Sunrise Berlaut Kabut di Hutan Pinus Mangunan Dlingo

Kamis, Juni 16, 2016


Pagi Ramadhan,
Jika kemarin Jogja sempat dilanda kepanasan dan kesumukan bukan main, Alhamdulillah Ramadhan dihadirkanNya  dengan kesejukan.
Hujan rintik-rintik di kala malam, hawa dingin ketika pagi, panas yang tak terlalu, atau angin semilir yang terkadang hadir adalah salah satu nikmat Tuhan yang sengaja dihadirkan di Ramadhan.
Begitupun bahasan mengenai pagi ini, ketika aku sedang terheran-heran dengan sikap salah seorang teman yang berperilaku tak seperti biasanya. Kiki, ya dia tetangga sepantaran yang masih lumayan sering mengontakku atau ketok-ketok pintu.
Dari malam, dia chat tentang rencana esok pagi. Padahal nii, padahal…
setiap aku ajakin dia menantikan sunrise misalnya, jawabannya adalah: “males e”
atau jika mau ngajakin dia pergi harus memenuhi beberapa persyaratan, termasuk mengenai: “ada sinyal enggak tempatnya?” * ya mana tau* , iya maklum soalnya kalau nggak ada sinyal nanti dia ada yang nyariin. Aku mana peduli dengan sinyal ketika sudah mengasingkan diri di tempat tertentu?

***

Tepat ba’da sholat shubuh dia sudah berada di teras rumah.

“Semangat bener ga kaya biasanya, aku  jadi curiga”.

Aku tau apa yang dia mau? Dia pingin ke Hutan Pinus Mangunan.
Gantian kujawab: “males ah mainstream banget e”
Tapi melihat semangatnya yang sebegitunya, aku luluh juga. Disamperin, dijemput, diboncengin jadi sih ya ayoo aja aku mau.

Baik, kita sepakat  memutuskan untuk menuju ke Hutan Pinus Mangunan, Dlingo, Bantul. Weee lha kok di bold segala?

Iya, soalnya banyak sekali yang sudah salah kaprah menyebutkannya Hutan Pinus Imogiri. Mungkin karena letaknya yang tak jauh dari Kecamatan Imogiri? ya tapi hal ini tentu perlu diluruskan karena Imogiri dengan Dlingo adalah dua kecamatan yang sudah berlainan.
Herannya kalau ngetik “hutan pinus” dalam pencarian google yang muncul ya hutan pinus Imogiri, atau juga banyak postingan artikel yang menyebutkan Hutan Pinus Imogiri. Apalagi banyak admin yang merepost foto via twitpict atau instagram yang kurang memperhatikan dan mengecek kembali kebenaran wilayahnya, jadinya yang sebenarnya salah malah jadi disebar-sebarin jadi salah kaprah. Cukup ya?

Biasanya aku hanya sekadar lewat berlalu saja sambil memandangi ramai sesaknya tempat ini oleh pengunjung dan hiasan gantungan hammock yang mengikat batang-batangnya.
Tapi tumben kali ini mau ke sini, ke tempat yang memang mainstream banget lah.
Jujugannya orang luar kota maupun dalam kota, jujugannya orang pacaran, jujugannya orang yang pada mau prewed an, dan berbagai modus yang mengatasnamakan dipotoin bagus :p
Kenapa mau?
Karena ini masih pagi sekali pastinya belum penuh oleh sesak orang, bahkan sedaritadi membelah jalanan Dlingo juga masih dalam keadaan gelap.

Tiba-tiba terbayang bisa menghirup sepuasnya oksigen pagi dari pinus-pinus yang masih sejuk.
Duduk-duduk menunggu  semburat cahaya pagi yang masuk melalui celah-celah batang pohonnya. Memandangi sepuasnya barisan batang-batang pinus yang meninggi semakin rapat, atau sesekali memunguti biji pinus yang berjatuhan memeluk tanah.

Yang masih belum punya sandaran, boleh lho sandaran ke batang pohon pinus

Benar pagi ini masih sepi, kulalui gapura masuk yang melengkung dari kayu. Tanahnya basah, termasuk daun-daun pinus yang berguguran menjadi karpet cokelat melapisi atasnya.
Memang suasananya tidak seperti dulu. Semua sudah direnovasi kembali, didesain sedemikian rupa oleh pengelola untuk memenuhi kebutuhan zamannya, misalnya untuk kebutuhan foto-foto dan publikasi orang-orang yang hidup di zaman serba kekinian?

Kulihat warna-warni hammock yang bertingkat melilit beberapa batang pinus. Di sebelah timur tergelar papan-papan kayu yang ditata sedemikian seperti singgasana pelaminan diselingi tanaman-tanaman hias.
Potongan-potongan kayu dijejer mengular naik seperti anak tangga sebagai tumpuan kaki jika tanah licin pasca hujan.

Jika didengar suaranya, tenda dome ini berisi dua laki-laki :o

Beberapa tenda dome juga kokoh berdiri diantara ruang selo himpitan pinus. Ayunan yang diam tanpa penumpang, juga gardu pandang kayu yang memiliki ruang kotak sempit untuk pengunjung.

Kualihkan tatapanku ke atas rimbunnya daun-daun jarum pinus, kemudian memandangi kembali barisan batang pinus yang sepertinya kedinginan pasca hujan semalaman. Selimut lapisan kayunya tak terlalu tebal, apakah kamu dingin hon?
Tenang, tunggulah sebentar lagi sinar-sinar lembut matahari akan menghangatkanmu.
 
Sinar matahari mulai menelusup masuk di sela-sela batang pinus

Dan perlahan pengunjung semakin beriringan datang memasuki kawasan pinus. Ada sebagian dari mereka yang masih membawa sarung, peci ataupun mukena, waaa mungkin semacam piknikers syar’i.
Beberapa dari mereka datang rombongan dengan teman-teman, keluarga besar, atau ada juga yang hanya datang berdua bersama pasangan.

Kami menepi, berjalan menuruti arah papan kayu bertuliskan: “gardu pandang” yang menuntun jalan agak menanjak ke atas.

Gubug kecil untuk menyaksikan sunrise :)
Kemudian terlihat beberapa atap dari jerami, berlorong panjang batang kayu, juga tangga-tangga tegak bersender pohon.

Gardu pandang berbentuk lorong kayu dan papan kayu di atas pohon

Waa… di Hutan Pinus ada seperti ini ya sekarang? bahkan setelah berkali-kali ke sini aku belum pernah menjangkau sampai sudut tempat ini apalagi sepagi ini.
Terlihat beberapa pasangan berwefie di ujung lorong kayunya.

Pasangan terserasi pagi ini: Sunrise berlaut kabut
Siluet dengan tampilan hidung minimalis

Matahari baru bangun di ujung pagi, sinar orangenya masih samar-samar bergaris lembut sampai pada pipiku.
Kabut masih menyelimut bahkan terlihat sebagai genangan tenang membentuk laut. Kolaborasi mereka bagiku menjadi satu-satunya pasangan terserasi di pagi ini.
Berdiri di sini berarti sejenak berada di tengah-tengah pasangan yang berlalu lalang tanpa permisi. Senyum simpul mereka selalu tertuju dan saling balas. Sepertinya cukup deh dengan pemandangan ini, sunrise dan laut kabutnya yang menjadi pasangan paling serasi mulai banyak yang menyaingi.

Kulihat ke arah selatan masih ada ruang luas dengan hamparan laut kabut yang sama. Aku sedikit berlari, kemudian duduk sementara di bongkahan batu. Menikmati mengamati dari ujung ke ujung diselingi semilir angin dengan kabut dingin.
Kemudian perlahan  berjalan, untuk sesekali menengok ke atas:
terdapat rombongan ABG sedang ngobrol dengan serunya di papan rumah pohon.
Aku melihat ke arah mereka sambil tersenyum.

Tangga dan papan kayu rumah pohon sebelah selatan

eee mbak e genti mau naik” kata salah satu dari mereka
kok peka banget e? padahal aku ga berkata-kata apalagi meminta lho ini”
wooo jelas dong mbak, kita kan pekok

Aku ajak kiki naik serta setelah ruang sempit papan kayu itu tak berisi lagi. Tangganya lumayan tinggi, papan rumah pohon itu bermuatan maksimal 5 orang saja. Pas bukan jika diisi oleh keluarga kecil? *eh

Laut kabut putih tanpa sinar ke-orange-orange nan seperti di sisi timur

Setelah sampai atas, kami bisa melihat lautan kabut itu lebih leluasa. Hamparan putih berbatas bukit-bukit dan berhias sepasang tower. 
Langit di sisi selatan masih putih, bukan lagi berwarna orange seperti sisi timur yang berhias sunrise. Sesekali segerombol burung terbang menghiasi motif langit.
Aku sadar, ini adalah salah satu nikmat Tuhan untuk mendinginkan panas-panas yang kadang tak terlihat. Menetralkan segala penat yang mungkin menghimpit beberapa niat baik, dan aku akan menikmatinya sebagai obat itu.

***
Karena gelap tak selamanya?

Lihatlah garis-garis cahaya matahari pagi ini mulai menelusup diantara sela-sela batang pinus yang berjejer. Aura kabut dingin berganti oleh hangat sinar. Begitulah tentang suasana yang akan berganti dan berganti dengan batasan waktu yang tak lama. Termasuk pergantian dingin menjadi hangat, kemudian hangat menjadi menyengat.

Melukis kembali sebaran sinar hangat pagi ini
Apa yang bisa kulakukan selain kembali menulis tentang kedatangan pelan-pelan sinar hangat itu sebagai pengganti sunset singkat kemarin sore?

*terimakasih semangat pagi itu yang tak biasanya cc: @rizkiutari



Terima Kasih Sudah Berkunjung

15 comments

  1. Bawa potografer ke sini, mbak? hahahahha

    BalasHapus
  2. Lho, Mangunan kok dengaren zepi? Lautan awane ketok mistis. Cocok dipakai buat merenung sambil tiduran (efek ngantuk setelah sahur nggak tidur lagi).

    Tapi cen bener suasananya tidak seperti dulu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Zepi sekali kalau ke sananya subuh mas...
      Silahkan kalau mau merenungkannya di sini :p
      Mas mawi kan begadangan nulis haha jd kalau pagi hari malah ngantug.
      Suasananya syahdu kalau pagi,
      Tapi tatanannya sudah banyak yang berubah :o

      Hapus
  3. hutan pinus aja sudah asyik, apalagi jalan2 pagi di hutan pinus .. pasti seger bener. Saya sih tidak bosan untuk datang berkali kali ke hutan pinus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Silahkan dicobain pas sunrise berlaut kabut kaya begini mas...masih sejuk dan masih sepii
      Belum sesak penuh orang-orang
      Pokoknya recommend :)

      Hapus
  4. Balasan
    1. Makasih... itu bawa potograper tetangga :D
      Mas Gallant coba kesini pagi-pagi, bukan cuma kebun buah mangunan kok yang punya kabut mas :)

      Hapus
    2. iyaaa aku juga baru inget kalo di pinus itu ada gardu pandang yang di situ juga. kece lah ini

      Hapus
    3. Aku malah taunya ya lagi ini e kalau ada gardu pandang, haaa bener bener deh aku kudate banget :o

      Hapus
  5. Jajal kapan kapan nek bengine udan arep neng hutan pinus ben entuk hawa hawa GGS

    BalasHapus
    Balasan
    1. Rodo internasional sitik lho mbak, twilight po piye...ya masa GGS --"

      Hapus
  6. hutan pinus sekarang banyak instalasi-instalasi ya :D
    pemandangan sunrise e ciamik soro :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas...sekarang tiap ada tempat wisata baru dibuka, pengelolanya sadar banget kayanya sama kebutuhan pengunjungnya buat poto-poto. Ya asal nggak terlalu alay aja sih ya, sampai bikin sampah visual dan seterusnya :)
      Emangg iyo sunrisenya t o p

      Hapus
  7. pemandangan hutan pinus di pagi hari yang indah..

    BalasHapus