Pagi Berkabut di Gunung Kendil Magelang

Senin, Desember 21, 2015

Selamat datang musim penghujan,
Selamat ku ucapkan kepada ranting-ranting kering, daun-daun meranggas yang kini bersemi kembali. Selamat kepada daun kecoklatan yang kini menemukan sejuk hijau.
Selamat datang kepada embun dan kabut pagi yang menambah syahdu sejuk fajar.
Selamat kepada pucuk-pucuk daun penampung embun yang siap jatuh cinta kepada tanah basah.
Selamat kepada pelangi penghias langit, pendamping gerimis.

Uforia musim penghujan yang atmosfernya terkadang menyindirku secara tersirat.
Kapan kamu bersemi? 
Kapan perasaanmu tumbuh lagi? 
Apakah kamu masih sibuk memunguti daun-daun kering yang jatuh?
Bernafaslah, dan temukanlah.


Desember penghujung tahun 2015, aku masih punya hutang janji dengan sahabat.
Sahabat karib yang sudah seperti saudara sendiri. 
Tujuh tahun sudah mengenalnya dari jaman kuliah sampai kini masih lancar jaya saling contact dan bertatap muka.
Kita pernah membuat janji:

“Sebelum menikah, kita sesekali harus saling gentian menginap di rumah masing-masing”

Sampai saat kemarin, janji itu belum terpenuhi, sedangkan dia sudah 2x nginep rumahku.
Aaaaa yang namanya hutang adalah hutang dan weekend ini hutangku ditagih deh :p
Iyadeh aku nginep tempatmu, tapi jangan lupa dijak kemana-mana *syaratku*

Deal…

Sabtu jam 10 pagi  sudah ada di atap yang sama.

Minggu pagi utuk-utuk, jam 4 pagi aku sudah semangat bangun, mandi, selesai ngepas sama adzan subuh. 
Nah yang punya rumah? malah masih nyenyaknya tutupan selimut. Hih.
Melihat dia tidur seperti itu aku malah semacam dihipnotis untuk kembali membentangkan selimut 

*padahal udah mandi*

Akhirnya jam 5 baru bangun deh, beres-beres sebentar, terus kita siap-siap berangkat.
Sebelumnya, kita mampir ngisi bensin perut dulu: bubur ayam di depan LARIS Muntilan. Recemended deh pas dingin-dingin bubur ayam sama teh anget. Cocok.

Kalian tau kita mau kemana?
Kita mau nyari yang berkabut-kabut. Haha.
Iya karena berburu sunrise di musim penghujan adalah sebuah mitos besar.
Yasudah kita cari yang berkabut-kabut aja kaya perasaanmu :p
Awalnya, kita mau menuju Puthuk Mongkrong.
Aaa ternyata jalannya lagi ditutup. Maka kita mengarahkan jalan kepada papan petunjuk

“Bukit Gupak’an (Gunung Kendil)”

Dimana rute jalannya?

Kita bisa menempuh jalur sebelah selatan Candhi Borobudur à Jalan Badrawati à lurus terus sampai menemukan perempatan saganan (Desa Tuksongo) à Belok kanan à Lurus sampai menemukan Balai Desa Karanganyar à Perempatan à Belok kiri à Lurus sampai menemukan Balai Desa Giritengah à Belok kanan à Lurus saja menyusuri jalan beraspal yang mulai menanjak, menyempit,  hingga sampai jalan kecil dengan jalan bercor à Sampai ujung ada pertigaan sehabis tanjakan kemudian jika mau ke punthuk mongkrong kita ke kanan, itu lurus saja. Ada petunjuk jalannya kita ikuti saja.

Jalannya meliuk-liuk, menanjak, sempit ditambah licin karena masih basah habis hujan.
Hari itu, aku pake rok pula… duh penyiksaan sama yang boncengin ya? Berat sebelah haha.
Maaf nggih?

Tidak jauh dari papan petunjuk “Bukit Gupak’an (Gunung Kendil), sampailah kita kepada parkiran.
Berjalan kurang lebih 1 menit dari parkiran,
atau setengah menit jika ditempuh dengan berlari :p sampailah kita kepadanya.

Tempat syahduu di atas awan (baca: kabut)


viewnya ditemani gagahnya 2 gunung entah apa namanya :) 



Pagi itu, pengunjung tempat itu hanya kita. Iya, hanya kita berdua saja di tempat seindah itu.
Duduk, kemudian melihat sekeliling. Lamaaa melihatnya *sepertinya saya gumunan*




Di tempat ini juga dibangun semacam gubug-gubug tempat berteduh ketika matahari mulai menyengat atau ketika gerimis manis.






Setelah Kali Biru mulai ngehits beberapa waktu yang lalu, muncul dimana-mana wisata-wisata alam semacamnya.
Iya, model-model konsepnya pakai rumah di atas pohon gitu.
Puthuk Setumbu, Mongkrong, atau di Bantul punya Hutan Pinus yang dibuat serupa...
juga Puncak Becici sebagai ikon "kalibiru KW" yang dipunya Bantul.

Di Gunung Kendil ini, juga disediakan sekitar 4 pohon yang ada rumah bambunya.
Jadi kalian tinggal milih aja sih mau manjat yang sebelah mana.

Kalau lihat yang tinggi-tinggi terakses gitu, jadi tergoda buat manjat-manjat.
Kalau belum seperti itu sih belum afdol kataku :p



Jika sudah sampai atas, kamu bisa ngrasain angin pagi sepoi, atau hijaunya kanan, kiri, bawah, sampingmu.








Tidak terasa matahari sudah menyengat kulit, kabut yang sedianya menutupi setiap pucuk pohon, kini sudah beralih entah kemana.
Pengunjung lain sudah mulai berdatangan. Kita harus segera bergegas meninggalkan tempat ini.


ini tempat parkir dikelola oleh warga
 Sedikit tips jika ingin mengunjungi tempat ini:

- Hati-hati, jalannya masih sempit, menanjak dan licin jika hujan turun.

- Bensin motor full, karena masih jarang ditemukan penjual bensin eceran di sekitar sini.

- Bawa bekal yang cukup

- Buang sampah pada tempatnya

- Jangan lupa bersikap ramah, sopan kepada warga sekitar, atau kepada siapapun yang kamu temui di    jalan.

Penduduk sekitar sana benar-benar super ramah-ramah. Jangan pernah ragu untuk sekedar bertanya jika ragu-ragu atau bingung dengan akses jalannya.


Jika kalian sudah menemukan spanduk ini, berarti kalian sudah dekat dengan parkiran.




Habis ini,
terlalu sayang untuk memutar arah motor balik ke rumah. Ah masih terlalu pagi deh ya?
Ayoo kita ke Gereja Ayam saja yukkk :p

Gereja Ayam

Kalian pasti sudah tidak asing dengan ini. Iya, potonya sempat bersliweran kemana-mana di medsos.
Bangunan berarsitektur tua yang berbentuk ayam.

Letaknya dengan Gunung kendil agak bersebrangan. Artinya bukan searah.
Akan tetapi, karena sang tuan rumah pingin memanjakan tamunya, maka apapun akan dia lakukan :*

Gereja Ayam ini ternyata letaknya di atas bukit.
Dari parkiran, kita harus berjalan kaki jauhhh menanjak sekitar 250m.



Begitulah, jalan terus menanjak dengan aliran deras keringat.
Setetes menjadi seteguk air putih sungguh berarti, semacam pertemuan kita memecah bekunya rindu.

Nofela sampai pusing cenut-cenut gitu ya kepalanya... gara-gara kecapean jalan nuruti aku.
Santaiii darl, hari ini akan berlalu dan ospekmu akan usai juga kok ya :D


Kalau bentuk poto mainstreamnya sih gini ya?




Tetapi kalau kurang greget, kalian bisa cobain sensasi masuk ruangannya, kemudian naik meniti tangga sampai mahkota ayamnya.
Yeayyyyyy sampaiii....



Di atas sini, pas cuaca cerah cerih, kamu bisa melihat Candi Borobudur dari kejauhan.
Melihat Puthuk Setumbu, melihat perbukitan hijauu...

Pas masuk gereja ini, ada mbak-mbak yang nungguin.
Kata beliau, sebenarnya ini bukan gereja lho, tapi rumah doa.
Jadi dulu tempat ini dijadikan tempat berdoa. Sampai saat ini, jika ada pihak yang mencoba menghubungi untuk menggunakan tempat ini juga masih bisa.

Untuk masuk di tempat ini, dipungut retribusi atau semacam uang untuk perawatan sebesar @ Rp.5.000,-

Jangan tambahi dinding-dindingnya dengan coret-coretan itu ya? sayang banget :( sana-sini sudah banyak corat-coret. Mbok ya disalurkan pada tempatnya kan bisa kan? bukan dengan cara merusak?

Weekend di Bulan penutup tahun 2015 yang oke :D
Sukaaa....

Dear: Nofela, terimakasih atas perjalanan panjang namun singkat ini.
Semoga menjadi sepenggal cerita bagi kita sebelum kita masing-masing menikah :p

Kamu udah tak buat capek-capek jalan, nyetirin motor muter-muter kemana-mana makasih yaaaa
Maaf juga mengganggu quality time with u'r boyfriend in saturday romantic itu :p

Work Hard Play Harder

Jangan khawatirkan aku, karena jika aku masih punya waktu untuk menulis, itu artinya aku masih sangat bahagia :) 

Terima Kasih Sudah Berkunjung

1 comments