Tiba-Tiba sampai Gunung Gentong Gunungkidul

Senin, April 18, 2016

Tapakan-tapakan langkah kecil di batuan hitam Gunung Gentong
Ada teman yang mendadak kangen ngajakin ketemuan. 
Terakhir pergi sama dia itu adalah ketika  ke Jumog beberapa bulan yang lalu. Yaa, dia adalah Nofela.
Janjian sama dia selalu spontan tanpa rencana karena biasanya  nanti inspirasi akan datang ketika kami sudah ketemu.
Baiklah, setelah dia dengan setianya menunggu kabar “otw” dariku, mantap ku tekan tombol enter yang mengabarkan bahwa aku sudah berangkat dari rumah.
Kalau biasanya kami punya tempat-tempat favorit untuk biasanya makan, atau apa, nah kali ini kami memilih untuk ketemuan di Stasiun Lempuyangan.
Apakah kita akan ke Solo lagi? Bukan dong, kita mau motoran selow~ muter-muter jogja.

“Ini kita mau kemana?” tanyanya menarik gas motor sambil agak noleh ke belakang.
“Gimana kalau wisata candi?” jawabku sambil merayu :p
“Baiklah” jawab singkatnya menyetujuiku

Sebenarnya, ada cinta belum kesampaian yang sampai detik ini memang belum kesampaian; ke Candi Plaosan. Ada yang mau ngajakin? *eh

Kendaraan terus melaju agak kencang melewati  Jalan Solo yang siang itu panasnya bukan main.

“Cek rute Gedang Sari via Klaten dong” requestnya secara tiba-tiba

Langsung ku ketik beberapa keyword di layar hape.

“ini ketemu… bentar ya tak screenshot dulu”

***

Jadi ceritanya kita ganti planning di tengah-tengah jalan.
Ke Candi Plaosan pulangnya saja nanti, terus sekarang kita mau menuju Gedangsari. Oke.
Berbekal selembar screenshot yang arahnya masih membingungkan didukung dengan minimnya papan ijo petunjuk sepanjang perjalanan, sampailah kami kepada batas Gunungkidul-Sukoharjo.
“Waaa terus mana arahnya?”
Keadaan ini mengharuskan kami untuk segera menghampiri ke arah beberapa bapak-bapak yang sedang asyik ngobrol  sambil ngeteh di kursi-kursi angkringan.

“Pak, mohon maaf ini benar arah menuju Gedangsari?”
“Waah, kebablasen adoh mbak… ini Ngawen, mbaknya udah kebablasen 20 km”

Jawaban singkat beliau sungguh  mampu sekali meluluhlantahkan semangat kami *prakk, krompyang*
Kesasar 20 km?
Duh, Bapaknya bisa aja; 20 km udah bisa kembali ke Lempuyangan kali ya?

Akhirnya ada salah satu bapak-bapak di situ yang menawarkan diri berkenan mengantar kami ke arah Gedangsari, sekalian beliau mau pulang ke rumah.
Kami mengikuti angkot kuningnya dari belakang dengan sabar,  kemudian sampai berhentilah kendaraan kami di tugu putih yang letaknya persis di tengah jalan pertigaan.
Jangan tanyakan itu daerah mana, karena sungguh aku sangat buta daerah ini.

Beliau menjelaskan beberapa hal mengenai arah rute dan keadaan medan jalan yang akan kami lewati menuju Gedangsari nantinya.
Setelahnya, kami saling mengucapkan salam dan terimakasih.

Perjalanan sudah menunjukkan titik terang, beberapa papan-papan kecil sepanjang jalan yang mengarah kepada Gedangsari sudah kami lihat di pinggiran jalan.
Memang benar kata bapak-bapak tadi, jalan yang kami lewati menanjaknya luar biasa. Gigi motor dioper pol di gigi satu saja.
Tanjakan liukan itu berlangsung lama, karena melaluinya kami dibawa di keadaan yang lebih tinggi diapit sawah hijau dan jurang curam.
Terkadang berhenti di pinggiran jalan yang agak lapang, kami memperhatikan cekungan hijau yang dipenuhi hamparan sawah serta pepohonan, sisa atasnya adalah hamparan birunya langit.
Terkadang jika memandang sejauh-jauhnya seperti sedang memandang laut lepas, kolaborasi cantik putih kabut bercampur biru langit.
Istirahat sebentar seperti itu terkadang lumayan ampuh untuk mengobati kakunya tangan menahan gas motor.

Perjalanan kami hari itu sungguh penuh dengan kenyasaran dan serba gamang. Belajar dari pengalaman sebelumnya, sepertinya kami merasakan beberapa firasat nggak enak itu lagi.

Kami kembali turun dan bertanya kepada warga yang kebetulan kami temui saat itu.

“Kami nyasar lagi, karena rute ke Gedangsari ternyata sudah terlewati” yaaa itulah intinya.

Dengan keyakinan yang tinggi, kami melanjutkan perjalanan kembali. Yakin bakal ketemu tempat lain yang entah mana. Yakin saja akan ketemu yang indah-indah. “Sik Penting Yakin”

Sekotak baner yang berukuran besar di pinggir jalan mengusik perhatianku untuk menepuk pundak Nofela.

“Gunung Gentong”


Petunjuk awal

langsung masuk gapura itu yaa
Ayoo ke sana…
Kendaraan kami mengarah kepada gang bercor blog tak begitu lebar. Menurut papan petunjuk itu, kami akan menempuh perjalanan sekitar 1-2 km lagi.
Meskipun jalanan masih didominasi tanjakan dan gronjal-gronjal dan kadang bergelombang, ada banyak pemandangan yang menjadi semacam: seteguk air di kehausan.
Suasananya sungguh masih khas perdesaan, beberapa rumah-rumah penduduk menggunakan serba kayu untuk dindingnya. Di sepanjang pinggiran jalan juga terdapat hamparan sawah dengan beberapa aliran air berdampingan bersuara gemericik.
Semua itu sungguh menggoda iman kami untuk sejenak turun. Menyapa mereka dari dekat.
Menapakkan kaki langsung kepada batu besar gunungan hitam yang menjaga irigasi.

Dengan sesekali berjalan, kamu akan lebih dekat dengan tapakanmu

Sepanjang perjalanan, akan sering ditemui penjagaan batu hitam raksasa seperti ini
Keberadaan pohon yang batang utamanya diikat dengan kain putih yang tumbuh di tengah-tengah pertigaan jalanan memberikan tambahan petunjuk kembali. Petunjuk bahwa 200 meter lagi kami sampai ke Gunung Gentong.
Dan semangat kami kembali naik setelah melihat petunjuk “selamat datang ke Gunung Gentong”

Tibalah kami kepada jalananyang permukaannya tak lagi bercor lagi. Jalanan tanah dengan kolaborasi batu-batu kecil.
Tidak  ada petunjuk apapun di sini kecuali feeling dan hati nurani *eh.
Sedangkan keringat kita sudah lumayan banyak mengalir semacam menganak  sungai.

“Mbak, motornya di taruh sini saja”
 suara ibu-ibu yang sedang mencari rumput di bawah mengejutkan kebingungan kami.

“Oh, aman kan bu?”

“Aman” jawabnya senyum meyakinkan kami.

Beliau juga menunjukkan arah jalan setapak menuju Gunung Gentong.

Jalanan setapak menuju Gunung Gentong
Jalanan itu masih sepi-sempit. Pinggirannya masih ditemui beberapa gerombolan rimbunnya pohon bambu yang daunnya terkibas-kibas angin.
Di ujung jalan, kami disuguhi anakan tangga yang tak terlalu mengular.

Anakan tangganya
Kita harus melewati tangga ini untuk menjangkaunya lebih dekat lagi.
Tangga ini sungguh unik, batuan asli atau entah semen yang permukaan hitamnya sudah terselimuti tumbuhan hijau dan lelumutan ditumpuk rapi berundak-undak.
Menapakinya dengan paket panas di tengah siang hari bolong memang butuh dukungan senyum kamu. Paling tidak, bisa menjadi pengganti balok-balok es batu yang bisa menyeka panas ini. *eaaak
 
Pucuk tangganya
Sampai juga kepada pucuk tangga, dan tidak ada akses tangga lagi untuk ke atas.

“Ini gimana naiknya jal?” kami saling bertukar senyum tipis sambil nyengir.

Sebentar kucari petunjuk tapakan aman di batu raksasa itu, sampai menemukan cekungan tak terlalu  curam di sisi selatan.

Pijakan pertama untuk naik
Lumayan bisa buat napak kaki, daripada batu besar sebelumnya kemiringannnya hampir 60 derajat.
Jangan lupa hati-hati, pakailah sandal gunung atau sepatu yang mendukung.

Yaa, siap naik

Melipir, kenalan mencari rute


haiiii
Pastikan pijakan dalam keadaan aman, tidak licin serta tidak rapuh ya?
Dengan meminimalkan pandangan ke bawah, aku meniti sedikit demi sedikit batuan besar itu.
Alhamdulillah bisa, sedangkan Nofela masih di bawah.
Dia memang phobia ketinggian. Meskipun kurayu seperti apa, dia bersikukuh tak mau naik.
“Pokoknya enggak mau, lagian tidak ada pengamannya biar safety”  katanya dari bawah.

“Tak tinggal sebentar kalau nggak mau naik ya?”

Dia mengiyakan. Nofela lebih memilih mengambil beberapa angle foto di bawah.

Aku terus naik didorong rasa penasaran yang berkepanjangan.

Hamparan hijau terasiring

Sawahnya seperti semacam karpet. Luasss hijau, dan menenangkan.

#1

#2
Bisa dicek videonya di:



Sampai atas, anginnya semakin semilir. Terdapat dua gubug sepertinya difungsikan sebagai gazebo gardu pandang. Ketika kamu mendudukinya dan melempar pandangan ke arah depan, hamparan hijau berundak undak ini akan menyambutmu dengan senyuman.

Sayangnya aku hanya sebentar saja di atas ini, Nofela masih di bawah menungguku dan aku harus segera turun kembali.
Aku kebingungan bagaimana caranya untuk turun. Haha. Agak ngeri turunnya e…

Pelan-pelan...

Hati-hati...

Dan terimakasih masih menungguku di bawah

Alhamdulilah bisaaa kembali ke bawah dengan selamat dan sepertinya kami harus bergegas pulang.

Bergegas pulang menuruni tangga

Mengingat datangnya hujan di Jogja seringnya adalah sore hari menjelang petang, dan apesnya  mantolku ketinggalan.
Perutnya juga sudah krucuk-krucuk minta diapeli sama makan. Iya, fix kita harus segera bergegas pulang.
Oiya, sempat terkaget-kaget setelah tahu rute Gunung Gentong via Jalan Wonosari. Yaaa kami pulangnya lebih memilih menempuh rute Jalan Wonosari dan ternyata lebih dekat sekalii.
Hanya lewat pertigaan nglipar lurus ke timur, tau begitu daritadi saja ya lewat sini :p

Radar dan alarm kelaparan kami di siang itu mengantarkan kami ke sebuah warung makan “bukit bintang KW” di sekitaran Pandeyan.

Pas nasi gorengnya belum dateng sih :p
Nasi Gorengnya tetep belum dateng, hmmm

Kebiasaannya adalah minum habis, setelah itu makanan baru datang

Maaf kupegang erat-erat es-es-es
Aaaa yang paling penting adalah: “bahagiaa kalau sudah ketemu sama: es”.
#SukaEs #CintaEs

Ceritaku hari ini mengingatkanku kembali pada sesuatu: bahwa kenyasaran kepada orang yang salah mungkin juga bagian dari seninya perjalanan. Mungkin memang Tuhan sedang menyiapkan tempat yang paling indah yang tak pernah kau duga-duga sebelumnya sebagai tempat tinggalmu seumur-umurmu. Kurangi suudzan sama Tuhan ya?

#HikmahKesasarMendadakBijak

Gunung Gentong, Gunungkidul:

Alamat: Padukuhan Manggung, Desa Ngalang, Kecamatan Gedangsari, Gunungkidul 

Koordinat GPS: S7°51'17"  E110°34'25"

Retribusi masuk: -

Parkir: -

Terima Kasih Sudah Berkunjung

29 comments

  1. Uhuk udah sampe Gunung Gentong, kapan sa pe pelaminannya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saiki mundak e gitu e pertanyaannya? Oooowoo doakan mas doakan yaa

      Hapus
  2. mbak nofela naik gunungnya kok pake sandal crocs/. nanti jatuh lho. *pegangin* *hatinya* *hloh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selalu gagal fokus :p
      Kan tadinya mau jalan-jalan jogja mas gal jadi pake sendal seadanya

      Hapus
  3. Keren banget emang Gunung Genthong. Pasti terinspirasi dari perjalanan "si dia" yg habisa dari sana ya? :p #teteup

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terinspirasi banget sama perjalanannya reza insanwisata teladan kita semuaa

      Hapus
  4. Keren banget emang Gunung Genthong. Pasti terinspirasi dari perjalanan "si dia" yg habisa dari sana ya? :p #teteup
    (2)

    BalasHapus
  5. Wahh. Ijo bener. Kalau pas ijo gini bagus. Harusnya mba ke Watu tumpang juga. bagus tuh.
    Btw, itu balihonya, foto2nya semua punyaku lho. Hahhaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Watu tumpang sebelah mana? Lhaa aku aja ke sini kesasar sasar hehe.
      Insanwisata bikin video di sini kayanya menarik deh, secara videonya bagus bagus semua

      Hapus
    2. Parah. belum lihat videonya po? huu telat kamu. haha. nihh

      https://www.youtube.com/watch?v=KqtLZeZ21_U

      Hapus
  6. Foto pertama bikin ngilu, takut aja jatuh ihik ihik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jatuh hati gapapa mas, asal bertanggung jawab aja deh :)

      Hapus
  7. Huaa sepatuku ga pas banget itu..
    Tapi malunya aku ga brni naik, ngisin"i uhh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan sudah dibilangin, kalahkan rasa takutmu haha :p
      Nunggu ada yang nggendong naik gitu?

      Hapus
  8. Beeuughhhh....., tempatnya benar-benar mengasyikkan, apalagi dipandang dari tempat yang paling tinggi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, selamat berkunjung dan mencoba naik yaaa
      Nikmati pemandangan ijo ijo dengan angin sepoi sepoinyaa

      Hapus
  9. Wiih, nice artikel sist mengenai Gunung Gentong. Yuuuuk, mampir dan camping ke utara Gunung Gentong, masih di Kecamatan Gedangsari :)
    Namanya Gunung Tugel/Bukit Cabaan dan Green Village Gedangsari :)
    Follow dan tag @exploregedangsari ya :) agar kami bisa repost photo kecenya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah tak followback mas... itu gunung tugel sebelah mananya? Ga kalah kece juga pemandangannya yaa

      Hapus
  10. Wiii mbak e petualang tenan, hahaha :D

    Cocoklah.nama dusunnya ngalang, ini yg jalan tembus ke klaten itu kan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waa ayo ke sana lagi mas... sepertinya banyak gunung gunung rendah lainnya e...
      Iya, ngalang yang tembusannya klaten

      Hapus
  11. keren banget tempatnya mba...kapan2 ane maen ke sono ah

    makasih share nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mas... iya memang keren kok viewnya. Rencananya tempat ini mau dikembangkan lagi... selamat berkunjung mas

      Hapus
  12. Wah bagus-bagus pemandangannya.. kapan ya bisa kesitu ? :D

    BalasHapus
  13. ngeri juga ya tangganya kok gak sampai atas, mana tinggi pula, butuh keberanian yang tinggi untuk menyusuri nya..

    BalasHapus