapan, dengan
sesekali selonjoran atau menekuk kaki. Begini adanya. Malam ini di tempat yang
sama seperti malam-malam di tahun lalu, ketika aku pernah menemaninya mengobati
secuil rindu yang harus dia simpan di tanah rantauan.
Dia bercerita tentang hari-hari sesak riuh di tempat yang berjarak ratusan kilometer jauhnya. Aku terus mendengarkan ceritanya dengan runtut. Tak terasa, dia temanku hampir sembilan tahun lamanya sebangku kini telah menjadi seorang ibu. Dan malam itu, aku diizinkan olehNya bertemu dengannya untuk kembali dalam satu bangku. Bercerita tentang nostalgia ditemani sinar redup kekuningan bola lampu.
Dia bercerita tentang hari-hari sesak riuh di tempat yang berjarak ratusan kilometer jauhnya. Aku terus mendengarkan ceritanya dengan runtut. Tak terasa, dia temanku hampir sembilan tahun lamanya sebangku kini telah menjadi seorang ibu. Dan malam itu, aku diizinkan olehNya bertemu dengannya untuk kembali dalam satu bangku. Bercerita tentang nostalgia ditemani sinar redup kekuningan bola lampu.
Bisa memilih duduk lesehan, menunggu sambil bercerita ditemani sinar redup lampu |
Suara lirih irama sendok mengaduk segelas jeruk hangat dengan gula batu yang masih menjadi bongkah di dasarnya mengiringi bunyi. Angin malam berdesir dari arah selatan. Sesekali kurapikan letak jaketku sambil mendekap gelas hangat yang ada di hadapan. Cerita demi cerita yang sengaja dia simpan untuk disampaikan ketika bertemu telah kudengar.
Angin kembali datang. Kali ini berhembus dari sisi barat, membawa aroma miedes yang sedang dipertemukan dengan telur-telur dan udang ebi di ruang penggorengan. Konsentrasi kami untuk saling bercerita buyar. Rongga perut bergemuruh, seolah tak sudi terus dijejali angin malam yang semakin beku.
Tema pembicaraan itu berganti perlahan di waktu tunggu. Kemudian tak lama, dikejutkan oleh kedatangan seorang perempuan muda yang mengantar dua piring mides rebus dan goreng di depanku. "Yeayyy.... ini obatmu" kataku kepadanya seraya mengirim isyarat untuk segera memulai suapan demi suapan masing-masing.
Miedes rebus adalah pilihan bagi yang menginginkan kuah panas menghangatkan |
Mi ini memang sedang berada di rumahnya sendiri. Menemukan ruang terbaiknya di sini. Di pinggir-pinggir jalan utama menuju Pasar Pundong, ia sebagai penyambut tamu. Di lorong-lorong nan sepi desa, ia masih ada di situ. Tempat di mana ia pernah diolah dari sebongkah singkong. Dikupas satu per satu, digiling, diperas untuk diambil sari patinya, dijemur, kemudian diolah lagi menjadi potongan-potongan memanjang mides.
Dari Sebongkah singkong dikupasi satu per satu, kemudian masuk di mesin penggilingan |
Setelah itu, diperas dengan kain lebar untuk diendapkan dalam satu jembangan |
Dari dulu, kami tak pernah menganggap bising suara gilingan singkong yang terus menderu di samping kelas satu. Pagi itu adalah waktu untuk menghalus dari sebongkah singkong di mesin penggilingan sebelum harus melalui seleksi ketat dari remasan tangan-tangan kekar tetangga yang mengalirkannya dalam jembangan besar.
Tampungan perasan singkong itu ditunggu untuk diambil endapan putih paling dasar, kemudian diambil dalam keadaan basah. Siang nanti, sebagian darinya sudah harus berjemur di bawah terik matahari untuk menjadi pati-pati (tepung tapioka) putih kering yang siap menghuni berkarung-karung.
Irisan mides ketika belum direbus. Cara memotongnya manual menggunakan pisau dan tangan. |
Belum selesai sampai di situ. Tepung tapioka
itu harus diolah kemudian diiris-iris memanjang waktu sore menjelang
petang. Berkilo-kilo diambil oleh warung-warung penjaja mides untuk dimasak.
Racikan bumbu menyatu dilengkapi oleh rasa pedas lombok galak yang menyentil
lidah hingga aromanya ke mana-mana. Seusai sukses menghuni cekung ruang piring terbuka, di atas gunungan mides itu siap
ditaburi daun seledri dan bawang goreng membuat penampilannya paripurna. Ia biasa disajikan dalam dua rupa. Ada yang goreng, ada juga yang berkuah. Silakan pilih mana yang kamu suka.
Mides Goreng |
Di Pundong, ada banyak warung yang menyediakan suguhan mides tatkala malam hari. Setidaknya, ada tiga warung yang mudah dijumpai. Ada warung Mides Pak Yono, Warung Mides Boomber, atau bisa juga Warung Mides Bu Yanti. Ketiganya masih memiliki hubungan kerabat, namun untuk rasa, masing-masing memiliki pelanggannya sendiri-sendiri.
Ketika menginginkan banyak ebi, bisa memilih Warung Pak Yono. Ingin suasana santai lesehan dengan lampu redup remang-remang dan sajian miedes berbumbu mantap, boleh singgah ke Warung Bu Yanti. Atau, lokasi terjangkau dengan level pedas sesuai selera, silakan mampir di Warung Boomber.
Ketika menginginkan banyak ebi, bisa memilih Warung Pak Yono. Ingin suasana santai lesehan dengan lampu redup remang-remang dan sajian miedes berbumbu mantap, boleh singgah ke Warung Bu Yanti. Atau, lokasi terjangkau dengan level pedas sesuai selera, silakan mampir di Warung Boomber.
Selain duduk lesehan, Pembeli juga bisa memilih duduk di kursi. Gambar diambil di salah satu sudut Warung Miedes Yanti. |
Jika musim liburan tiba, pembeli tak hanya
berasal dari Pundong dan sekitarnya. Bisa jadi pembelinya berasal dari orang
luar yang sengaja datang demi menyantap sepiring mides panas-panas. Kendaraan
bisa berjejer memenuhi parkiran warung-warung mides kala malam liburan
panjang.
Kalau sudah begitu, siapkan energi lebih untuk menunggu antrean. Siapa yang membersamaimu menunggu kala itu menjadi faktor penting. Jika memang waktu menunggu itu ditemani dia yang kamu harapkan waktunya untuk berdua, ini adalah kesempatan berharga. Kalian bisa menghabiskan cerita, atau juga menyusun rencana ringan ke depan bersama. Bersamanya entah siapa, semua tidak akan begitu terasa hingga yang kamu tunggu tersaji di depanmu.
Begitu paketnya. Malam, sepiring mides panas-panas, dibungkus dalam sebangku cerita. Bagaimana mungkin paket itu bisa dilupakan orang-orang yang pernah memiliki kenangan di sana? Ya tentunya nanti, dia akan kembali merindukan, untuk mengulangnya lagi dalam nostalgia.
Kalau sudah begitu, siapkan energi lebih untuk menunggu antrean. Siapa yang membersamaimu menunggu kala itu menjadi faktor penting. Jika memang waktu menunggu itu ditemani dia yang kamu harapkan waktunya untuk berdua, ini adalah kesempatan berharga. Kalian bisa menghabiskan cerita, atau juga menyusun rencana ringan ke depan bersama. Bersamanya entah siapa, semua tidak akan begitu terasa hingga yang kamu tunggu tersaji di depanmu.
Begitu paketnya. Malam, sepiring mides panas-panas, dibungkus dalam sebangku cerita. Bagaimana mungkin paket itu bisa dilupakan orang-orang yang pernah memiliki kenangan di sana? Ya tentunya nanti, dia akan kembali merindukan, untuk mengulangnya lagi dalam nostalgia.
***
Seperti halnya ketika mereka membeli Sate Madura di Jakarta, Nasi Padang di Surabaya, atau Empek-empek Palembang di Yogyakarta. Mides pun mungkin sudah ada di sana, entah di mana. Tapi tempat inilah rumahnya yang sesungguhnya. Pundong. Tempat ini adalah saksinya bermetamorfosa. Dari singkong yang terpendam lama, menjadi sesuatu yang dirindukan orang-orang yang pernah memiliki kenangan dengannya.
Miedes Rebus dan Mides Goreng |
Banyak para perindu yang obat penawarnya tumbuh
endemik di tempat tertentu. Seperti sesuap demi sesuap mides yang tersaji
dengan suasana nostalgi tak terperi. Ya di sini, di tempat ketika aku dan
kamu kembali satu bangku. Menyapu satu piring itu, dengan cerita-ceritamu,
dengan bahasa mata itu.
Kini aku paham, bagaimana cara meracik obat rindumu. Izinkan aku lagi, yang menjadi tabibmu suatu waktu.
Kini aku paham, bagaimana cara meracik obat rindumu. Izinkan aku lagi, yang menjadi tabibmu suatu waktu.