Sekilas Senja Jingga di Pantai Cemara Sewu Bantul
Sabtu, Maret 26, 2016
Siapa yang tidak menyukai senja?
Bahkan sepanjang perjalananku sepulang
kerja selalu memperhatikannya meskipun arahku membelakanginya.
Terkadang jika kita sejajar, aku lirikkan mataku ke arahnya sekedar mengecek
bagaimana keadaannya sore itu.
Apakah tenggelam dengan nyenyak? Ataukah berselimut awan hitam?
Aku menyukainya meskipun jarang kutunjukkan secara terang-terangan.
Lebih seringnya kunikmati senja habis di sela perjalanan pulang.
Seperti beberapa hari belakangan, senja selalu menutup diri dengan awan
mendung. Begitupun sore ini.
Niatku untuk mengiringi tenggelamnya tiba-tiba menjadi samar-samar, tidak
seyakin ketika jam 3 sore tadi.
“ah, mendung”
Aku kembali meluruskan badanku yang seharian pegel berdiri.
Mengecek notif hp dan terdapat
pesan singkat meminta kepastianku untuk menemaninya nyunset sore ini.
“mendung, gludag-gludug” balas
singkatku yang masih bertanda belum dibacanya.
Tiba-tiba dia datang dan menjemputku pergi.
Apa yang bisa dinikmati dari langit mendung jam 5 sore? sedangkan gas
terus ditarik ke arah selatan.
Ya, bisa ketebak spot mana yang biasa digunakan orang-orang mBantul untuk
sunsetan?
Sengaja ke deretan Parangtritis dan kawan-kawannya sehari sebelum Jogja Air Show.
Sore itu menjelang long weekend, kawasan Gumuk Pasir Parangkusumo sudah sesak penuh dijejali kendaraan roda dua dan roda empat berplat lokal maupun luar daerah.
Aku memperhatikannya dari jalanan, merasa agak aneh dengan berbagai
atribut yang disematkan di area gumuk pasir itu.
Ada ayunan couple, ada tulisan
“Gumuk Pasir” besar terbentang berwarna kuning dan merah; ada yang seperti panggung
dari bambu yang diberi akses tangga untuk naik; ada bentuk Love bunga-bunga
yang tengahnya bolong. Apalah itu
semua?
Bagiku sedari dulu, di gumuk pasir itu cukup dengan keberadaan miniatur ka’bah yang biasanya digunakan untuk latihan manasik haji yang diselang-selingi cemara udang pun sudah cukup menawan.
Mungkin gumuk pasir juga ingin mengikuti perkembangan zaman. Mengikuti kebutuhan
anak-anak hits zaman sekarang. Iya, mungkin begitu.
Lamunanku jatuh kepada sepasang couple
yang hendak prewed menjelang senja.
Gaun putihnya yang tak henti terhempas angin dipegangnya erat-erat dibantu
prianya. Senyumnya merekah, semangat tim potograpernya pun tak kalah.
“mbak kita mau kemana?” tanyanya tiba-tiba.
“stop, itu gapura apa?” jawabku spontan
Beberapa meter arah ke barat dari Gumuk Pasir Parangkusumo, terdapat
gapura di selatan jalan yang menunjuk nama suatu pantai. Nama Pantainya masih
asing bagiku.
“Pantai Cemara Sewu”
“Ayo kita coba masuk sana saja, aku belum pernah” saranku membujuknya.
Sepakat kita arahkan kendaraan kita memasuki gapura. Jalannya berbentuk
lorong agak gelap sejuk karena dipenuhi payungan cemara yang kanan-kirinya
membentuk atap sejenis kanopi.
Aaa parkirannya masih sepi. Hanya terlihat beberapa pasangan yag bermain
ayunan di sekitar parkiran pantai.
Di dekat parkiran, terdapat satu-satunya warung menyediakan berbagai
snack, mie rebus, dan minuman yang pengelolanya semuanya adalah laki-laki.
“mas, ini pantainya lumayan baru ya? dibuka sejak kapan e?” tanyaku
kepada mas parkir yang bergegas mendekati kendaraan kami.
“sekitar 2 bulanan yang lalu mbak” jawabnya tersenyum.
Sejenak mengamati keadaan sekitar, agak tidak percaya
bahwa mitos pantai di Bantul panas dan gersang sirna sudah sore ini.
Terdapat berjejer cemara muda hijau subur merapatkan barisannya ke sisi timur
dan ke barat.
Sekarang, enggak usah jauh-jauh ke Pantai Goa Cemara atau Pantai Baru untuk
menikmati rimbunnya cemara udang. Di pantai Bantul sebelah timur sudah ada :p
Semakin kucepatkan langkah kaki menuju selatan.
Pantai ini masih sepi, sangat kontradiksi dibandingkan tetangganya ada
Pantai Parangtritis dan Pantai Depok.
Meskipun pantai ini terhitung dekat lima langkah dari rumah, namun apalah
daya jika jam 5 sore lebih kami baru berangkat.
Senja sudah akan segera berpamit:
Di pantai ini, terdapat beberapa gazebo beratap daun yang siap meneduhkan
pengunjung dari terik. View ke arah timur Pantai Cemara Sewu adalah tebing
ujung timur Pantai Parangtritis.
Sebelah barat adalah ruang selo
yang siap melukiskan langit jingga ketika sunset tiba.
Di luar prediksi awalku. Dari dulu aku sedang mencari-cari jodoh eh hamparan rumput matahari seperti ini di sepanjang pantai
selatan, tapi tak kunjung ketemu.
Eh ketemunya di sini lho:
Ati-ati nggih? karena bunganya runcing-runcing semacam duri |
Kunjungan ke-2 pas rumput mataharinya mulai menua:
Dulu, ketika aku masih kecil sering diboncengin bapak nyepeda ontel ke pantai. Pulangnya bangga banget kalau bisa bawa pulang rumput-rumput matahari gini buat dipamerin ke tetangga *masih bocah aja udah suka pamer*.
Dulu, ketika aku masih kecil sering diboncengin bapak nyepeda ontel ke pantai. Pulangnya bangga banget kalau bisa bawa pulang rumput-rumput matahari gini buat dipamerin ke tetangga *masih bocah aja udah suka pamer*.
Hmmm rasanya pingin nostalgia lagi buat bawa pulang yang sudah kering.
Sayangnya di sisi timur ini rumput mataharinya baru pada bersemi muda.
Musti sabar nungguin ini kering kemudian berterbangan bergulung-gulung bertikar hamparan pasir.
Oh ternyata di sisi barat, rumput mataharinya sudah agak mendingan tua,
sebagian sudah terbawa angin sore itu.
Berasa apa gitu -- |
Karena pantai yang relatif baru, pengelolaan sampahnya belum terlalu mapan. Di sepanjang bibir pantai masih ditemukan beberapa sampah yang belum terjamah. Semoga keberadaan tempat sampah di area pantai bisa diperbanyak, mengingat potensi yang apik dari pantai sepi nan asri ini.
Apa sih fasilitas yang sudah tersedia di Pantai Cemara Sewu?
Fasilitas: warung, tempat parkir, gazebo.
Kekurangannya:
Keberadaan tempat sampah yang masih minim.
Retribusi masuk: Rp.0,- (Include TPR pantai Parangtritis) kalau aku gratis sih :p
Parkir: Rp.3.000,-
Hanya terdapat kurang lebih sepuluhan pengunjung di pantai ini. Sebagian dari mereka sibuk mengambil beberapa jepretan gambar, atau beberapa juga sedang quality time bersama pasangan.
Di pinggiran pantai, terdapat ayunan semacam ini. Sepiii ga ada yang
menggunakan.
Kayanya dia juga ngode aku sih buat main ayunan di sana, tapi ayunananya couplean males ah..
Awak tanpa penumpang |
Di ujung senja, bersama rumput matahari kering |
Di langit ada lukisan defibilator garis naik-turun kaya ...... |
Senja jingga sore ini, aku menyaksikan kembali singkatnya kepergianmu.
Biarkanlah pergi, jika saatnya kembali juga akan kembali. Jika selamanya pergi Allah akan mengganti.
Maafkan aku, selama ini sibuk menulis deretan pantai kabupaten tetangga.
Haha. Aku tetap padamu Bantul Projotamansari :*
18 comments
Jangan" kamu jauh" nyari kemana aja, baliknya ya ke tanah kelahiran sendiri..
BalasHapusEhh
Ini berlaku untuk jodoh enggak yaaa wkwk 😂😅
HapusYa itu maksud saya..
BalasHapusBisa jadi bisa jadi
Aamiin semoga deket...dekat...deket banget
Hapusselalu suka senja
BalasHapusApalagi bisa menikmatinya secara khusyu :)
Hapussenjanya bagus bangeeet..
BalasHapusitu bunganya cantik tapi berduri ya. kayak..
Bagus dong bagus 😊 alhamdulillah.
HapusJadi berduri kaya apa mas gal? Terusin dong ah nggantung --
Itu yang berduri biasa aku gunakan buat balapan. Coba aja taruh dipasir, bakalanlari; kayak lari dari kenyataan.......
BalasHapusAyoo balapan pake itu...iya seru kaya e malah ga kepikiran. Haha.
HapusMas sitam baperan :p
mungkin kemarin belum move on jdi masih sibuk nuLis pantai tetangga...uupps
BalasHapusAaaa hora yoo :p asemik pisan komen langsyung jleb
HapusJadi kangen rumah sepertinya :)
BalasHapusFix, pulang mas... :)
HapusKomenku sik kapan kuwi ra mlebu yak.
BalasHapusEnggak ada komennya mbak aqid...ga masuk mbak :p
HapusAku mauk pepotoan di rerumputan situuuu. Kapan curhat malan lagi di rumahmu, mbaaak
BalasHapusada juga toh tanaman yang namanya rumput matahari, saya baru tahu, thanks informasinya..
BalasHapus