Bongkar Kenangan di Balik Gerobak Es Gosrok

Kamis, Januari 04, 2018



Kenangan tentang es gosrok dan masa kecilku laiknya teh celup dengan seutas talinya. Tak terpisah, menyambung jadi cerita. Bayangan tentang timbunan gosrokan es batu dalam semangkuk penuh kuah dan potongan buah pernah membuatku menelan ludah, gundah, di tengah siang.

Waktu itu ketika aku mulai pegal dibonceng bapak dari Kota Bantul pulang menuju rumah, tanganku selalu menunjuk-nunjuk suatu warung dengan banner gambar semangkuk bakso dan es gosroknya.

“Yo nanti pulang e beli,” jawab bapak sambil terus mengayuh sepeda.


Sayangnya, warung yang berada di pojok perempatan Pundong itu kini telah gulung tikar. Tak terdengar lagi bunyi gesekan kotak es batu yang tengah beradu dengan mata pisau tajam di bagian bawahnya tiap kali aku lewat sana.

Ada juga cerita di zaman Sekolah Dasar. Aku pernah menjadi salah satu penunggu setia penjaja es gosrok pelangi. Es gosroknya diramu dengan cara ditangkup oleh dua tutup gelas rapat, kemudian disiram dengan aneka warna sirup seperti pelangi. Rasanya manis. Terkadang kuhisap-hisap warna sirupnya sampai rasanya kembali tawar menghambar. Begitu ceritanya, sehingga aku merasa memiliki kedekatan emosional dan kenangan dengan es gosrok.

Dahulu aku dapat dengan mudah menemukan para penjaja es gosrok. Ada yang keliling di sepanjang jalan dusun, ada pula yang mangkal di pinggir sawah. Sekarang sudah entah lagi. Dunia per-es-an telah berganti menjadi serba kekinian dan tak jauh dari kebutuhan anak milenial.

Beribu bentuk dan rupa: eskrim, gelato, dan kursi-kursinya yang terkurung dalam kaca, menambah rinduku dengan es gosrok semakin mendalam.


Keinginanku untuk mencicipi es gosrok pernah kuutarakan kepada pria yang (dulu) masih menjadi calon suami dengan ekspresi sangat ingin. Dia mengantarkanku berjalan kaki menyusuri kawasan Kotabaru Yogyakarta dan selalu dengan hasil yang zonk alias tidak buka.

“Hmm, perasaan permintaanmu sederhana ya? pingin es gosrok, tapi kok ya susah terwujud tutup terus.” Keluhnya menanggapi kenyataan. Sampai suatu saat, dia memiliki alat untuk membuat es gosrok dan menyajikan semangkuk dengan siraman sirup untukku :’)

Waktu terus berubah, tempat tinggalku juga begitu. Tinggal bersama suami di kawasan utara Stasiun Tugu Yogyakarta membuatku lebih mudah melanjutkan pencarian tentang es gosrok. Mungkin telinganya pun mulai gatal ketika aku sering menyebut-nyebut nama es gosrok di depannya. Hehehe. Daripada menyebut nama-nama mantan kan ya?



Di tengah kemacetan menjelang libur natal dan tahun baru itu, aku bergegas keliling sendirian dengan sepeda. Menembus deretan mobil berbaris saling tersambung dengan klaksonnya yang berisik. Aku berniat mengademkan siang ini dengan es gosrok itu. Semoga hari ini aku berjodoh dengannya.


Es Jadul Kotabaru

Tujuan pertama adalah Es Jadul di kawasan Kotabaru Yogyakarta. Siang itu tempat yang sering membuatku kecelik ini akhirnya buka juga. Dengan segera, kupesan segelas es gosrok kepada bapak penjulanya. “Pak pesan segelas saja, diminum sini ya?” beliau ramah tersenyum sambil sigap membuatkan segelas es gosrok tanpa menunggu bermenit-menit.



Memang tak lama karena penjulanya telah menampung campuran gosrokan es batu dengan uborampenya dalam sebuah wadah besar. Nanti jika ada pembeli datang, tinggal menuangnya dalam gelas-gelas.

Pembeli bisa memesan es gosrok saja tanpa roti, dengan harga 3.5k, atau jika beserta rotinya dengan harga 5.5k. Harga yang ditawarkan masih terjangkau sekali di kalangan pelajar sampai konglomerat kan?



Jika melihat komposisi es gosrok ini: santan, kelapa muda dan tape, sangat cocok untuk diberi suwir demi suwir roti. Kata Pak Sutar, dulu sih menggunakan roti semir. Namun karena semakin ke sini roti semir susah ditemukan, beliau menggunakan roti kemasan itu.

Hmmm tegukan pertama dari segelas es gosrok ini lumayan membahagiakan. Rasanya cocok diminum di pinggir macetnya Jogja. Untuk pembaca yang berencana mengajak gebetan membeli helm di kawasan Kotabaru, jangan lupa untuk diajak singgah ke sini.

Es Gosrok Pak Lantip




Melanjutkan perjalanan ke arah selatan, tepatnya di Jalan Nyi.Ahmad Dahlan, Notoprajan, Ngampilan, Daerah Istimewa Yogyakarta. Di sini juga terdapat satu penjual es gosrok legendaris di sebelah barat jalan.

Warung es gosrok ini memiliki seribu nama. Ketika aku menanyakannya kepada sang penjual pun beliau malah mendadak bingung. Ada yang menyebut Es Jadul, Es Legendaris, Es Pak Ipung, Es Pak Lantip, atau es Buah Gerjen karena berada di Jalan Gerjen (Nyi.Ahmad Dahlan).

Pelopor awal es gosrok ini adalah Pak Ipung, kemudian dilanjut oleh generasi penerusnya. Bagi penikmat es gosrok dengan cita rasa jadul, es gosrok yang berjualan sejak tahun 1970n ini bisa dijadikan alternatif. Pembeli bisa memilih hendak menggunakan kuah sirup gula jawa ataupun gula pasir.


Jika pembeli penasaran ada apa di bawah gunungan gosrokan es batu, coba mulai bongkar saja es gosroknya. Di sana terdapat harta karun yang tak terlihat. Ada cincau hitam kotak, kolang-kaling, sawo, alpukat, tape singkong, juga santan dengan kelapa muda.



Warung es gosrok ini berada di sebelah barat jalan tanpa menggunakan bangku-bangku ataupun kursi. Pembeli dapat duduk sambil menikmati es gosrok di emperan rumah tua dengan tegel ubin yang masih klasik menghadap ke jalan.

Sambil menikmati es gosrok, pembeli dapat menyaksikan lalu-lalang andong-andong yang mengangkut wisatawan menuju keraton ataupun juga yang sekadar keliling Jogja. Bunyi tik-tak-tik-tok kaki kuda tak kerasa menjadi pengiring semangkuk es gosrok menjadi kosong kembali. Cukup 8k, suasana mahal ini tersaji di salah satu sudut Yogyakarta.

Es Gosrok PK


Dari namanya sebenarnya tak asing terdengar di telinga meskipun aku belum pernah sekalipun singgah ke warungnya. Cerita dari suami yang hendak mengantar ke sini tak jadi-jadi pun semakin membuatku gregetan pingin segera ke sini meskipun seorang diri.

Di suatu siang yang cukup terik, dengan berjalan kaki di sepanjang Jalan Magelang menuju Pasar Kranggan, akhirnya aku menemukan warung es ini di pojokan dekat Indomaret. Ternyata warung es buah gosrok PK tak hanya menjual es gosrok, namun juga bakso. Waaaahh… ini persis dengan kenanganku sama bapak waktu kecil kan? semangkuk es gosrok dan bakso. Dengan cepat, kupesan masing-masing satu porsi.


Siang itu, pembeli cukup ramai. Gerobak es siang itu tak terlihat karena dijejali pembeli. Tenda biru dan tatanan kursi meja sepanjang barat dan timur gerobak ternyata tak muat menampung antusias mereka.

Aku memilih duduk di seberang jalan dengan tikar tergelar dan himpitan pembeli lainnya. Tak perlu menunggu lama, pesananku sudah tersaji di depanku. Dengan tersenyum-senyum, aku mulai suapan pertama. 



Aku termasuk dalam manusia yang tak terlalu suka santan. Bagiku gosrokan es batu dengan lumuran susu cokelat sangat cukup sebagai kuah. Di bawahnya, terdapat potongan-potongan buah yang kusukaa semua. Penjualnya memberi buahnya tanpa pelit-pelit.

Ada sawo satu buah yang diiris-iris melintang, potongan nangka, juga kelapa muda yang begitu pas dagingnya. Aku tak ingin semangkuk ini cepat habis. Bayangan masa kecilku kembali tergambar. Semangkuk bakso dengan tetelan daging sapi dan bakso kering menambah lengkap bongkar kenangan ini. Aku, mmmm aku masuk team es buah gosrok PK.



Es gosrok, es serut, apapun istilahnya, akan selalu mendapatkan tempat dalam kenangan. Tentangnya, aku pernah dibuat begitu bahagia dengan sederhana. Di waktu-waktu yang akan datang semoga aku diizinkan untuk terus menemunya dan menikmatinya mengobati gersangnya siang. Tak masalah dengan siapa ataupun seorang diri, yang pasti setiap suapnya akan teriring dengan senyuman.

Bagi pembaca yang sering merasa gerah jiwa raga, atau atinya gampang panas jika melihat dia dengan yang lain, coba ademkan dengan es gosrok. Mungkin sih bukan obat permanen, tapi paling tidak bisa mengademkan yang tak bisa dipadamkan oleh pemadam kebakaran.

***



Tulisan ini, akan terus dikembangkan seiring perjalanan penulis menemukan es gosrok-es gosrok yang lainnya.

Apa pembaca punya referensi lain tentang per-es gosrokan? Sila aku dikasih info :)

Terima Kasih Sudah Berkunjung

26 comments

  1. Jadi pas sepedaan sendirian itu tujuannya beli es aja buahahaha.
    Ya Allah itu mas yang pake batik foto bawah kok batiknya sama kayak punyaku. Jangan-jangan belinya pun sama di Malioboro :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kan kalau nyepeda terus haus, nah es gosrok adalah pilihan tepat untuk melepas dahaga :)
      Weeeh mas, jangan-jangan Mas Sitam team Es Buah PK yang menyamar jadi blogger :p, nah itu punya seragam batiknya hihihi

      Hapus
  2. Yaampun, ku ikut kangen es gosrokkk...hiks dulu jaman SD deket rumah ada yg jual, sampe embahnya uda tua bgt baru tutup. Sayang ga dilanjutin anaknya. Dr yg km bahas keliatan plg menggoda yg bawah. Tp kok isiannya beda sm es gosrok di sini dl ya... Ajakin nge es gosrok ke situ dong mbaaaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Biasanya yg legend ya penjualnya mbah-mbah yg udah sepuh ngono mas. Teruji waktu bertahan. Sayang sekali ga ada yg melanjutkan :( padahal kalau ke Boyolali meh nyicip kalau masih ada :')

      Hee lha kalau zaman dulu isiannya apa?
      Mungkin sekarang sedikit dimodif dengan lidah rasa penikmat anak zaman sekarang.
      Dulu sih setauku tetep pakai sawo, cincau, kolang-kaling, melon, trs apalagi yaaa
      Tapi memang santen itu ga awet. Jadi banyak yg lebih milih pakai susu kental manis dan gosrokan es.

      Hapus
  3. Es gosrok ya? Wkwkwkw itu kalau di Jepang namanya Kakigori, huehehe. Bahan utamanya sama, serutan es yang dikasih manis2 dan berbagai macam topping.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaa terima kasih infonya mbak :)
      mungkin toppingnya itu yg bikin lebih menarik dan pembeda harga :)

      Hapus
  4. Spotted: Tinggal bersama suami.
    Ini berarti nulis e wes di rumah kota ya mbak?
    Tulisannya juga sekarang tentang kota, nggak kabupaten lagi. Wkwkwkwk.

    Seger abis itu esnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkkw iyaa... Kolo-kolo juga ke Pundong Mas. Besok siapa tau juga nulis tentang Babat :p

      Seger kok emang, apalagi minum e ditemeni yang seger2 juga kan?

      Hapus
  5. Hanimun resolution: golek es gosrok wkwkwkwk

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh, mas sudah paham kalau ini :p
      Simple sekaliii hanimunnya

      Hapus
  6. Kini si kecil yang menunjuk-nunjuk es gosrok itu sudah beranjak dewasa :')

    BalasHapus
  7. Salah satu faedah tinggal di utara Stasiun Tugu ya Mbak ya? Jadi gampang kalau mau nyari es gosrok. Kasihan kok di Bantul nggak ada es gosrok. :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada yoo... Es burjo deket Pasar Pundong ada es gosroknya :p

      Tinggal di utara stasiun tugu jauhh kalau mau ke sawah, kali, nyunrise, nyunset mas.
      Temenku sampai ada yang tinggal di Kota Jogja, malam tahun barunya ngungsi di Pundong gara-gara ga pingin ke-berisikan :p

      Hapus
  8. Yawla es gosroook. Ku belum pernah makan secara lengkap sih, soalnya gamau tapi, alpukaz, dan nangka. Jadi paling nyicip dikit punya kawan. Kalau favorit aku dari kicik mah es tung tung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwk mbak Sha ada bagian-bagian tertentu yang ga doyan ya? padahal enakk
      Kalau favoritku pas kecil jugaaa: es goreeng :p

      Hapus
  9. (dulu) masih calon suami?
    alkhamdulillah, sekarang sudah halal...barakallah mbak
    *lah, malah komen opo kie?*

    Kalau di daerah Purworejo, setauku dulu cuma murni es dikasih sirup / susu kental manis gitu tok mbak. Ngga ada isi-isian macam es buah gini. Wadahnya pun cuma pakai gelas panjang gitu.

    Sepintas, tampilan es gosrok yang paling atas kok mirip es kapal ya, kalau di Solo? Apa aslinya sama, tapi cuma beda nama?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin... Makasih banyak mas doanya :)

      iya, kalau es gosrok menurutku lebih mantep pakai mangkuk mas wkwk lebih banyak dan leluasa le ngaduk2 :p

      Oiya, tapi kalau di Solo pakainya roti tawar mas

      Hapus
  10. Es Jadul Kotabaru kalau di Solo ganti nama jadi Es Kapal. Persis plek komponennya. Hahaha. Mbak, liput Es Krim Rujak Pakualaman donk ben daku iso nyonthek. ^^
    Btw gosrok ki bahasa Indonesia ne opo ya? Jadi penasaran goleki #selow hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Es Gosrok ki: es serut kayanya mas... Tapi kalau pakai kata kunci es gosrok, kayanya semua orang wes punya bayangan bentuknya wkwk
      Aku kalau ke Solo,ajakin beli es kapal :p katanya sih murah meriah tapi enakk

      Kapan-kapan kalau ada teman boleh juga ngerujak es krim di Pakualaman, nanti insyaAllah Mas Halim kukirim fotonya aja :p

      Hapus
  11. jadi penegn es gosrok, entar hunting ih, yang es PK aku udah pernah lihat tapi belum sempat nyobain solanya pas ke pasar kranggan udah kenyang duluan

    BalasHapus
  12. Request review es doger yang enak dong diseputaran jogja 😉

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaa aku nggak terlalu suka es doger mas hehe. Besok insyaAllah deh yaa :))

      Hapus
  13. waktu masih sd, di daerah saya, es gosrok ini sering disebut dengan es cao. tapi, sekarang sudah tidak ada kayaknya, orang banyak beralih menyebutnya jadi es campur :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tapi yang pakai alat gosrokan ini udah semakin punah kan mas? kebanyakan pakai es balok terus dihancurkan.
      Aku juga sering denger istilah es cao dulu pas masih kecil :p

      Hapus