Belum Sampai Musimku, Masih Musim Mereka

Minggu, Agustus 23, 2015

Musim kondangan nikahan belumlah berakhir.
Oke kemarin masih bulan Syawal, dan kemarin juga adalah sibuk-sibuknya pergi kondangan sendirian.
Dalam satu hari bisa 3 kondangan sekaligus.
Dan daripada semakin ribet nyari temen buat kondangan, sendirian itu lebih simple haaaa…..
Sampai juga pada ecenan dari teman:

“gandengannya mana mbak?” : “eh maaf saya bukan truk” jawabku senyum-senyum. heheheu.

Sabar…. Bulan Syawal usai, masih ada bulan Dzulhijah ‘ngawe-awe’ yang juga bakal menjadi bulan panen kertas kondangan.
Okedeh semoga bulan depan ada gandengannya biar kaya truk. :D


Selaluu deh memulai menulis dengan curcol… ke-bi-a-syaaannn….

Di sore yang syahdu, tidak sengaja melihat status seorang teman di medsos yang mungkin sampai saat ini masihh saja terbayang-bayang detail tulisannya.
Status yang kalimatnya ditulis dengan susunan huruf yang agak alay (huruf diketik besar-kecil) itu entah ditujukan kepada siapa tidak terlalu jelas.
Intinya kurang lebih adalah:

“perempuan yang sekolahnya tinggi-tinggi toh kamu juga sampai saat ini belum laku-laku kan?”

Kalimat itu terang saja ditulis oleh temanku yang pernah laku,  eh sudah pernah menikah maksudnya.

Apa definisi sekolah tinggi dan definisi laku?
Mengapa ya keduanya dihubungkan?
Mungkin, ada yang berfikiran :
“ eh kalian perempuan yang masih lanjut sekolah saja…
umur kalian sudah berapa tu? kok sekolah tinggi-tinggi malah belum laku-laku.”

Begitu sih tafsir ngawurku terhadap sepenggal kalimat di statusnya.

Padahal sekolah tinggi dangan ga laku, kedua kata itu terlalu “maksaaa” untuk disambung-sambungkan.
Kalau definisi ga laku itu dilihat dan diukur dari batas umur sekian dan masih belum menikah bagi perempuan, maka perlu dikoreksi lagi.

Jadi apakah menikah?
Dia adalah sebuah proses, bukan garis finish.
Menikah malah justru awal dari perjalanan , tapakan awal di garis start.
Jadi menikah itu bukan akhir…
Berbanggalah yang dengan kuat mempertahankan dan menjaganya sampai akhir hayat.
Bukan berbangga hati sudah menikah.
Proses setiap orang juga berbeda-beda, dan semua terjadi atas campur tangan Tuhan.
Jadi menurutku terlalu kurang etis jika kita sampai mencampuri urusan oranglain dengan Tuhannya sejauh itu.

Umur memang komponen atau indicator  yang sering dijadikan patokan orang-orang mengenai “batas” bertemu jodoh.
Yaaa itu dipakai sebagian orang pada umumnya, apalagi jika makhluk Tuhan yang masih jomblo itu bernama perempuan, dengan umur sekian sampai sekian.

Habis berapa banyak pack cottonbud untuk mengorek kupingnya sendiri atas pertanyaan-pertannyaan yang mungkin memang belum sanggup dia jawab mengenai “kapan nikah?”
Betapa pertanyaan-pertanyaan itu pada mulanya sangat mengganggu dari segi psikologisnya sampai kebawa-bawa mimpi, sampai males “srawung” mungkin sampai sejauh itu.
Yaaa terang saja karena males ketemu oknum yang hobby nanya itu.
Tapi celakanya oknumnya banyakk… hehe
Pemanasan dari step demi step pertanyaan itu lama-lama juga menjadi pertanyaan yang cukup basi didengar.
Mungkin menjadi semacam pertanyaan yang permisi ketok-ketok kuping kanan keluar kuping kiri.

Baiklalah… yakin setiap orang bakal melewati prose situ.
Eh mungkin juga ada yang melewatinya kalau dia ketemu jodohnya cepet. Nikah di bawah umur misalnya… nahhh dia ga bakal ketemu pertanyaan-pertanyaan itu.
Tapi mungkin malah sebaliknya: ehhh masih bocah udah nikah aja?
Begitulah jika kita selalu memasukkan omongan orang di hati…
Ga ada habisnya dan kasian hati… dikit-dikit sakit.

Cinta dan perasaannya merupakan perasaan yang butuh proses pendewasaan.
 Dimana sudut pandang kita mengenainya selalu berubah dan berproses oleh waktu.
Kapan kita suka orang karena “fisik?”
Kapan kita suka orang karena “materi?”
Kapan kita suka orang karena dia “popular?”
Kapan kita suka orang karena “nyaman?”
Kapan kita suka orang karena “percaya?”
Kapan kita suka orang karena “Allah?”

Step-step Ituu berproses dari masa ke masa, dari waktu ke waktu.
Dan memang pertimbangan-pertimbangan itu pasti ada, apalagi jika menyangkut masa depan … membayangkan seumur hidup bersamanya
Aaaa pokoknya jodoh pasti bertamu.

*backsound: TULUS  ~ teman hidup  *

Sering mendengar beberapa keluhan dari salah seorang teman laki-laki
: “enak ya jadi perempuan? Tinggal nunggu dilamar terus milih yang mapan? Udah.
 Sedangkan untuk laki-laki itu berat. Dia harus memapankan dirinya dulu”
Celoteh seorang teman laki-laki kepadaku waktu itu.
“Mapan”
Ketakutan dari sekian laki-laki yang takut ditolak camer gara-gara ini, walaupun calonnya sudah mengiyakan.

Semuanya ga bisa dibeli dengan uang, tapi kita hidup butuh uang.
 Kalimat klise yang seringkali didengung-dengungkan tapi memang benar adanya.
“butuh” bukan terus mendewakan uang.
Semua bisa diusahakan sama-sama insyaAllah.
Dikira semua perempuan “materi oriented?” enggak juga.
Banyak yang banyak materinya, tapi selingkuhannya dimana-mana, judi, dan awur-awuran.
Apakah bahagia?
Banyak pertimbangan, aku yakin banyak…

Terus yang dimau perempuan apa sih?
KEYAKINAN
Dan yakinnya si perempuan memang hanya bisa digali lebih dalam lewat personalnya.

Kata seorang tetangga kepadaku:
“jangan terlalu pilih-pilih, jangan banyak pertimbangan, nanti malah ga ketemu-ketemu jodohnya”

Aku mendengar banyak cerita:
Betapa ada teman yang dulunya punya kriteria tentang jodoh selangit tingginya, finally… dapatnya sekelumitnya aja ga ada. Kemudian dia hanya bisa menyerah dengan takdir.

Ada yang mengusahakan dan yakin mati-matian ternyata bukanlah jodohnya.
Bangga sudah pacaran up to 9 tahunan tapi enggak juga menginjakkan pelaminan dengan ruang kursi yang sama.

Atauu…. Mencari dan mencari kemana-mana ternyata tanpa disadari, jodohnya ada di dekatnya

Benar-benar semuanya adalah KuasaNya…

Beruntunglah kalian yang mengusahakan, ‘pernah berjuang’ atau semacamnya.
Karena tidak mungkin Tuhan memberikan hadiahnya ‘itu’ khusus  ‘itu’ dengan cuma-cuma.
Banyak orang yang ikhtiarnya lebihh,
Doa Khusyu’ dan istiqomahya lebihh
Doanya di sepertiga malamnya tak pernah putus,
Semuanya serba lebihh dari kamu,

Tapi Tuhan saja belum mempercayakan.
Terus kamu sudah sampai mana coba???
Khusnudzan aja sayang….

Tetap berada di relNya saja….

Aku…
Mungkin di aku masih ada hal-hal yang kurang sehingga Tuhan belum mempercayakan.
Mungkin kesungguhanku untuk meminta belum sepenuhnya….
Atau usahaku masih seperempat-seperempat saja…
Memang kebanyakan hamba masih belum bisa bersabar dengan waktu yang tepat menurutNya..

Tuhan,
Terkadang, jika aku berdoa kemudian kusebut satu nama, apakah aku terlalu otoriter?
Akhir-akhir ini aku lebih pasrah saja menurutMu…
Tapi,
Boleh ya aku juga punya kriteria?
Koreksilah aku jika itu terlalu tinggi.
Ah.. tidak juga, aku hanya menurut tuntunanMu…
Sejelek-jeleknya dia nanti,
Dia yang tidak pernah sedikitpun rela merobohkan ke 5 tiangnya sendiri.
Ya… itu saja Tuhan.
Itu saja request yang ga bisa ditawar-tawar *nulis sambil berkaca-kaca*
Duniamu tidaklah lama, dan aku ingin penuntunMu…

Seseorang yang berubah karena manusia,

Suatu saat dia juga bisa berubah karena manusia juga

Terima Kasih Sudah Berkunjung

0 comments