Angin Sembribit di Pantai Birit Gunungkidul

Jumat, Maret 18, 2016

Lama enggak berjumpa sama pantai itu semacam LDRan sama seseorang. Nahan banget rindunya J
Kerasa sudah lamanya hampir setahun yang lalu tidak berjumpa dengan hawa-hawa pantai.
Gesekan lembutnya butiran pasir putih sama telapak kaki,
tiupan angin yang seirama dengan pecahnya ombak, serta penjagaan karang yang kokoh mendampingi dengan setianya.
Yaa Aku ingin segera berjumpa dengannya walaupun beberapa menit saja.

Jadi terakhir menginjakkan kaki di pantai Gunungkidul adalah di Pantai Ngedan dan Pantai Butuh tahun lalu. Momen terakhir itulah yang membuat kami terinspirasi, termotivasi, apalah bahasanya untuk menemukan pantai lain disekitaran Pantai Butuh.

Tuhan mengizinkanku kembali…
Menapaki setiap jalan setapak tanpa papan petunjuk satupun. Berbekal radar ataupun insting mblusyukk yang sudah lumayan terasah, kadang mantap kadang ragu-ragu kulangkahkan kaki jauh meninggalkan gubug parkir kendaraan kami.

Hamparan ladang jagung yang daunnya mulai kecokelatan, semak-semak belukar, tanaman jewawut yang meninggi, dan tanjakan karang anakan bukit menjadi pemandangan setia perjalananku. Terkadang kaki sedikit terhenti, kemudian memperhatikan penampakan rerumputan yang sering diinjak atau yang belum pernah terinjak kaki-kaki manusia. Yaaa… cara sederhana untuk memastikan kebenaran jalan.

Medan dan rute yang harus dilewati untuk menuju pantai ini mengingatkanku kepada lika-liku perjuangan menapaki Pantai Wohkudu Gunungkidul.
Sama-sama jalan setapak, sama-sama ditemukan beberapa kandang sapi, sama-sama naik turun jalannya, sama-sama bikin haus, sama-sama meres keringet.
Sangat mirip, yang membedakan hanyalah keberadaan hamparan ladang jagungnya yang memenuhi sebagian besar perjalanan.

Berjalan kaki sekitar 15-20 menit, sampailah kami kepadanya.
Pantai Birit atau biasa disebut dengan Pantai Mbirit. Seperti penyebutan Bantul jadi Mbantul. Begitu.
Alamatnya masih di sekitaran Pantai Butuh: Desa Krambilsawit, Saptosari, Gunungkidul.
Secuil ruang sempit yang diapit tebing-tebing kokoh nan tinggi. Sepetak pasir putih dengan payung birunya langit cerah.
Bagiku, ini sudah cukup…sangat cukup untuk sedikit menyejukkan perjuangan ngelap keringat sepanjang perjalanan tadi.

versi landscape

Gerbang masuk Pantai tanpa gembok dan penjagaan satpam
Sampai di penghujung gerbang pintu masuk pantai ini, kusenderkan sejenak punggungku di bahumu *eh di batang pohon tua yang sudah mulai keropos lagi mengelupas kulitnya. 
Beberapa jepret kuabadikan jendela berkelambu karang ini sambil senderan santai sama pohon.
Sejenak melepaskan selepas-lepasnya pandanganku sampai setiap detail tebing kanan dan kirinya.

Perlu waktu untuk sedikit mengatur nafas yang belum stabil naik turun kaya habis mendengar kamu sama yang lain. Haha.

Tidak sabar, pelan-pelan mulai kutapaki jalan utama menuju pantai. Semacam kelokan sungai yang terisi pasir tapi tak berair.
Sepanjang kanan dan kiri terlihat goa-goa teduh. Batu-batu sejenis karang yang mengisi tengah-tengah ruang selonya.

Ruang sempit diantara dua karang tebing

bukit sisi barat

 
Memperhatikan Alima yang sedari tadi sibuk motret

Ada yang menarik perhatianku ketika kutatap seksama tebing sebelah timur.

“kayanya bisa diakses nih” batinku dalam hati.

Pelan-pelan tanpa berpamitan aku tinggalkan temanku yang sedang ngiyup di bawah cekungan kecil goa. 
Aku coba mengeluarkan bakat semasa kecilku untuk manjat-memanjat gaya bebas.
Yang aku kira rumput hijau itu ya, ternyata semacam jebakan batman.

“krusukkkk”

Kakiku terperosok. Tanganku menahan dengan berpegangan kepada karang tajam yang ternyata melukai tanganku. Hemmm sedikit sobek semacam kena pisau habis ngiris tempe. Padahal dari Sri Punjung yang jatuh kemarin juga di tangan yang sama. Hemm kasian sekali kamu ngan-tangan. *pukpukpuk lain kali harus bawa betadi*ne kemana-mana kayanya iniii…

Aku kembali turun,

“tanganku terluka, airku mana ya? perih e” kataku agak nyengir nahan perih.

ngeyel sih dikandani, pake acara naik-naik ga jelas” kata Alima.

“oh itu hanya salah jalan saja, kayanya lewat yang itu deh” aku menunjuk kepada batu besar yang sepertinya bisa buat manjat lebih efektif.
Dia masih sibuk memotret setiap sudut pantai..
Aku kembali lagi berjalan menuju jalan benar versiku. Sedikit demi sedikit kuberanikan diri lebih mendekati dinding tebing sisi atas.
Yeayyyyyyy sampaiiii :3
 
Terlihat Alima masih betah ngeyup di bawah
Terlihat temanku yang masih saja mengiyup sambil terus teriak-teriak dari bawah:
“wiiii turun…”
“sebentar…”
“udah di situ aja jangan lama-lama ayo ra aing-aing
“iya…”
“ayo gek turun…”
“iya…”
"cepett turun sekarang"
"iyaa.."
Ku pergunakan momen itu untuk memotret dari atas tebing. Angin yang bertiup sedikit lebih kencang.
Dari atas sini lebih waaw deh sensasinya:

Bisa langsung menatap kokohnya karang
Pemandangan dari atas

Rerumputan hijau ini serasa karpet empuk yang siap menampungku untuk meluruskan punggung yang sedari tadi menggendong ransel.
Sedikit tiduran memperhatikan ombak.

tidurrr

Terpancing semakin dekat dengan ombak, aku coba turun kembali meniti tebing atas bukit ini. Kasian juga temanku sedari tadi teriak-dari bawah nyuruh turun akunya iya-iya saja tanpa realisasi.

Ini penampakan terakhir sepatuku
Perjalanan turun dari tebing karang, sepatuku jebol di tengah jalan.
Horeeee beli sepatu baru... udah 5 tahun juga sih, mungkin saatnya membuka lembaran sepatu baru.


Sampai bawah, ketika ucek-ucek mata, terlihat semakin jelas kupu-kupu hijau menari-nari menempati setiap ruang sela di atas pasir. Mereka sedang berlalu-lalang seperti sedang mempersembahkan tarian selamat datang kepada tamunya.

*uhukk jadi terharu sama kupu-kupu. Warna-warni hijaumu semakin menyempurnakan pemandangan indah siang ini:



Karakteristik bentuk pantai ini cenderung sempit. Sebagian besar detailnya adalah karang-karang cekung menyerupai goa, punukan-punukan karang yang muncul di tengah-tengah hamparan pasir, dan pembatas kanan kirinya adalah tebing tinggi menjulang.
Pasirnya putih cenderung agak berbutir besar. Kalau ikan-ikan yang lalu lalang jarang ada sih, mungkin karena pantainya bukan yang landaii kemudian yang banyak cekungan karang-rumput lautnya.
Kita cobak poto-poto memberdayakan properti:



uhukkk
Oh iya, pantai ini cenderung curam langsung ke laut. Makanya kaya ada semacam meja pembatas gitu:





Ini beberapa bagian sebalah timur:
 
celah kecil menuju hatimu

Menatapnya sebelum pulang

Hari ini cukup puas sama jalan kakinya, sama suasana sepinya, sama secuil surganya, sama gulung-gulung pasirnya, sama suara ombaknya, sama rumput hijaunya, yang kurang hanya satu. Senyummu yang menyempurnakannya *eaea

Ayok balik kembali ke parkiran mejemput kendaraan kembali pulang.

Bye yaaa

ayoo pulang..happ..happ
Sejak sepeninggalan kami bertolak membelakangi Pantai Butuh untuk sejenak menemukan Pantai Birit, waktu itu Pantai Butuh saat itu masih dalam keadaan sunyi senyap. Hanya terlihat mbak-mas yang sedang saling berbicara di balik papan kayu sebelah timur.
Sore ini sebaliknya. Selepas kami kembali, terlihat beberapa keluarga yang datang beserta rantang, tikar dan jumbonya ditenteng menuju bibir pantai.
Sedikit mengabadikan sudut timur Pantai Butuh menjelang senja kurang dua jam-an.

menuju senja
Pantai ini memang masih sepi, tersembunyi tetapi tetap tersedia toilet dan tikar kecil untuk sholat. 
Ibu penjaga parkirnya bilang, untuk mengambil air keperluan wudhu dan toilet, beliau harus menempuh perjalanan beratus ratus meter ke pemukiman penduduk menenteng beberapa diligen. Kebayang bagaimana perjuangan beliau mendapatkan air? karena di pantai ini belum ada sumber mata air tawarnya. 
Jangan sungkan untuk memasukkan beberapa lembar uangmu seusai menggunakan fasilitas air.

Terlihat beberapa anak kecil yang mengantre menggunakan tikar kecil untuk bersujud.




Syahdu sekali… meskipun bermain-main habis mencari beberapa walang di ladang jagung, mereka masih menyempatkan sholat. Dek-dek… semoga kelak jadi imam yang baik untuk keluargamuu :*

Terima Kasih Sudah Berkunjung

13 comments

  1. syahdu <3 fotonya bagus-bagus. sukaaa <3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku nungguin kamu bisa tak jak mblusuk mblusuk gini loh :*

      Hapus
  2. mbak ini pantai pemandangannya bagus mbak :)))

    apalagi itu karang karangnya, harusnya bisa ini dimanfaatkan sama pemerintah daerah sbg tujuan wisata X)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas..bagus sunyi ga berpenghuni. Butuh akses jalan yang memadai, dan semoga kalau udah dikelola dengan baik warga sekitarnya semakin makmur aamiin

      Hapus
  3. pantai itu selalu indah apalagi ini bebatuan ayng menjulang tinggi menambah eksotis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apalagi sepi sunyi serasa pantai pribadi :) selamat mantai

      Hapus
  4. Mbak fotonya kok gak ada sama pasangan? duh mbakkk hahahhaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang tulisanmu ada yang poto sama mbaknya mas???? Mana manaa *tetep pasang tampang kalem*

      Hapus
  5. Woooo... sekarang ilmunya nambah jadi mahir manjat-manjat. Yang dipanjat batu karang pula :D.

    Sepatuku juga jebol jadi korban manjat-manjat. Tapi sampai sekarang belum aku ganti. Maklum, gembel kere, wakakakak. :D

    Kapan-kapan bolehlah aku coba uji dengkul ke Pantai Birit (plus Butuh). Nuwun infone mbak. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya e mas mawi..aku emang suka manjat pohon mangga tetangga dulu pas kecil. Haa. kebawa deh sampai sekarang.
      Kamu ga lagi ngode dikado sepatu pas ulangtaun to mas? 😂
      Aku mauu ikutt lak mantaii

      Hapus
  6. di indonesia memang banyak sekali pantai-pantai yang sangat indah yang menarik sekali untuk di kunjungi..

    BalasHapus