Mides Panas-Panas Dalam Sebangku Nostalgia
Selasa, September 05, 2017
Seorang sahabat memanggilku, mengajak kembali
duduk di suatu bangku. Aku dan dia mengambil posisi duduk berhadapan, dengan
sesekali selonjoran atau menekuk kaki. Begini adanya. Malam ini di tempat yang
sama seperti malam-malam di tahun lalu, ketika aku pernah menemaninya mengobati
secuil rindu yang harus dia simpan di tanah rantauan.
Dia bercerita tentang hari-hari sesak riuh di tempat yang berjarak ratusan kilometer jauhnya. Aku terus mendengarkan ceritanya dengan runtut. Tak terasa, dia temanku hampir sembilan tahun lamanya sebangku kini telah menjadi seorang ibu. Dan malam itu, aku diizinkan olehNya bertemu dengannya untuk kembali dalam satu bangku. Bercerita tentang nostalgia ditemani sinar redup kekuningan bola lampu.
Dia bercerita tentang hari-hari sesak riuh di tempat yang berjarak ratusan kilometer jauhnya. Aku terus mendengarkan ceritanya dengan runtut. Tak terasa, dia temanku hampir sembilan tahun lamanya sebangku kini telah menjadi seorang ibu. Dan malam itu, aku diizinkan olehNya bertemu dengannya untuk kembali dalam satu bangku. Bercerita tentang nostalgia ditemani sinar redup kekuningan bola lampu.
Bisa memilih duduk lesehan, menunggu sambil bercerita ditemani sinar redup lampu |
Suara lirih irama sendok mengaduk segelas jeruk hangat dengan gula batu yang masih menjadi bongkah di dasarnya mengiringi bunyi. Angin malam berdesir dari arah selatan. Sesekali kurapikan letak jaketku sambil mendekap gelas hangat yang ada di hadapan. Cerita demi cerita yang sengaja dia simpan untuk disampaikan ketika bertemu telah kudengar.
Angin kembali datang. Kali ini berhembus dari sisi barat, membawa aroma miedes yang sedang dipertemukan dengan telur-telur dan udang ebi di ruang penggorengan. Konsentrasi kami untuk saling bercerita buyar. Rongga perut bergemuruh, seolah tak sudi terus dijejali angin malam yang semakin beku.
Tema pembicaraan itu berganti perlahan di waktu tunggu. Kemudian tak lama, dikejutkan oleh kedatangan seorang perempuan muda yang mengantar dua piring mides rebus dan goreng di depanku. "Yeayyy.... ini obatmu" kataku kepadanya seraya mengirim isyarat untuk segera memulai suapan demi suapan masing-masing.
Miedes rebus adalah pilihan bagi yang menginginkan kuah panas menghangatkan |
Mi ini memang sedang berada di rumahnya sendiri. Menemukan ruang terbaiknya di sini. Di pinggir-pinggir jalan utama menuju Pasar Pundong, ia sebagai penyambut tamu. Di lorong-lorong nan sepi desa, ia masih ada di situ. Tempat di mana ia pernah diolah dari sebongkah singkong. Dikupas satu per satu, digiling, diperas untuk diambil sari patinya, dijemur, kemudian diolah lagi menjadi potongan-potongan memanjang mides.
Dari Sebongkah singkong dikupasi satu per satu, kemudian masuk di mesin penggilingan |
Setelah itu, diperas dengan kain lebar untuk diendapkan dalam satu jembangan |
Dari dulu, kami tak pernah menganggap bising suara gilingan singkong yang terus menderu di samping kelas satu. Pagi itu adalah waktu untuk menghalus dari sebongkah singkong di mesin penggilingan sebelum harus melalui seleksi ketat dari remasan tangan-tangan kekar tetangga yang mengalirkannya dalam jembangan besar.
Tampungan perasan singkong itu ditunggu untuk diambil endapan putih paling dasar, kemudian diambil dalam keadaan basah. Siang nanti, sebagian darinya sudah harus berjemur di bawah terik matahari untuk menjadi pati-pati (tepung tapioka) putih kering yang siap menghuni berkarung-karung.
Irisan mides ketika belum direbus. Cara memotongnya manual menggunakan pisau dan tangan. |
Belum selesai sampai di situ. Tepung tapioka
itu harus diolah kemudian diiris-iris memanjang waktu sore menjelang
petang. Berkilo-kilo diambil oleh warung-warung penjaja mides untuk dimasak.
Racikan bumbu menyatu dilengkapi oleh rasa pedas lombok galak yang menyentil
lidah hingga aromanya ke mana-mana. Seusai sukses menghuni cekung ruang piring terbuka, di atas gunungan mides itu siap
ditaburi daun seledri dan bawang goreng membuat penampilannya paripurna. Ia biasa disajikan dalam dua rupa. Ada yang goreng, ada juga yang berkuah. Silakan pilih mana yang kamu suka.
Mides Goreng |
Di Pundong, ada banyak warung yang menyediakan suguhan mides tatkala malam hari. Setidaknya, ada tiga warung yang mudah dijumpai. Ada warung Mides Pak Yono, Warung Mides Boomber, atau bisa juga Warung Mides Bu Yanti. Ketiganya masih memiliki hubungan kerabat, namun untuk rasa, masing-masing memiliki pelanggannya sendiri-sendiri.
Ketika menginginkan banyak ebi, bisa memilih Warung Pak Yono. Ingin suasana santai lesehan dengan lampu redup remang-remang dan sajian miedes berbumbu mantap, boleh singgah ke Warung Bu Yanti. Atau, lokasi terjangkau dengan level pedas sesuai selera, silakan mampir di Warung Boomber.
Ketika menginginkan banyak ebi, bisa memilih Warung Pak Yono. Ingin suasana santai lesehan dengan lampu redup remang-remang dan sajian miedes berbumbu mantap, boleh singgah ke Warung Bu Yanti. Atau, lokasi terjangkau dengan level pedas sesuai selera, silakan mampir di Warung Boomber.
Selain duduk lesehan, Pembeli juga bisa memilih duduk di kursi. Gambar diambil di salah satu sudut Warung Miedes Yanti. |
Jika musim liburan tiba, pembeli tak hanya
berasal dari Pundong dan sekitarnya. Bisa jadi pembelinya berasal dari orang
luar yang sengaja datang demi menyantap sepiring mides panas-panas. Kendaraan
bisa berjejer memenuhi parkiran warung-warung mides kala malam liburan
panjang.
Kalau sudah begitu, siapkan energi lebih untuk menunggu antrean. Siapa yang membersamaimu menunggu kala itu menjadi faktor penting. Jika memang waktu menunggu itu ditemani dia yang kamu harapkan waktunya untuk berdua, ini adalah kesempatan berharga. Kalian bisa menghabiskan cerita, atau juga menyusun rencana ringan ke depan bersama. Bersamanya entah siapa, semua tidak akan begitu terasa hingga yang kamu tunggu tersaji di depanmu.
Begitu paketnya. Malam, sepiring mides panas-panas, dibungkus dalam sebangku cerita. Bagaimana mungkin paket itu bisa dilupakan orang-orang yang pernah memiliki kenangan di sana? Ya tentunya nanti, dia akan kembali merindukan, untuk mengulangnya lagi dalam nostalgia.
Kalau sudah begitu, siapkan energi lebih untuk menunggu antrean. Siapa yang membersamaimu menunggu kala itu menjadi faktor penting. Jika memang waktu menunggu itu ditemani dia yang kamu harapkan waktunya untuk berdua, ini adalah kesempatan berharga. Kalian bisa menghabiskan cerita, atau juga menyusun rencana ringan ke depan bersama. Bersamanya entah siapa, semua tidak akan begitu terasa hingga yang kamu tunggu tersaji di depanmu.
Begitu paketnya. Malam, sepiring mides panas-panas, dibungkus dalam sebangku cerita. Bagaimana mungkin paket itu bisa dilupakan orang-orang yang pernah memiliki kenangan di sana? Ya tentunya nanti, dia akan kembali merindukan, untuk mengulangnya lagi dalam nostalgia.
***
Seperti halnya ketika mereka membeli Sate Madura di Jakarta, Nasi Padang di Surabaya, atau Empek-empek Palembang di Yogyakarta. Mides pun mungkin sudah ada di sana, entah di mana. Tapi tempat inilah rumahnya yang sesungguhnya. Pundong. Tempat ini adalah saksinya bermetamorfosa. Dari singkong yang terpendam lama, menjadi sesuatu yang dirindukan orang-orang yang pernah memiliki kenangan dengannya.
Miedes Rebus dan Mides Goreng |
Banyak para perindu yang obat penawarnya tumbuh
endemik di tempat tertentu. Seperti sesuap demi sesuap mides yang tersaji
dengan suasana nostalgi tak terperi. Ya di sini, di tempat ketika aku dan
kamu kembali satu bangku. Menyapu satu piring itu, dengan cerita-ceritamu,
dengan bahasa mata itu.
Kini aku paham, bagaimana cara meracik obat rindumu. Izinkan aku lagi, yang menjadi tabibmu suatu waktu.
Kini aku paham, bagaimana cara meracik obat rindumu. Izinkan aku lagi, yang menjadi tabibmu suatu waktu.
36 comments
wah kangen miedes. pengen nyoba yang sedengan aja. nggak terlalu pedes. atau pedes juga gak apa-apa ding. lagi pengen yang pedes pedes wkwk
BalasHapusAhaha Mas Gallant kan waktu itu tak doyan pedes :p
HapusBoleh request kok level kepedasannya :)
Bakule ngendii iki mbak?pokmen sik podho nang fotoo
BalasHapusIni Miedes Bu Yanti mas...
HapusBakulnya isin difoto wkwk
Bu Yanti ini yang ada lesehannya :))
Di dekat rumahmu bisa dilihat nggak sih dari singkong sampai dibuat mie? Menarik kayaknya.
BalasHapusBisa dong, itu kan di desaku mas... Potonnya, kecuali warung miedesnya :)
HapusMulai dari ngupas singkong, giling, meres, mengendapkan sampai ada tepung tapiokanya, dijemur, terus ngiris jadi miedes mentah..
ajak aku kesini mba sama ktmpat yg buatnya :D
BalasHapusWkwk agendakan sajaa :)
Hapuskalau tempat membuatnya butuh step berhari-hari mas
Mbak ajak ke tempat membuatnya dong buat melengkapi malam gerimis kita di miedes sebelah waktu itu.
BalasHapusBtw ini perasaan pada nulis yang bau bau mie dan rindu deh :')
Kalau ngiris2 mienya pas sore hari... Makanya ke sininya meruput :)
Hapushahaha iya kalau Mas Lapak sebelah semangkok rindu kalau aku sepiring miedes dan rindu-rindunya. Sepertinya aku ketularan virus rindu-rinduan wkwk
Hmm asyik sekali menyimak cerita kuliner yg dibalut nostalgia begini hehe. Jadi bukan hanya soal rasa kuliner, tempat, atau sebut saja review yg mnrtku kurang 'mengena' jika dibaca.
BalasHapusJadi ini khas bantul ya mbak? Boleh nih kapan2 ditraktir :p
Wkwk boleh... Lha kapan yang katanya mau main ke sini?
HapusJangan lupa bawa gandengan tapi yaaa :))
Jadi aku memang termasuk orang yang ketaraaa sekali kalau nulis dengan hati dan enggak :p
Begitulah Mas Jo, terima kasih atas apresiasinya :))
Duhh buka tulisan tentang Miedes malam-malam begini salah besar! Jadi kebayang bau miedes rebusnya... Mbak, Pundong punya cerita nih... Jadi kapan bikin open trip tur Pundong? Tak daftar plus kulineran sisan, tapi plis jangan disamain waktu ama undangan kondanganmu lo hahaha.
BalasHapusKhusus buat Mas Halim ada gua jepang masuk dalam list trip to Pundongnya yaa wkwk
HapusOh ide bagus, sekalian kondanganku aja mas biar miedesnya ga usah beli :))
Duh menyentuh banget bahasanya. Membuat suasana nostalgianya semakin terasa, padahal hanya semangkuk mi, hehe. Tapi minya unik! Saya baru kali ini melihat mi yang dibuat dari singkong. Semoga bisa saya coba di kunjungan ke Yogya kelak. Meski it takes two to tango, tapi kalau solo menurut saya pasti menyenangkan juga, hehe. Terima kasih rekomendasinya!
BalasHapusMas Garaa... Apa kabar? Lama nggak mampir wkwk
HapusTerima kasih, kapan" bisa dicoba kalau ke Jogja. Tapi jenis Mie ini cuma endemik mas wkwk. Eh walau sudah mulai ada di mana-mana tapi tetep mantepnya di rumahnya sendiri. Pundong :))
romantic writing style detected :)
BalasHapusini andaikata nggak ada foto-fotonya, baca artikel saja visualku udah jalan mbak. ngebayangin adegan demi adegan, manis banget jadinya.
aku belum pernah makan miedes dan makin pengen setelah baca ini
*sasha anaknya emang pengenan* :D
Mungkin pas nulis lagi bavers mbak, *eh masa baper terus-terusan*
HapusMakasih mbak Sha, ayo kapan-kapan boleh main ke rumah tak ajakin mampir. Hmm tapi bukanya warung ini habis maghrib :p
Wow.. Mie yg enak sekali sepertinya...
BalasHapusMari mampir mas, ini salah satu kuliner khas daerah Jogja ujung selatan :)
HapusHuaaa bikinnya lama tapi kalau makannya pasti cepat nih...thanks sharingnya mak. Jadi diingatkan untuk menikmati...moga2 bisa cicipi lagi..
BalasHapusAamiin mbak Feb, salam kenal ya....
HapusIya bener, ngantrenya sih kadang lamaa banget nungguinnya. Tapi kalau sudah tersaji ya tau-tau habis. Apalagi kalau pas laper :p
Nemu referensi blogger yang nulisnya model-model syahdu lagi ini aku, *asyeeek*
BalasHapusMie dari telo? Yang miedes goreng, level keenakannya sama indomie goreng, sebanding ngga mbak? Apa malah lebih yahud? Wkwk.
Haaa kok le bandingin sama Indomie goreng ya? Kan aku salah satu penggemar mi-mi nan mas. Jadi menurutku enak semua. Bedanya adalah suasana yang bisa tercipta dari semangkuk midesnya :))
HapusAku baru tahu miedes ini bentuknya kotak panjang2, kukira miedes ini kayak bihun 😂 ( salah paham )
BalasHapusWah menarik mbak, bisa lihat langsung cara pembuatannya 😂
Aku jadi penasaran dan pengen icip² 😂
Ajak akulah mbak Dwi kapan²
-Lidia
Ayok dong Lid, kita meetup. Kan belum kunjung ketemu sama aku juga :(
HapusAjak mbak Aqied kalau ke sini, dia juga pingiiin lagi makan mides ;)
Mbak, aku kangen
Hapus:**
HapusDESEMBER NANTI AKU WAJIB DIAJAKIN KE SINI HUVT
BalasHapusCapslock jebol huvt. Iya ke sini aja bawa bribikan juga boleeh 😊
Hapuspas hujan baca ini jadi kepengen makan yang gurih :D
BalasHapusMonggo mas, kalau ke Jogja mampirr icip-icip :))
HapusDua paragraf awal sebenarnya bisa jadi sudut pandang yang kuat di tulisan ini, dengan Miedes sebagai latarnya. Pasti ada cerita-cerita dalam percakapan itu yang menarik. Karena mbak Dwi menaruh nostalgia dalam judulnya. Dengan bahasa mbak Dwi yang khas, berayun, aaaah! Mantap! :)
BalasHapusIya juga mas... Pas tak baca ulang kok serasa loncat bgt ke paragraf ketiganya :p
HapusMakasih mas Rifqy, ayok mampir nyicipin mides :))
Cuma mau mengucapkan selamat menempuh hidup baru ya mbak. Semoga langgeng sampai kakek nenek
BalasHapusAamiin... aamiin, makasih banyak mas :)
Hapus