Masih Menjaganya

Kamis, Juli 03, 2014

“Ketika nahkoda kapal memutuskan lepas setir, maka aku juga harus turun dari kapal agar tak ikut karam semakin dalam”.

Adalah dia Sang Nahkoda kepercayaanku, yang jadwal berlabuhnya kutunggu-tunggu sejak lama. Kemudian di hari bahagia di bulan Oktober, Dia mengajakku menaiki kapal dengan dia sebagai Nahkodanya.

Betapa kita sebagai partner yang baik. Saling melengkapi, saling mengobati sakit dan kelelahan, saling bertatap senyum, saling menangis dan menenangkan, bergandeng erat, erat dan semakin erat.


Keluargaku, teman-temanku diajaknya menaiki kapal yang sama. Kita dibawa di suasana yang sama. Suasana cinta.

Bertahun-tahun sampai urutan tahun ke-empat kita berkeliling, menjelajah, menghadap badai, ombak tinggi, benturan gunung es atau terkadang mengembangkan layar ketika angin bersahabat.

Terkadang kita memegang perut masing-masing menahan lapar. Mengusap keringat dengan tangan bergantian. Bersahut-sahutan bernyanyi, atau terkadang menandingi gemuruh ombak dengan tawa kita.

Sejauh dan selama itu kita menjadi partner yang baik.
Sebesar itu pula aku mempercayainya sebagai nahkoda satu-satunya.
Dia teruji melewati apapun.
Dan aku berharap dia akan mengantarku pulang dengan tangan bergandengan.

Di titik lelahnya, dia memutuskan lepas setir. Mungkin itu adalah tumpukan kelelahannya, keputusasaannya ketika kapal kami tak kunjung bisa dibawanya pulang ke rumah.

Kita seperti tak punya arah. Terombang ambing mengikuti arus air dan angin. Kita mengikutinya tapi tak kunjung menemukan arah pulang.

Terkadang aku lelah, dia lelah, kita lupa caranya saling menguatkan.
Di titik bingung, di titik lelah, aku berusaha menepuk-nepuk pundaknya

“Ayo kita bisa, kita harus berusaha bersama-sama. Jangan lelah menemukan jalan kita”.

Sekuat-kuatnya dia sebagai nahkodaku,
Yang berjuang bertahun-tahun bersamaku,
Dan sekuat-kuatku meyakinkannya,
Ternyata semua itu tak cukup mampu.

Dia melepaskan setirnya dengan kata-kata ikhlasnya..
Dia melepaskanku untuk turun kapal.

Katanya itu demi keselamatanku,
Demi kebahagiaan dan kebaikanku…
Aku terdiam dan menatapnya,
Dan dia tetap menyuruhku untuk turun.

Dia mengantarkanku ke tepian pelan-pelan dan sempat menggandengku unutk turun.
Seraya berbisik:
“Semoga kamu akan menemukan nahkoda baru, nahkoda yang jauh lebih tangguh dariku”

Kata yang sepertinya bijak tapi sungguh melukaiku.

Aku menepi menatap laut,
Membiarkannya kembali berlayar tanpaku…

Aku masih di tempat yang sama dengan hembusan angin yang mengeringkan lukaku..
Masih sulit menerima nahkoda baru…
Atau memang belum waktunya,
Karena, ketika banyak kapal yang berhenti hendak menawariku berlabuh,
Hatiku seperti masih tulus menjaga,

Menjaga ini…

Terima Kasih Sudah Berkunjung

2 comments