dlingo
Mencicipi Susur Kali Oya dengan Getek Bambu, Sebuah Harmoni Alam yang Serasi
Sunday, September 11, 2016
Akhir-akhir ini getek bambu sedang mengalihkan
duniaku. Perjumpaan kembali dengannya dimulai ketika aku berhasil menjadi
penumpang getek bambu untuk melintasi Bantul-Gunungkidul beberapa waktu yang
lalu, kemudian menemukan jembatan bambu di dusun Pengkol Imogiri yang kucari
ketika menjelang maghrib sepulang kerja.
Yaaa sekonyol itu. Sore-sore menerobos kebun
kalanjana di tepian Kali Oya hanya untuk menyebrangi jembatan getek bambu yang
penampakannya sudah rapuh.
Eh, ada lagi: rela bangun pagi buta untuk sekadar menikmati
sunrise kesiangan dengan latar kesibukan lalu lalang dua getek yang mengantar warga menyebrangi Bantul-Kulon Progo.
Matahari sudah agak tinggi |
Satu getek dua nahkoda? |
Terlihat warga yang sedang turun dari getek kemudian bergegas melajukan sepedanya ke sawah, ke pasar |
Apasih yang membuatku jatuh cinta?
ya mungkin karena suasana sahaja yang mampu tercipta,
mungkin dengan muatan nostalgianya, atau mungkin juga atmosfer suasana desanya
yang kukagumi sedaridulu.
***
Di suatu malam, tiba-tiba datanglah undangan itu. Sebuah
undangan dari @JelajahBantul di event minggu
blusukan #8: “Numpak Getek” menyusuri
Kali Oya dengan getek bambu.
“Aku udah pernah mas getek bambu yang di
Kebosungu II” balasku.
“Bukan mbak,
ini tempatnya berbeda”
Kemudian kuamati kembali potongan foto yang dikirim
dengan seksama.
“oiya berbeda”
batinku.
Beberapa waktu lalu aku juga pernah diajak untuk ikut
river tubbing di Sedayu pada event
Minggu Blusukan #7, tetapi karena beberapa hal aku tidak bisa bergabung. Lha
ini ngepas banget momennya lagi suka ngapelin getek. Jadi aku memutuskan
untuk “iya” ikut.
***
Pada pukul 09.000 WIB seperti jam yang sudah tertera di undangan, aku telah
memarkirkan motorku tepat di pinggir lapangan depan Indomare*t yang berada di selatan
jalan menuju makam raja-raja Imogiri.
![]() |
Peserta sudah mulai kumpul |
Pagi itu aku bukanlah peserta pertama yang datang. Sudah
terlihat beberapa motor berderet ditunggui oleh pemiliknya. Langsung kusalami
mereka satu-per satu sambil memperkenalkan diri. Maklum saja, dari kesekian
peserta tak ada satupun yang sudah kukenal. Hanya pernah ketemu dengan Mas
Hendy dan Mas Woko adminnya @JelajahBantul yang ketika itu pernah barengan kulineran
Miedes di Pundong.
Sebagian besar peserta yang saat itu berjumlah 32 orang memang datang dengan berbonceng-boncengan. Ada yang datang bersama teman, kakak, adik, keluarga, atau pacarnya.
"Mbak, nanti motoran sendiri berani?" tanya Mas Hendy mencoba meyakinkanku kembali.
"Lha ya berani mas, kan ke Dlingo situ kan?" Jawabku nyengir.
"Woo yowes, percoyo-percoyo"
Mengingat kembali rute yang harus kami lewati nantinya adalah Jalan Kaliurang Dlingo yang terkenal dengan tanjakan mautnya, memang tidak salah jika Mas Hendy mencoba menanyakan keyakinanku kembali.
Sebagian besar peserta yang saat itu berjumlah 32 orang memang datang dengan berbonceng-boncengan. Ada yang datang bersama teman, kakak, adik, keluarga, atau pacarnya.
"Mbak, nanti motoran sendiri berani?" tanya Mas Hendy mencoba meyakinkanku kembali.
"Lha ya berani mas, kan ke Dlingo situ kan?" Jawabku nyengir.
"Woo yowes, percoyo-percoyo"
Mengingat kembali rute yang harus kami lewati nantinya adalah Jalan Kaliurang Dlingo yang terkenal dengan tanjakan mautnya, memang tidak salah jika Mas Hendy mencoba menanyakan keyakinanku kembali.
Menunggu satu per satu peserta kumpul bergabung, tak terasa waktu mulai beranjak
siang.
Kami segera membentuk formasi untuk melewati rute
yang sudah disampaikan pada breefing
sebelumnya. Oiya, tujuan awal yang pada mulanya hendak susur Kali
Oya dengan getek bambu, kini ada sedikit perubahan karena mendapatkan undangan
untuk menghadiri Merti Dusun Di Dusun Pokoh 2 Dlingo Bantul.
Aku selalu excited
terhadap apapun yang berbau “baru pertama kalinya”. Pak Ipung saja saat itu
sampai geleng-geleng: “masa selama ini
belum pernah ikutan merti dusun mbak?”
Lha memang belum pernah. Jika pernah beberapa kali Rasulan di Gunungkidul itu pun aku
diundang pas sesi makan-makannya saja, belum pernah bisa secara langsung
menyaksikan runtutan acara Merti Dusunnya.
***
![]() |
Gerbang masuk Pasar Trukan Dusun Pokoh 2 Dlingo |
![]() |
Nyobain Photo Boothnya yak :p *abaikan ini hanya foto* |
![]() |
Anyaman bambu |
![]() |
Aku belum nyicip beledak (berbahan dasar dari jagung) |
Dua Gunungan yang dibawa warga terdiri dari: Gunungan hasil Bumi dan Gunungan peralatan sekolah |
Pasukan keseniannya |
Acara Merti Dusun ini adalah sebuah momen “Guyang Rojo Koyo”.
Sebelum Hari Raya Idul Adha tiba, penduduk membawa
beberapa hewan ternak mereka yang masuk dalam kategori “Rojo Koyo” seperti: sapi dan kambing untuk diarak menuju tempat
berlangsungnya acara kemudian dimandikan secara simbolik dengan air yang telah dicampur
beraneka macam bunga.
Sebelum acara dimulai, secara khusyu dipanjatkan doa
bersama untuk keselamatan seluruh warga desa yang dipimpin oleh tokoh
masyarakat. Inti dari acara Merti Dusun ini adalah bentuk rasa syukur kepada
Tuhan yang Maha Esa atas limpahan karuniaNya yang berupa hasil bumi, serta
binatang ternak yang sehat dan beranak-pinak banyak. Selanjutnya sesi terakhir acara
ditutup oleh rebutan dua gunungan (gunungan hasil bumi dan gunungan alat
sekolah untuk anak-anak).
![]() |
Keseruan Ibu-ibu berebut gunungan hasil bumi. Pic.via: Anang Junas |
![]() |
Antusiasme Anak-anak berebut gunungan peralatan dan keperluan sekolah, Pic.Via: Anang Junas |
Merti Dusun Pokoh 2 yang kusaksikan siang ini adalah sisa kearifan lokal yang masih terjaga di zaman serba kekinian. Sebuah kolaborasi cantik antara kepercayaan kepada Tuhan, budaya, dan gotong-royong.
Jadi teringat oleh sambutan yang disampaikan oleh Bapak Wakil Bupati Kabupaten Bantul tadi:
"Tahun 2016, peminat dan pengunjung wisata di Kecamatan Dlingo naik menjadi 400%"
Wah! Pencapaian yang di luar ekspektasi. Warga juga mulai sadar dan bebenah diri.
Tadi, kami telah menyaksikan secara langsung bagaimana dari sisi "culture" ataupun kearifan lokal di Kecamatan Dlingo memang masih terjaga dengan baik.
Kemudian bagaimana dengan "nature"?
Saat ini, siapa yang berani mengecilkan potensi alam yang dimiliki oleh Kecamatan Dlingo?
Mau cari Goa, Hutan Pinus, Kebun Buah, Grojogan, Sungai, Camping ground area, Perbukitan dengan hiasan kabut dan sunrise ketika pagi?
"Semua ada!"
Baiklah, mari kita jajal potensi alamnya :)
Seusai acara Merti Dusun Pokoh 2, kami sudah ditunggui
oleh colt kuning di sebelah timur
jembatan. Angkutan tersebut yang akan mengantarkan kami menuju pinggiran Kali
Oya untuk susur Kali menggunakan getek bambu.
Siap naik? |
Liukan maupun tanjakan di sepanjang perjalanan membuat badan kami saling bersenggolan mengikuti setiap gronjalan. Tawa-tawa kecil sambil tangan terus berpegang oleh besi-besi kursi colt membuat perjalanan menuju Kali Oya singkat tidak terasa.
Sudah sampai sudah. Kini suasana di dalam colt berganti dengan hempasan angin yang
bertiup lembut menggoyangkan sela-sela ranting pepohonan sepanjang jalan menuju
kali.
Kami harus jalan kaki sekitar 100 meter lebih. Meniti jalan sempit menurun yang dikelilingi bebatuan diselingi dengan beberapa obrolan, kemudian sampailah kami di Pinggiran Kali Oya.
Di Pinggiran Kali Oya, Sudah terlihat sekitar 5 getek berjejer. Nahkoda-nahkoda geteknya pun telah siap menunggui lengkap dengan segalah bambunya untuk menjadi tumpuan.
![]() |
Perjalanan menuju Kali Oya |
Kami harus jalan kaki sekitar 100 meter lebih. Meniti jalan sempit menurun yang dikelilingi bebatuan diselingi dengan beberapa obrolan, kemudian sampailah kami di Pinggiran Kali Oya.
Di Pinggiran Kali Oya, Sudah terlihat sekitar 5 getek berjejer. Nahkoda-nahkoda geteknya pun telah siap menunggui lengkap dengan segalah bambunya untuk menjadi tumpuan.
![]() |
Setelah kami menempatkan diri duduk di atas getek. Pic: admin +Jelajah Bantul |
![]() |
Yahh penumpang bambu yang masih hijau sudah siap dengan teriakannya? :p Pic: admin +Jelajah Bantul |
“Yuhuuu aku
memilih getek yang ini ah”.
Entah kenapa dari atas, penglihatan mataku langsung
tertuju kepada getek ini. Haaa ternyata aku tak salah pilih. Ini adalah
satu-satunya getek yang bambunya sudah berupa bambu kering, sedangkan getek
yang lain? bambunya masih sedikit basah (bambunya masih berwarna hijau)
sehingga untuk mengapung sempurna masih agak sulit.
![]() |
Sudah mulai melaju Pic: admin +Jelajah Bantul |
Nah, untuk teman-teman yang berada pada getek yang
bambunya masih berwarna hijau, sesekali harus mengatur proporsi personilnya
untuk dikurangi karena getek menghawatirkan untuk tenggelam dan kurang
seimbang.
Sudah, jangan terlalu khawatir karena Kali Oya di sisi ini tak terlalu dalam, mungkin hanya sepinggang orang dewasa. Eh tapi di zona-zona tertentu juga lumayan dalam sih, jadi aku rutin memperhatikan kedalaman kali lewat segalah bambu yang menjadi tumpuan Pak Nahkoda Getek.
Jika biasanya aku menaiki getek hanya untuk
menyebrangi antar sisi Kali: dari Bantul ke Gunungkidul, dari Bantul ke Kulon
Progo (sisi timur kali ke sisi barat dan sebaliknya) saat ini berbeda cerita.
Kami sedang menyusuri Kali Oya,
bukan sekadar menyebrangi.
Rasanya, aku pasrahkan saja kepada Pak Nahkoda yang
sedang fokus mengemudikan getek.
“Ingin rasanya sepercaya ini dengan nahkoda. Menumpang dengan perasaan tenang kemanapun akan dia bawa. Yang aku tahu, nahkodaku siang itu akan mengantarkanku ke suatu tempat dengan pasti. Tak mungkin dia membiarkanku terus-terusan terombang-ambing mengikuti arus kali kemudian diturunkan begitu saja sesukanya”.
Kudengar teriakan kecil dari teman-teman yang
menumpang di getek sebelah depan dan samping. Geteknya goyang-goyang kadang tak
seimbang. Aku tersenyum dengan sesekali menenangkan diri sendiri.
Irama aliran kali, pemandangan perbukitan pohon jati Gunungkidul di sebelah timur, serta langit biru siang itu sanggup menyihirku untuk melepas penat selama seminggu ini.
Irama aliran kali, pemandangan perbukitan pohon jati Gunungkidul di sebelah timur, serta langit biru siang itu sanggup menyihirku untuk melepas penat selama seminggu ini.
Setelah kami sudah menempuh separuh perjalanan, akhirnya getek pun telah dikomando untuk menepi. Ketika energi tak terasa telah terkuras untuk teromang-ambing menyenangkan di atas getek, kini adalah waktunya untuk mengisi amunisi.
![]() |
Kita menepi |
Kelapa muda segar sudah disediakan untuk kami lengkap sudah dikupas dan diberi lubang bagian ujungnya untuk bersendernya satu sedotan putih. Sambil berteduh sejuk dibawah jejeran pepohonan yang akarnya menjaga Kali Oya, kuteguk berkali-kali air kelapa muda itu sampai tak tersisa.
![]() | ||
Lekas menikmati kelapa muda kesukaan :* Pic: admin +Jelajah Bantul
Di sudut lain, seorang bapak-bapak telah berjaga dengan sebilah parang besarnya untuk membelah kelapa muda menjadi dua bagian. Hemmmm saatnya menikmati dagingnya dengan bantuan sendok buatan dari kulit kelapa.
Aaaaa nikmat sekali, lebih lagi sensasi menikmatinya bersama-sama dengan mereka ditambah dengan pemandangan getek terparkir mengambang di depan kami.
|
Mengingat waktu yang semakin cepat beranjak siang, saatnya
merapatkan barisan kembali di atas getek kemudian meneruskan perjalanan yang
sempat terhenti. Sepanjang perjalanan setelah transit sebentar tadi, kami
sesekali disapa warga yang sedang santai duduk di tepi kali, atau juga
anak-anak yang asyik mandi memainkan cipratan-cipratan gemericik air di sebelah
delta.
Perjalanan ini terasa sangat singkat. Apakah karena
terlalu menyenangkan?
Aliran keringat yang mengalir membasahi pori tak
terlalu dirasa. Kami harus tetap meneruskan langkah berjalan membelah semak,
menelindas daun-daun jati kering yang meranggas jatuh.
Lihatlah perempuan kecil di belakangku, semangat
sekali Ia berlari. Padahal medan kami
saat itu bukanlah medan yang rata seperti jalan tol. Badan kami harus seimbang
ketika sewaktu-waktu harus naik atau turun dari pematang ladang penduduk.
![]() |
Jalan yang masih harus ditempuh setelah turun dari getek bambu Pic: admin +Jelajah Bantul |
Ah, akhirnya tibalah kami di finish. Suara gemericik grojogan lepo sudah terdengar meskipun
jarak kita masih beberapa meter. Langkahku masih sama seperti tadi dan sengaja
tak kupercepat.
Dari kejauhan, aliran hijau airnya masih sama-sama
menyejukkan terekam lensa mata.
Dari menelusuri kali oya dengan getek bambu, kemudian menepi menikmati kelapa muda di pinggiran kali, dilanjut dengan jalan kaki membelah semak-semak ladang penduduk, akhirnya inilah tempat finish kami hari ini.
Grojogan lepo yang ke sekian kalinya. Kali ini bukan sendiri, bukan juga berdua sama sepupu, tapii beramai-ramai bersama mereka, para keluarga baru. Merubah irama tapakan kaki tak lagi pendek-pendek lagi, tapi bersahut-sahutan oleh tapakan mereka yang berganti-ganti.
Ketika senyuman tak hanya untuk diri sendiri, tapi saling berbagi dengan mereka semua satu per satu.
Yeayyy kolaborasi Culture and Nature hari ini bakal jadi saingan susah move on terberat bulan ini!
![]() |
Yeayyy Finish!!! Pic: admin +Jelajah Bantul |
Grojogan lepo yang ke sekian kalinya. Kali ini bukan sendiri, bukan juga berdua sama sepupu, tapii beramai-ramai bersama mereka, para keluarga baru. Merubah irama tapakan kaki tak lagi pendek-pendek lagi, tapi bersahut-sahutan oleh tapakan mereka yang berganti-ganti.
Ketika senyuman tak hanya untuk diri sendiri, tapi saling berbagi dengan mereka semua satu per satu.
Yeayyy kolaborasi Culture and Nature hari ini bakal jadi saingan susah move on terberat bulan ini!
*Keterangan: Wisata susur Kali Oya menggunakan getek ini masih tergolong wisata baru yang belum lama dibuka.
Alamat: Dusun Pokoh 2, Dlingo, Bantul.
Untuk reservasi dan keterangan lebih lanjut, bisa mencoba menghubungi CP
Mas Riza: 087838268776