Puncak 7kk, Bagian Keindahan Lain Gunung Api Purba Nglanggeran Gunungkidul

Selasa, Februari 09, 2016

Partner dolan semenjak beberapa tahun terakhir: sepupu. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Selain didukung dengan jarak usia kami yang tidak terlalu jauh, rumah yang berdekatan, ketertarikan pada hal yang hampir sama, dan masih sama-sama single kalik begitu.
Karena hampir setiap postingan blogku aku selalu menyebut-nyebutnya, sampai ada juga yang komen: "dolannya sama sepupu terus? kapan dolan sama suami?"
Ah abaiiikan, sungguh abaikan.

Seperti biasa jika dia mau ngajakin dolan, aku selalu dikasih pr cari tempatnya, sekalian alamatnya, sekalian detail gps nya.
Iya sekali-dua kali tidak apa-apa, lha ini hampir setiap ngajak dolan gitu terus.
Mungkin karena tiap dia mau ngajak kemana gitu (suatu tempat) jawabku: “udah pernah”.
Haaa pasti ngeselin banget rasanya. Makanya dia selalu memberikan pr seberat itu tiap ngajak dolan.

Paginya janjian pergi, malem-malem jam 20.00 WIB lebih aku masih aja browsing tanpa inspirasi. Kaya tanganku ketak-ketik keyboard tapi atiku dimana entah :’)
Sampai kepada ingatanku kepada salah satu teman yang pernah menawarkan jadi guide kalau mau dolan ke suatu tempat. Mulailah kita pada chat whatsapp *skip*.

Pagi-pagi sekali, janjian jam 08.00 WIB aku sudah dijemput aja sama sepupu. Dia selalu ngomel-ngomel jika sudah jemput tapi aku masih belum siap. Entah pake jilbabnya kelamaan, atau kebingungan cari jaket. Strategiku adalah aku selalu mengalihkannya kepada: “sarapan dulu sana, ada lauk masih anget semua lho itu ...”
Ketika itu sudah teralihkan pasti ngomel-ngomelnya hilang.
Selesainya dia sarapan aku sudah siap dengan jas hujan, kamera yang sudah dicharge semalaman, tiba-tiba dia bilang lagi: “cemilan sudah siap?” aaaaa berasa siapa dia, walaupun sebenarnya biscuit, air minum, dan lainnya sudah kumasukkan ke dalam tas.

“Kita otw dari rumah yaa…” chat singkat whatsappku kepada teman yang mau jadi guide dolan kami hari itu.
Dia pun sudah meresponnya. Perasaanku agak tenang, paling tidak ada yang menuntun jalan dari ketersesatan.

Tujuannya adalah Patuk, jadi kami memutuskan untuk melewati jalan Dlingo-Patuk dengan pertimbangan selain jarak yang ditempuh lebih efisien, juga menghindari kemacetan di jalan-jalan utama kota.
Masih sepagi itu, hutan pinus Dlingo sudah sesak dengan kendaraan yang parkir sampai sisi kiri jalan. Aaa ternyata pada rajin sekali kalau pada piknik.

Banyak hal yang kami ceritakan sepanjang jalan, sampai tidak terasa lagi macetnya Jalan Wonosari, tidak terasa pula kita sudah sampai pada pintu masuk Gunung Api Purba Nganggeran.

Langsung kucek kembali whatsappku, ternyata yang berdering adalah panggilan telepon dari temanku yang bersedia jadi guide kami.
Dia menjemput kami di sekitaran pintu masuk Gunung Api Purba Nglanggeran, kemudian kami diantarnya menuju tempat yang kita sepakati.
Tujuan kami tentu saja bukan GAP (Gunung Api Purba), tapi masih bagian dari GAP. Karena itu kita butuh seorang guide.

Dan… belum-belum sudah dapat surprise menyenangkan:

Jalan yang kita lalui medannya kaya apa?
yaaa biasa sih, masih lebih mending jika dibandingkan dengan jalan menuju embung batara sriten yang masih gronjal-gronjal, kalau ini lebih alus.
Maaf medan jalannya kaya apa belum sempat ke foto. Boro-boro ngeluarin kamera, aku harus tetap fokus menata hati dari kecemasan semacam ini.

Guyuran hujan menyebabkan corblok penuh lumut, tanah liat yang licinnya kaya janjimu yang susah dipegang *eh ya* bikin jantung deg-degan melebihi apa.
Sesekali kami melewati tanah liat yang ada genangan airnya, terus corblok licin lagi, tanah liat lagi, nah tentang tanjakannya ga usah dibahas kaya apa.

Oh aku baru teringat pesannya tadi malam:
“kalau hujan ditunda dulu aja, soalnya jalannya nganu…” tapi nganu ~ nya apa masih misteri buatku, dan ternyata ini to jawabannya?
Ban motor belakang serasa goyang-goyang rasanya mirip kaya ban bocor.
Sesekali kutengok ke bawah, bannya tidak ada masalah. Ngeri bayangin ban motor bocor di medan seperti ini.

Berhentilah kami pada pos jaga yang difungsikan sebagai tempat pemungutan retribusi wisata.
Ada berberapa orang yang berjaga di dalamnya. Kami berhenti dan membayar tiket masuk Rp.5.000,- per orang dan parkir. Setelahnya, kami segera jalan kaki menyusuri tanah merah yang masih becek karena hujan semalaman.

Rumput-rumput di pinggirannya pun seolah-olah menjadi korban berubah warnanya menjadi kecokelatan karena dijadikan keset hidup dari sekian orang yang lewat dengan lapisan tanah merah tebal beberapa cm di alas kakinya.

“mas, oh makasih ya surpisenya… jalannya ga nguati banget” kataku dengan sedikit nyengir.

Dari parkiran, kami berjalan sekitar kurang lebih 500n meter. Jalannya agak naik turun melewati batuan hitam dan rumput-rumput menghijau subur.

Bayang-bayang jalan rute untuk turun masih membayangiku, tetapi langkah-demi langkah kami mengantarkan kepada tempat yang bagiku menjadi supplement berarti.

Tempat ini seperti membuatku lebih dekat dengan langit, lebih luas menatap sekitar tanpa sekat.
 
dari sini, kamu bisa melihat embung nglanggeran dan puncak Gunung Api Purba secara sejajar
versi lebih jelasnya :)



Oke, kenalkan mas guide kami hari itu:

Who is he? *sengaja dicrop karena masnya emang gamau dipoto*
Nah ini maksudnya, kita bisa menikmati suatu tempat dari sisi yang berbeda. Jika kebanyakan orang-orang menikmati embung nglanggeran dari dekat, Gunung Api Purba dengan tracking ke puncak, kami memilih melihat mereka dari kejauhan pun cukup.

Terlihat beberapa orang sudah berada di puncak GAP

Deretan parkiran terlihat penuh dengan beberapa kendaraan dan orang-orang yang melingkari embung.

Terlihat kerumunan wisatawan dan jejeran kendaraan berbaris rapi di sekitar embung nglanggeran

Kawasan ini masih termasuk dalam Ekowisata Gunung Api Purba dan Embung Nglanggeran, karena tiket retribusi masuk pun berkata demikian.

Terdapat Fasilitas gazebo untuk sekedar mengatur nafas dan menikmati atap di atas bukit




Disamping gazebo ini, terdapat tempat sampah yang disediakan bagi pengunjung yang ingin membuang sampah tertib pada tempatnya.

Rasanya, kurang lengkap jika semua orang berlaku tertib dan teratur, buktinya masih saja ditemukan corat-coret di sekitar gazebo yang entah siapa pelakunya. 
Cctv nya mungkin cuma tercatat oleh malaikat saja, semoga semakin hari semakin bertambah orang-orang yang lebih sadar dan cinta sama lingkungan. Sadar dek...sadar...

Oh iya, wilayah ini juga lebih sering dikenal oleh penduduk sekitar dengan 7kk.
Dari gazebo ini, kita bisa melihat genteng-genteng perkampungannya:

Terlihat sedikit genteng-genteng rumah mereka

Apa itu? Tidak jauh dari tempat kami berpijak, terdapat sebuah pemukiman yang dihuni hanya 7kk tidak boleh kurang ataupun lebih.
Pemukiman rumah mereka berada di puncak Gunung Api Purba Nglanggeran.
Lokasi tersebut hanya boleh dihuni oleh tujuh kelompok keluarga, dengan rumah yang juga berjumlah tujuh saja.
Bagaimana jika terdapat pergeseran jumlah kk?
Misalnya aku dapat jodoh orang sana gitu, terus pingin bikin  rumah sendiri yang ada tamannya, ada kolam kura-kuranya :p ?
Tidak bisa, karena jika kelebihan harus dikurangi menjadi 7kk, jika kekurangan juga harus ditambah agar tetap menjadi 7kk.
Sebab jika ada yang memaksakan untuk menambah jumlah kk akan mendatangkan suatu bahaya (menurut kepercayaan masyarakat ini). Kepercayaan itu sudah turun temurun dan sampai saat ini masih menjadi misteri.

Sayangnya, saat itu kami tidak bisa bertanya langsung kepada warga yang berada di kawasan 7kk. Menurut informasi dari guide kami saat itu *tsah.. jam segini biasanya mereka sedang bekerja di sawah. Ini menarik menurutku, semoga kapan-kapan bisa dikasih kesempatan lagi untuk mengenal dan menggali lebih dalam mengenai 7kk ini.

Seperti rumah, Gunung Api Purba Nglanggeran juga memiliki beberapa sisi atau sudut bagian.

Kami tadi, menuju Puncak Watu Bantal

Nah ini adalah sudut lain dari papan petunjuk arah: Gunung Tugu dan Gunung Blencong



Mukaku kiyu-kiyu

Pohon yang jadi iconnya
Sementara waktu ngobrol kami kesana-kemari tidak berasa waktu sudah menunjukkan jam 11.00 siang lebih. Langit seperti agak mendung dan kami harus segera turun bergegas dari tempat ini.

Mas guide masih saja menawarkan opsi air terjun. Aaaa imanku mana kuat ditawari semacam ini?
“mana mas?” tanyaku singkat.
“Pilih saja kedung kandang atau curug gede?”

Menurut beberapa cerita dari teman, Air Terjun Kedung Kandang memiliki akses medan yang tak mudah. Bahkan tetanggaku ada yang sudah sampai tengah-tengah, kemudian kembali pulang sebelum bisa mencapai air terjun karena kecapekannya.

*muter akal cari alasan*

“mas, tapi kalau kedung kandang ntar ki potonya cuma kepotong-potong gitu loh, ga bisa foto full view air terjunnya”
“nanti aku yang motion full deh” katanya cepat.

Pasrah.

Intinya kami memutuskan untuk memilih menuju air terjun kedung kandang.

Air Terjun Kedung Kandang

Setelah menyusuri jalan beraspal, sampailah kami kepada sebuh rumah penduduk yang dijadikan tempat penitipan kendaraan pengunjung.
Menata kembali sedikit nafas karena kecemasan  jalan licin tadi, dan harus kuat menuju setiap medan ke depan nanti.
Kami berjalan menyusuri jalan sempit di tengah hamparan persawahan hijau nan sejuk.
Sesekali kami melihat pengunjung lain yang juga sedang berusaha menuju Air Terjun Kedung Kandang.

Saran dan sedikit masukan untuk penduduk sekitar atau pengelola wisata Air Terjun Kedung Kandang:
alangkah lebih baiknya jika diperbanyak lagi pemasangan petunjuk jalan yang mumpuni untuk menuju arah air terjun.
Ada beberapa pengunjung yang masih tersesat malah turun di sawah yang bawah, dan kasian jika harus kembali lagi naik-naik.
Telapak kakiku yang sedari tadi dikasih oli lumpur beradu sandal jepit menjadikan jalanku semakin ga nyaman karena licin.  Akhirnya aku memilih untuk cekeran aja dengan tangan menenteng sandal.
Sekitar 700m jalan kaki dengan medan seperti itu, sampailah kami kepada Air Terjun Kedung Kandang yang bertingkat-tingkat berlapis-lapis seperti kesabaranmu ketika proses ingin menjangkaunya.

Ini janji Mas Guide yang mau motion full.
Perjuangannya naik-naik di atas sawah gitu yang ga tau mana lewatnya.





Kebanyakan pengunjung ke sini pada berpasang-pasangan gitu. Ada sih yang rombongan, tapi rombongannya biasanya terdiri dari banyak couple, terus poto ala-ala prewed. Seneng sih ngeliatnya, sedikit terharu haha.
Menikmati gemericik air yang melimpah  siang itu, ditambah ijo-ijonya sawah yang menyangga kanan-kirinya membuatku kepikiran untuk mindahin air terjunnya di samping rumahku.
Tolong abaikan imajinasi-imajinasiku yang aneh seperti ini, sepertinya aku hanya kurang nonton pemandangan saja.

Lagi dimintain tolong motoin sepupu:

Kalik aja ada adek-adek manis jomblo: sepupuku masih single, pekerja keras, rajin nabung dan humble
Sejenak menikmati dinginnya air Kedung Kandang, Mas guide bilang dia sudah merasa lapar, kami pun sebenarnya juga begitu.

Karena langit sudah bergelayut mendung, kami bergegas kilat menuju sebuah warung makan pilihannya: Soto Mbak Djam yang letaknya berada di sekitaran Nglanggeran.

Soto. Pas kan, aku juga lagi pingin yang kuah-kuah gini dan selalu suka soto meskipun ibukku jualan soto. Menurutku bermacam-macam soto rasanya pun bermacam-macam juga.



Sebenarnya di warung makan ini menunya bukan hanya soto saja karena ada nasi goreng juga, kerikuk-keriuk keripik, dan beberapa gorengan siap makan.
Disini juga disediakan fasilitas Mushola dan Toilet.

Soto 3 porsi dan es teh 3 gelas diiringi air hujan yang kali itu turun dengan derasnya. Porsinya sih menurutku lumayan over untuk ukuran perutku :p.

Maaf sementara 2 paket wisata aja ya Mas Guide, Curug Gede nya dicancel dulu karena alasan cuaca.
Terimakasih yaaa... udah nganterin capek-capek padahal kurang tidur semalaman :,)
Aaa total sekali pokonya :D . Sampai ketemu di lain kesempatan lagi J


*Maaf karena masnya pemalu, jadi daritadi tak tulis dengan: Mas Guide. Identitas dirahasiakan takutnya dia jadi kebanjiran pada minta diguide-in :p

Terima Kasih Sudah Berkunjung

15 comments

  1. Jadi kapan ajak kami main-main? hahahhahah

    BalasHapus
  2. Aku ke puncak 7kk alias watu bantal alias gn wayang itu pas sunrise, mb. Cakeps.
    Aku mau jugak donk di guide mas nyaaaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Panggil dia 3kali mbak hha.. kye sunset sunrise apik dehh

      Hapus
  3. iya nih kapan diajakin main. masa main sama "sepupu" dan "guide" yang disembunyikan mulu sih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Udah-udah, ga usah ditanda petik segala :o
      Yang sibuk terus siapa cobaa

      Hapus
  4. Aku kalau ke gunung api purba udah pernah dong :D tapi kalau ke Air Terjun Kedung Kandang ._. aku kok belum pernah ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hallo Mas febri, padahal air terjun kedung kandang ngehitsnya udah lamaaa banget aku aja telat :p

      Hapus
  5. Mbak aku 7 tahun di Jogja kok nggaa nemu tempat kece ini yaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waa sayang mbak, padahal 7taun buat keliling keliling aja pasti ada tempat baruu terus :)

      Hapus
  6. ya ampun merinding ngeliatnya, indah bgt ciptaan allah s.w.t

    BalasHapus
  7. subhanalloh, indahnya, bukan hanya bisa melihat pemandangan yang indah luar biasa, disana juga terdapat air terjun yang tidak kalah indah..

    BalasHapus