Candi Borobudur dan Aksi Kecil Bentuk Cinta

Kamis, Juni 09, 2016


Aku memang sudah pernah beberapa kali mengunjungi candi di sekitaran Jogja, tapi tentu frekuensinya tak sebanding dengan dolanku ke kali, ke pantai, ke grojogan, ke hutan, ke sawah, ke hatimu, atau ke tempat-tempat yang bernuansa alam, air, dan hijau.
Nulis tentang candi? waduh silahkan dicari di blog ini maka dijamin nggak akan ketemu :p

Sepertinya aku memang tipe pencerita berbau curfull, alias full curhat. Terkadang jika menceritakan tentang candi aku bingung harus mulai dari mana, semacam ketika kembali bertemu denganmu lagi aku bingung harus mulai dengan obrolan apa.
Menulis tentang candi yang sarat sejarah juga membuatku segan, bahkan guruku sekolah dulu juga paham sekali aku payah tentang sejarah.

Sebenarnya aku termasuk pengagum candi. Yaaa jadi selama ini cukup jadi pengagumnya yang jarang ngapelin?
Sampai suatu hari ke-vacuman itu perlahan terisi oleh ajakan seorang teman untuk mengunjungi sebuah Candi Sojiwan di sekitaran Prambanan.
Dan entah kenapa ajakan seorang teman untuk dolan candi siang itu seperti menumbuhkan kembali cinta lama belum kelar dengan candi-candi.

 “Jadi dolan ke candi bukan cuma foto-foto selfi ya”

Batinku lirih sambil mendengar ceritanya tentang makna relief di sekitar Candi Sojiwan. Yaaah ternyata aku telah melewatkan banyak cerita di beberapa candi yang kukunjungi di masa-masa yang telah lalu. Baiklah, tidak ada kata terlambat untuk memulai?

Oke, aku mau berhenti dari pengagum pasif. Aku harus ikut kelas heritage nya @malamuseum

***

Minggu pagi semangatku disponsori penuh oleh jalanan sepi,  lenggang, dan lancar sekali.  Tanpa dampingan teman alias seorang diri aku mantap memasuki tempat meet point di area gelanggang mahasiswa UGM. Sendirian nggak papa, nanti juga ketemu jodoh teman baru :p

Breefing sebelum masuk bis
Pic: via +JogjaUpdate JogjaUpdate
Setelah di breefing singkat oleh panitia, kami pun segera memasuki bis yang sudah menunggu sedaritadi. Diselingi obrolan ringan dengan teman sekursi, juga beberapa chat dari kendaraan sebelah, tak terasa sampai juga di pelataran Candi Borobudur.


Kelihatannya sepi ya? keliahatannya saja sih

Ini bukan banner background printingan kan ya? *mencoba tak mengedipkan mata per sekian detik.

Agak silau menatap gagahnya Candi Borobudur yang kebetulan menjelang siang itu sedang beratap langit biru cerah.

Akhirnya aku sudah syahh menapakan kakiku di pelataran Candi Buddha megah terbesar di dunia itu. Padahal rombonganku yang ikut kelas heritage saat itu bukan hanya diikuti oleh orang jogja saja lho ya, ada yang dari Solo, Timor Leste, Afganistan, India. Haaaa beliau yang lintas Negara saja ke sini, masa aku yang jaraknya Jogja-Magelang belum menyempatkan diri ya? *ngisin-ngisini, maafkan aku yang dulu :p

Silahkan yang baru pertama kali ke Candi Borobudur boleh lho sujud syukur” 
teriak salah satu panitia dengan toa merahnya. Sungguh suara itu mampu meruntuhkan lamunanku sejenak tentang lukisan indah di depan mataku.

Mbak… ndang sujud sukur” kata Mas Mawi dan Mas Halim kompakan.
Psssssttttt” jangan keras-keras…aku malu J

Memang ini pertama kalinya aku ke Candi Borobudur *silahkan boleh ketawa atau ngece sepuasnya*.

Eh tapi memang yang pertama kali ini pingin banget lho dibuat yang istimewa. Nggak sekadar piknik cantik foto-foto pake payung jalan-jalan mengitari candi ya? beruntung deh ada teman yang merekomendasikan ikutan kelas heritage @malamuseum. Udah dapat ilmu, guide baik hati, kenalan sama banyak temen baru, dikasih kesempatan berkunjung ke balai konservasinya, bahkan dikasih kesempatan bersih-bersih candi juga.

Untuk bersih-bersih candi, sebelumnya aku belum ada bayangan tentang  aksi bersih-bersih candi.
Setauku sih bersih-bersih dosa dengan istighfar, bersih-bersih nyapu halaman, tapi kalau bersih-bersih candi seluas dan semegah itu pakai apa ya?

Jadi ternyata ada 2 metode cara membersihkan Candi Borobudur, yakni dengan cara kering dan cara basah. Pada kesempatan itu kita dikasih kesempatan simulasi bersih-bersih candi dengan cara kering.
Terus apa alat yang dibutuhkan? Panitia sudah mempersiapkan beberapa sikat, mini sapu lidi, dan sengkrok kecil.

Peralatan yang akan digunakan dalam simulasi bersih-bersih candi dengan metode kering
Pic via WihikanWijna

Peserta kelas heritage saat itu segera mengambil satu-per satu peralatan yang sudah disediakan. Namun karena keterbatasan jumlah peralatan, maka 1 alat digunakan untuk 2 orang atau bergantian.

Aku milih sengkrok mini warna pink :)
Pic Via: HalimSantoso









“Jangan lupa membersihkannya sesuai alur serat batunya ya? pelan-pelan tidak usah terlalu keras, terus jangan lupa bersihinnya pakai hati” begitu pengarahan singkat dari Pak Bambang guide kami saat itu.

Memulai menempatkan diri beserta senjata bersih-bersihnya, menyikat batu candi dengan perasaan.

Kalau yang nggak berlumut cukup disikat halus saja ya? ini batu aja tak rawat loh apalagi kamuuuu
Pic Via: HalimSantoso













Tahukah betapa susahnya mengusir sepetak lumut yang tumbuh tak rata di satu kotak batu candi?
Menggunakan sikat hitam tak juga hilang, memakai mini sapu lidi masih juga membandel, jadi menurut saran dari mas-mas di sebelahku aku harus membersihkannya menggunakan satu buah lidi kemudian dicongkel-congkel dengan hati-hati. Waaaa luar biasa itu baru sekotak batu aja butuh waktu sekitar 20 an menit aja tak kunjung bersih.

Enggak cuma lumut, tapi juga sarang laba-laba :o

Mencukili beberapa lumut yang mulai merintis tumbuh subur di batu candi yang agak lembab karena beberapa kali hujan. Lumut juga masuk ke dalam ancaman yang dapat melunakkan batu candi, maka dari itu lumut-lumut ini perlu sekali untuk dikondisikan.

Kok tidak memakai cairan atau apalah yang instan biar lumutnya cepet layu kemudian mati kering gitu?
Jadi memang teknik pembersihannya tidak sembarangan ya? semua teknik atau apapun harus melalui penelitian atau ujicoba yang panjang dulu karena ini menyangkut keberlangsungan hidup panjang Candi Borobudur.
Pak Bambang bercerita: “dulu… kita pernah mencoba menggunakan sebuah cairan yang biasa dipakai oleh Negara-negara di benua Eropa untuk merawat batuan sejenis yang ada di sana”.
Namun apa hasilnya jika cairan itu diterapkan untuk perawatan Candi Borobudur?

Nah, reliefnya warnanya jadi kekuningan? relief ini bisa kalian temukan di salah satu lorong Candi Borobudur

Mungkin untuk beberapa waktu tak terjadi apa-apa dengan batu candi ataupun relief tersebut. Tetapi
ternyata hari berganti bulan, bulan berganti tahun, warna batuan candinya berubah menjadi kekuningan? ternyata memang perawatan yang cocok di suatu Negara belum tentu cocok jika diterapkan di Indonesia, perbedaan musim atau cuaca mungkin salah satu faktornya.
Karena beberapa alasan itu, perawatan Candi Borobudur lebih memilih cara-cara konvensional yang cenderung aman untuk kelangsungan hidup panjang candi.
Pemilihan cara itu tentu menimbulkan konsekuensi tenaga, biaya ataupun waktu yang tidak sedikit. Yaaa Candi sebesar dan semegah ini tentu perawatannya tidaklah mudah apalagi murah.

Suasana salah satu tangga candi di Hari Minggu

Jutaan pasang kaki telah menapaki batuan andesit yang tergelar di sepanjang lorong candi atau di sepanjang undakan tangga-tangga candi. Jutaan tangan-tangan pengunjung menyentuh relief dinding candi, hembusan angin siap menyapu dan mengikis setiap inchi lapisannya, curahan hujan dari langit siap membanjiri setiap ruang lekuk candi, sedangkan hanya beberapa tangan-tangan kecil saja yang dengan niat kuatnya terus menjaga candi yang sudah masuk ke dalam situs warisan dunia itu tetap gagah terjaga.

Usahakan juga kalau mau ke Candi Borobudur jangan menyentuh relief, batu ataupun arca dalam keadaan tangan berkeringat. Usahakan pula jika memakai sandal atau sepatu, alasnya nggak keras. Amannya sih alas kakinya berbahan karet ya? biar nggak menyumbang pengikisan batu candi karena gesekan alas kaki yang terlalu keras.

Ini juga hal-hal kecil yang bisa kita lakukan sebagai pengunjung untuk kelestarian Candi Borobudur.
Tidak berat kan? 

***

Setelah selesai simulasi bersih-bersih  candi, kami diajak turun ke kaki Candi Borobudur (Kamadhatu) yang di sana terdapat relief karmawibhangga.

Penampakan relief karmawibhangga, perhatikan tulisan huruf palawa sebelah atas

Bagian atas relief, terdapat tulisan huruf pallawa yang diidentifikasi merupakan huruf yang digunakan pada tahun 800 tahun masehi. Atas dasar itu dan didukung beberapa penelitian, maka huruf pallawa tersebut dijadikan salah satu petunjuk perkiraan bahwa Candi Borobudur didirikan pada 800 tahun masehi.

Di dinding relief karmawibhangga juga diceritakan tentang sebab-akibat perbuatan baik dan jahat. "Kalau mau awet cantik, kurangi bergunjing" begitu pesan tersirat dari salah satu potongan kecil relief ini.

Kamadhatu adalah salah satu kaki Candi Borobudur yang masih asli atau belum mengalami pemugaran karena keadaannya yang dinilai masih baik dan layak. Borobudur mengalami beberapa tahap pemugaran, diantaranya pada tahun 1973-1983 yang didalamnya terdapat pembongkaran, pemasangan, pengawetan batu candi, atau betonisasi.

Pemugaran termasuk pemasangan pipa dan lembaran timah hitam untuk menahan aliran air agar tak langsung masuk ke celah candi

Pada zaman awal pembangunannya, Candi Borobudur sudah dilengkapi saluran air yang sedemikian rupa (bisa dilihat pada gambar sebelah kiri). Mereka menyadari bahwa Candi Borobudur yang letaknya di atas bukit, membutuhkan saluran air yang baik. 
Namun setelah saluran air itu tidak lagi berfungsi, maka dilakukan pemugaran dan pembongkaran untuk pemasangan beberapa pipa beton yang ditempatkan pada setiap tingkatan candi.
Kebayang? membongkar dan memasang puzzle? laaahhh ini segede dan seluas Candi Borobudur entah kaya gimana gatuk-gatukke batunya pikiranku kok belum sampai :p

Agar air tak langsung masuk ke celah-celah candi juga dilakukan pemasangan lembaran timah hitam (Bisa dilihat pada gambar kanan yang berada di antara garis putih).

Setelah mengitari beberapa sudut candi, tiba-tiba aku bertanya-tanya mengenai beberapa arca yang tidak memiliki kepala. Dimana kepala nya?

Beberapa arca yang tak memiliki kepala

Jadi untuk membuat suatu arca, memang dibutuhkan satu batu untuk satu arca. Misalkan jika dalam memahat 1 batu untuk menjadi satu arca terjadi kesalahan, yasudah tidak dilanjutkan.
Pak Bambang juga menjelaskan, memang pada bagian leher, kepala dan tangan merupakan bagian yang cukup riskan untuk patah. 
Bagian kepala juga merupakan incaran yang paling mudah untuk diambil oleh para pemburu barang-barang antik. 

Jika kamu sedang mengitari sudut-sudut Candi Borobudur dan melihat ratusan arca yang memang tidak memiliki kepala, dimana keberadaannya? itu semua masih menjadi misteri.
Apakah dahulu ketika memahat arca belum selesai atau tak dilanjutkan? apakah kepalanya patah? apakah dicuri? apakah masih terpendam di dalam tanah?
Balai Konservasi Borobudur juga telah menyimpan beberapa kepala arca. Tetapi tentu untuk memasang kembali kepala arca dengan badannya bukanlah pekerjaan yang singkat ataupun mudah. Butuh waktu sekitar satu tahun untuk meneliti kepala tersebut milik badan arca yang mana?
Pemasangannya pun membutuhkan proses yang panjang dan tentu tidak boleh dipaksakan jika memang antara badan dan kepala memiliki karakteristik batu atau luka leher yang berbeda. Karena jika masih saja tetap dipaksakan, akan menyalahi aturan dari aspek arkeologis.

Jadi, ketika badan arca dan kepala arca saja untuk ketemu membutuhkan proses yang lumayan njlimet, ya dimaklumi saja jika proses bertemunya sama pemilik tulang rusuk pun begitu*eh.

Setelah mendapatkan segitu banyaknya hal-hal mengenai "tidak mudahnya menjaga Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia"
Bagaimana perasaanmu jika melihat ulah pengunjung yang masih membuang sampah sembarangan?
Bagaimana perasaanmu juga jika melihat pengunjung asal foto manjat-manjat stupa?
yaaahh begitulah perasaannya, tidak bisa digambarkan.

#1
#2

#3
Kebanyakan hasil pungutan sampah di siang yang lumayan terik itu adalah sampah tissue, kemudian disusul peringkat kedua sama-sama diduduki oleh plastik bekas snack dan botol air mineral.
Sungguh, ga bisa komen apa-apa tentang ini.

Satu-satunya Foto berbackground Candi Borobudur yang aku punya e ini
Pic via candidnya HalimSantoso
Bertolak membelakangi Candi Borobudur untuk menapaki jalan pulang, sungguh ada banyak hal yang kubawa serta.
Tentang pelajaran, tentang penghargaan, tentang penjagaan, juga rasa memiliki.
Bagaimana rasa memiliki dan menjaga Candi Borobudur bisa diteruskan, disalurkan kepada siapapun agar tak hanya tangan-tangan kecil itu saja yang kewalahan menjaga warisan budaya dunia sebesar itu. Semoga setelah ini, setelah disebarkannya beberapa cerita dari peserta kelas heritage @malamuseum juga para pembaca sekalian, terdapat tangan-tangan yang berangkulan ataupun bergandeng serta hingga sampai kapanpun Borobudur tetap kokoh atas penjagaan secara sadar banyak orang.

Terimakasih Night at the Museum @malamuseum ditunggu kelasnya lagi :)

Terima Kasih Sudah Berkunjung

11 comments

  1. Jadinya dapat jodoh nggak mbak? Apa cuma ketemu sama mas Mawi dan Mas Halim aja hahahahha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kasih tauuu enggak yaaaa :)
      Mas sitam banyakin doain aku makanyaa :p

      Hapus
  2. Eciyeee akhirnya, tapi kurang seru ahh mbak Dwi gak ada foto ala ala dengan background Candi Borobudur. Tanda kudu mbaleni lagi hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lahh aku punyanya saja cuma hasil candidmu itu aja mas.. we sama mas mawi :p
      Siapp kalau kudu mbaleni. Pas enggak seramai minggu itu kali yaa
      Eh makasih ya mas aku nyomoti potonya mas halim sama mas mawi kui haha
      Aku pas itu fokus belajar ga sempet moto-moto :p

      Hapus
  3. Eciyee, ikutan kelas heritage, salah satu tujuannya buat cari jodoh di candi to :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haaa kok pada dianggep serius e :p ya kali aja arcanya hidup jadi mas mas sholeh wkwk

      Hapus
  4. Oh, mau cari jodoh?
    Padahal katanya kalo belum nikah ke borobudur tar malah putus lho

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kok semua jadi bahas jodoh
      Masih esuk e inii :p

      Hapus
  5. Wew, cocoklah aku alih profesi jadi petugas kebersihan candi. :D

    Klo orang-orang liat ada pengunjung yg mungutin sampah apa mereka juga tergerak buat mungutin sampah ya? Senggaknya buang sampah pada tempatnya gitu. :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belum ada yang berani ngontrak kamu lah mas... muahal pasti :) soalnya pengalaman munngut sampahnya sudah lintas pulau mungkin :)
      Semogaaa pada tergugah dan tergerak hatinya untuk buang sampah pada tempatnya

      Hapus
  6. masih ada aja ya yang buang sampah sembarangan di tempat wisata seperti itu..

    BalasHapus