Menyapa Air Terjun Sri Gethuk dari Bukit Sri Panjung Dlingo Bantul

Selasa, Maret 08, 2016

Weekend ini harus sedikit menata ulang jadwal yang sudah disusun rapi jauh-jauh hari. Iya, janjianku kepada Faida harus kucancel karena suatu hal. Kepadanya, sungguh: “maafkan kita ga jadi dolan di tempat yang sudah sama-sama pernah kita janjikan”.
Dadakan mendengar berita bahwa Minggu ini di desaku akan diselenggarakan pengajian akbar, tentu saja aku tidak bisa memprioritaskannya di atas itu.
Meskipun sejujurnya ga terlalu sreg sama namanya mengancel janji. Aaa maafkan :’(

Tetapi pagi ini memang terlalu sayang dilewatkan dengan bersoulmate-an sama selimut. Kulihat kabut tipis masih melapisi embun pagi di hijaunya sawah utara rumah. Terbersit kembali keinginanku untuk mengunjungi suatu tempat yang pernah aku jejaki di tahun 2015 bersama Amin Fitriyah
Ketika itu, kami datang dan hanya duduk-duduk di gazebo memandang kelokan Sungai Oyo.
Kali ini aku ingin menapakinya lebih jauh, kemudian menyusuri setiap sudutnya dengan khusyu’.
Ah tak apa,  tempat ini juga masih terjangkau, masih di kawasan kota kelahiran: Bantul. Tepatnya di daerah Kecamatan Dlingo.

Bagiku, Dlingo adalah anugerahnya Tuhan sebagai penyeimbang. 
Ketika di Bantul ada Pundong dengan sudut romantisnya, ada Pantai Parangtritis atau Gumuk Pasir Parangkusumo, disediakan pula daerah perbukitan hijau nan sejuk. Yaaa semua sejuk-sejuk itu disuguhkan di Kecamatan Dlingo: terdapat Grojogan Lepo, Bukit Becici dan Grojogan Randusari, Goa Gajah atau Watu Mabur. Atau mau milih yang paling mainstream: Kebun Buah Mangunan?Namun, terdapat tempat yang belum tuntas aku sapa di setiap sudutnya: Bukit Sri Panjung.

Bagaimana kalau berangkatnya pagi sekalii, terus baliknya sebelum dhuhur gitu? Kan masih bisa bagi waktu untuk persiapan pengajian nanti malam ya?

“Iya”, batinku mantap.

Pertanyaannya adalah: mau sama siapa ke sana? Siapa juga yang mau dolan sepagi ini?
yang ada mereka komentarnya bakal panjang banget dari A-Z.
Jika tidak, pasti atau aku diphp-in? janjian jam 7 berangkat jam 9? ooo tidak bisa, siang sudah ada acara lain yaa…maka kuputuskan untuk? berangkat sendiri. Iya sendirian.

Setelah segala urusan rumah tangga selesai, pukul 07.00 WIB aku mengendarakan kurofitku menyebrangi jembatan kecil Dusun Kiringan yang saat itu masih sibuk dilalui kendaraan beberapa penduduk yang lalu lalang beraktivitas. Tentu harus sedikit menunggu. Jembatan sesempit itu memang hanya bisa dilalui satu buah kendaraan saja.
Aku selalu memilih melalui jembatan itu ketika akan menuju daerah Imogiri, karena selain lebih efisien waktu dan  jarak, dengan melaluinya tidak perlu berpapasan dengan terlalu bisingnya kendaraan-kendaraan beroda empat.

Di sepanjang jalan, masih kudapati beberapa pelajar yang berangkat kesiangan dengan laju kendaraan agak mengebut, pemuda-pemudi yang sedang berduyun-duyun boncang-boncengan menikmati weekend, petani yang sibuk menggarap sawah, dan pedagang yang membawa dagangannya ke pasar.

Tidak terasa medan perjalananku telah melewati tanjakan, tikungan dan sedikit turunan curam. Itu artinya, aku sudah berada di kawasan Dlingo. Waaa Alhamdulillah lancar meskipun akhir-akhir ini kurofitku agak rewel ngapeli mas bengkel.

Masih terekam jelas rute yang pernah kulewati bersama Amin waktu itu di sepanjang jalan ini. Aku kembali mengingatnya sambil sesekali membaca papan petunjuk sepanjang perjalanan.
Setelah melewati liukan corblog sempit diapit pepohonan jati, Alhamdulillah enggak nyasar walau sendirian. Sampailah aku kepada parkiran lokasi.

Bukit Sri Panjung

Bukit Sri Panjung mulai dikenal oleh masyarakat setelah blow-up media mengenai lokasi syuting sebuah film Hollywood Beyond Skyline. Semenjak ekspose Sri Panjung melalui beberapa media massa maupun medsos, banyak versi penyebutan nama tempat ini. Mulai dari: Sri Tanjung (penyebutan nama di media massa yang setelah dikonfirmasi ternyata salah), Tri Panjung, atau Sri Panjung.

Baiklah. Sri Panjung.

Segera kuparkirkan kurofitku ke tempat yang tidak terlalu besar di samping sebuah warung yang belum perpenghuni.
Saat itu, aku menengok ke kanan dan ke kiri meyakinkan diri sendiri: “ oh, memang aku adalah satu-satunya pengunjung di sini”.
Beberapa ku lihat penduduk sekitar yang sibuk merapikan kebun jagung yang terhampar luas.

“pak, mohon maaf, apakah pak parkirnya ada? atau beliau belum datang?” tanyaku kepada salah satu bapak-bapak yang sedang istirahat minum segelas teh di pinggiran kebun jagung.

“tidak apa-apa mbak, di taruh di situ saja kendaraannya aman, nanti sebentar lagi penjaga parkirnya juga datang”, kata beliau dengan ramah.
“terimakasih pak”
“mana mbak temennya? Sendirian saja?”
“iya pak, sendirian” jawabku tersenyum.

Tujuan pertamaku adalah gardu pandang yang bisa melihat Air Terjun Sri Gethuk. Iya, ketika ke sini tahun lalu belum sempat kesampaian menemukan spot gardu pandangnya dengan alasan jarak jalan kaki yang terlalu jauh. Kali ini, kakiku mantap menuju arah selatan. Melewati pematang ladang jagung yang buahnya sudah mulai menua. Sesekali ku sapa penduduk yang sedang sibuk mencari rumput, dan seperti alarm rindu yang selalu berdering setiap mau tidur:

“sendirian saja mbak?”
“iya bu…”
Pertanyaan itu berulang-ulang hampir 7x pertanyaan yang sama dengan orang yang berbeda.

Setelah berjalan sekitar 400 meter, telingaku mulai mendengar bunyi gemricik air. Senyumku mengembang, semakin mantap kulangkahkan kakiku kepada sumber suara. Terhentilah kakiku kepada salah  satu gazebo, kemudian kutaruh tas ranselku di papan kayunya. Buru-buru segera ku-on kan kamera yang sedaritadi di dalam ransel.



Kurang puas dengan jepretan pertama, kembali kucoba memutar akal. Kuberanikan kakiku menapaki tingkatan tebing yang agak ke bawah agar penampakan air terjun tidak kepotong. Memang agak ngeri, tapi aku berusaha tenang. Tetap hati-hatii dan utamakan keselamatan, karena jurang curam banyak yang tertutup rimbunnya belukar.
Hasilnya ternyata ga jauh berbeda:


Eits, itu poto setelah diedit photosop buat ngilangin salah satu objek, karena  yang asli adalahhh seperti di bawah ini:

#1

#2

#3

Don't try at manapun...

Setelah jepretan pertama, aku lihat kembali hasilnya: aku zoom in full dan "eh ini ada penampakan apa?"

Aku jereng kembali mataku sambil melihat di seberang tebing. Sesekali aku lambaikan tanganku, biar mereka peka. Semoga pembaca blogku adalah 17+ semua.

Aku beneran deh pingin motret air terjunnya, kenapa sepagi ini sudah ada pemandangan kaya begitu?
Kemudian aku mencoba berhusnudzan:

“apakah mungkin sedang ada syuting semacam FTV atau film di Air Terjun Srigetuk?”

 Aku pernah beberapa kali membaca mengenai Air Terjun Srigetuk yang sering dijadikan lokasi syuting beberapa FTV, bahkan Film.

“Ah tidak ada crew, tidak ada kamera dan peralatan syuting”.
Kemudian aku kembali berhusnudzan bahwa mereka pasangan suami istri.

Yaaa mungkin,
tapi ga gitu juga kalik ya di tempat umumm.
Sedaritadi aku cuma ngomong di dalam hati, “duh mereka kok betah sih ga pindah-pindah?”
Matahari sudah semakin tinggi, otomatis jika aku menghadap ke arah timur krasa banget semakin panasnya, apalagi saat itu pake kaos serba item-item.
Yasudah tak tungguin, tik…tok…tik..tok
Beberapa menit kemudian, couple itu masih tetap disitu, 20 menit kemudian masih juga seperti itu.

Baiklahh aku yang pergi…

kita ada di dua tebing yang udah beda kabupaten bapak-mbak e di Gunung kidul ~ aku di Bantul :)

Kugendong kembali ranselku menuju arah selatan, dengan harapan bisa menemukan lokasi lain untuk memotret tanpa ada gangguannya.
Ini penampakan potretan dari gazebo paling ujung selatan:

gazebo ujung selatan



Paling tidak sudah tidak ada penampakan apa-apa, yang ada hanya kesejukan suara gemericik air, rimbunya  ijo-ijo dedaunan, dan sesekali melihat beberapa gerombolan burung-burung yang menyapaku melintasi tebing sebelah timur.
Dari sini, terlihat undakan tangga menuju air terjun. Duluuu aku pernah menapaki tangga itu ramai-ramai bersama teman kampus pas pada nyelo habis seminar skripsi. Ah jadi teringat masa-masa itu… sekarang mungkin kalian sudah pada sibuk dengan urusan perumahtangganan masing-masing.

Tidak terasa perutku telah membunyikan alarmnya, memang aku pagi ini belum sarapan. Ditambah lagi sudah jalan kaki lumayan jauh sedari tadi juga menunggu adegan itu selesai dengan kepanasan.
Kubuka tasku dan mengeluarkan ala-ala amunisi yang masih sempat kupersiapkan sebelum berangkat tadi:

buah itu favorit bangett
Potongan buah naga, beberapa butir rambutan dan buah manggis yang sudah tak lagi dingin.
Aaa makan ala piknik gini momen favorit banget ya, enaknya jadi berlipat-lipat apalagi makannya berdua sama kamu *ngomong sama kupu-kupu*
Setelah energiku kembali, kulangkahkan lagi kaki kakiku sampai ujung tebing sebelah selatan. 

Parkiran Air Terjun Sri Gethuk yang sudah mulai ramai karena weekend. Padahal di sini aku cuma sendirian. Sungguh ironis sekali.

parkiran Sri Gethuk sudah semakin ramai
Katanya reza sama mas hanif ~ duo insanwisata lagi pada piknik di Sri Gethuk? manaa sih motornya ga keliatan?

Semakin siang, langit sudah mulai mendung, 

langitnya sudah gelapp

Aku baru tersadar perjalananku kembali lagi ke arah parkiran akan begitu jauh. Iya… lumayan jauh.
Ah, setidaknya beban ranselku sudah berkurang. Semacam beban rindu berat yang terkurangi meskipun hanya ketemu lewat mimpi.
Kutemui lagi lorong sempit berpayung rerumputan penampung embun.

embunnya :)

jalan setapak yang diapit ladang jagung


Yaa, pagi ini rokku, kaos kakiku, sepatuku basah menyapu setiap embun yang menggantung di setiap ujung daun rumput-rumput itu. Langkahku tetap berirama dengan beban tanah lengket di sepatuku, sedangkan pandanganku tertuju kepada gerombolan pohon kayu putih, pohon ketapang, dan ladang jagung.

Tiba-tiba, ada ibu-ibu yang sedikit mengejutkan lamunanku:
“sendirian mbak?”
“iya ibu, kebetulan lagi kepingin jalan-jalan sendirian. Mohon maaf bu, itu tangganya menghubungkan sama sungai itu ya bu? Turunnya jauh?” tanyaku sambil menunjukkan turunan tangga.
“iya mbak, mumpung sudah ke sini dicoba saja turun…tapi jauh lho, jangan nyebur ke sungai mbak soalnya dalam, lagi banjir bahaya”

Lebih dalam mana sama perasaan yang disimpan diam-diam? *tsahh

“iya bu, saya mau nyoba turun, terimakasih sekali infonya nggih?”

Aku melihat tangga turun dari parkiran tadi:

penampakan gazebo dan tangga

Aku memulai tapakan pertama kakiku dengan bismillah.




Anggap saja jogging di tangga Makam Raja-raja Jimatan Imogiri. Hihihi. Eh beneran, lagi beberapa meter saja keringatku sudah tak terbendung sejagung-jagung. Mumpung ada semacam atap teduh cekungan goa, sepertinya tempat yang tidak terlalu buruk buat ngiyup.

Taraa cekrek by timerr:





Habiskan galonmu nak, fiuhhh….

Tangganya masih mengular panjang, kalau diukur berapa meter ya? Ada lah kurang lebih 500 meter, tapii tapakan kakinya bertingkat-tingkat itu loh yang membuat kalorinya terbakar gosong. Recommended bagi yang mau melangsingkan diri, pasti ga kerasa juga capeknya kalau meniti dan menuruni tangga berparter pasangan atau teman tapi diprospek.
Terkadang, aku merasa agak sedikit merinding. Bukan karena hantu, lelembut, dan sebagainya yaa? Tetapi lebih ke: bagaimana kalau tiba-tiba ada ular keluar dari semak-semak?
Posisi sendirian saja, semak-semak tak beraturan menerjang batas tangga. Rumput-rumput liar subur menjulang tinggi. Semoga tidak ada hewan yang aneh-aneh.

Alhamdulillah sungainya sudah terlihat, rasanya ingin turun dengan berlari, tapi apadaya tenaga tinggal seadanya.

aku sudah mau sampai kali oyonya
Benar sekali kata ibu-ibu tadi, sungainya banjir airnya pun berwarna cokelatan.
Setelah sampai ke bawah, ini dia view yang dapat dilihat:






Waaaw, dari sini terlihat secara jelas tingkatan lapis-lapis aliran Air Terjun Sri Gethuk sebelum bermuara ke Sungai Oyo. Penampakan getek perahu yang mengangkut penumpang, dan ekspresi pengunjung ketika selfie berbeground air terjun Sri Gethuk terpampang jelas dari sini. Apakah mereka melihatku? Halooo……!!! ah dicuekin. Baiklah.

Jadi kalau kondisi air tidak banjir yang ditandai dengan aliran air yang jernih, kalian bisa lho menyebrangi kali ini menuju Air Terjun Sri Gethuk. Menurut informasi dari bapak-bapak yang berada di atas tebing tadi, kalau pas tidak banjir kedalaman sungai hanya sampai atas mata kaki.
Waaaa asyikkk. Selain jaraknya lebih dekat, kalau lewat sini kan enggak pakai dipungut retribusi masuk seperti jika mau ke Sri Gethuk melalui Playen?

Besok pas musim kemarau wajib nih ke sini lagi, aku ingin merasakan sensasi jalan kaki menyebrangi Sungai Oyo menuju Air Terjun Sri Gethuk.

Eh, tadi kan rencananya mau kembali ke parkiran karena mendung? ini malah pakai mampir-mampir turun tangga. Ayooo naik lagi...
Ternyata tenaga untuk naik tangga, benar-benar perlu 2x lipat dibandingkan pas turun tadi. Makanya aku jadi lebih sering butuh waktu jeda untuk berhenti minum.

Aaa di sepanjang perjalananku enggak sendiri, dari tadi ditemani kupu-kupu yang lalu lalang menggoda untuk dijepret:
 
kupu-kupu saja pedekate, masa kamu enggak? 

Jadi ini to enaknya jalan-jalan sendiri?
Mau jungkir balik ya sendirian aja. Mau berhenti, mau istirahat, mau lama-lama nanti pulangnya, mau berhenti buat motrat-motret ga ada yang protes.
Ini jepretan favorit ala-ala menikmati suasana perjalanan dengan aspal basah di sekitar Jalan Dlingo:

 
Take around: Tikungan tajam jalan dlingo
Terlalu senengnya dapat momen ini, aku langsung berhenti saja buat motret. Karena tidak memperhatikan kontur dan kondisi jalan, alhasil motorku terbujur kaku bersamaku. Haaa pas berhenti di turunan, main distandart-in aja motornya. Gelimpang deh yaaa.

Oh jadi karena itu tanganku daritadi kerasa perih. Ternyata tanganku berdarah. Momen jedaku itu kugunakan untuk membersihkan darah yang sudah mulai mengering tapi tetap perih menggunakan guyuran air putih dari botolku. Alhamdulillah bawa air minumnya lumayan, jadi multifungsi.

***

Rute naik tangga tinggal sedikit lagi, agak cepat sedikit berlari aku mengganti langkah bergantian ingin secepatnya menuju atas.
Kulihat warung yang tadinya masih tutup kini sudah menjajakan segala snack, minum, dan mie rebus. Aku duduk-duduk di kursinya sambil meringankan dahaga.
Dari mengobrol panjang lebar dengan bapak penjaga warung, aku mendapatkan beberapa informasi mengenai Bukit Sri Panjung ini.

Alamat:
Dusun Dodogan, Desa Jatimulyo, Kecamatan Dlingo, Bantul

Rute:
Ada 2 versi, mau lewat Jalan Wonosari atau Jalan Imogiri?
Karena aku pada saat itu mengambil rute jalan Imogiri:
 Jalan aspal ketika menuju kebun buah Mangunan masih lurus terus, sampai menemukan Kecamatan Dlingo masih lurus. Ketika ada pertigaan jalan besar jika ke Utara menuju Patuk, ambil kanan lurus. Pelan-pelan jika kalian menemukan pohon beringin di tengah jalan

Pohon beringin di tengah jalan sebelum jembatan getas

ke kanan yaaa
Ambil rute kanan masuk aspal kemudian corblok lurus. Di sepanjang jalan kamu akan menemukan papan-papan petunjuk dari kayu menuju arah Bukit Sri Panjung. Jika mulai kebingungan atau tersesat, jangan malu bertanya ramah kepada penduduk sekitar.

Apa Istimewanya?

Jadi, apa yang istimewa dari bukit Sri Panjung?

  • Bagi yang mau hunting spot sunrise maupun sunset, lokasi ini menyediakan keduanya.
  • Jika kebun buah mangunan terlalu mainstream untuk mencari spot kabut meliuk menirukan cetakan sungai oyo, kalian bisa ke sini pagii-pagii sekali. Kabut tipis akan terlihat menyelimuti bukit dan sungai oyo sampai sekitar pukul 06.00. Sanggup bangun pagi?
  • Bisa melihat sisi lain Air Terjun Sri Gethuk dari atas bukit, atau menyebrangi sungai jika kondisi sungai tidak dalam keadaan banjir.
  •  Tempat relative masih sepi
  • Retribusi: 0, alias belum dipungut retribusi masuk. Hanya parkir: Rp.2.000,-
  •  Rute dan akses jalan lumayan mudah, jalan cor atas swadaya masyarakat
  •  Penduduk sekitar sangat ramah
  •  Jika kalian turun tangga ke selataan terus, maka kalian akan menemukan goa (tebing) yang di dalamnya terdapat stalaktit dan stalakmitnya. Bagi yang sudah mahir panjat tebing juga bisa menaiki tebing dan menikmati Air Terjun Sri Gethuk dengan jarak yang semakin dekat dan jelas.
  • Terdapat fasilitas warung, toilet, dan beberapa gazebo

Menurut bapak penjaga warungnya adalah memang dari swadaya masyarakat  dan Karangtaruna. Meskipun dananya tetap terbantu dari PNPM. Mereka sedang berusaha mengajukan proposal kepada Dinas Pariwisata Bantul, tetapi belum juga mencapai Goal. Mari kita doakan agar secepatnya di-acc, karena masyarakat sekitar sudah begitu bersemangatnya mengembangkan kawasan ini.

Kekurangannya menurutku hanyalah ketersediaan tempat sampah. Alangkah lebih baiknya jika ditambah lagi beberapa tempat sampah di sudut-sudut strategis. Diharapkan cara ini adalah cara persuasif untuk pengunjungnya mendapatkan kemudahan akses membuang sampah pada tempatnya.

Aku kembali menjemput kurofitku yang sejak pukul 08.00 pagi tadi sampai jam menunjukkan pukul 10.45 tetap menjadi makhluk jomblo paling ganteng di parkiran. Iya… ternyata aku tetap satu-satunya pengunjung sampai sesiang ini.

Terima Kasih Sudah Berkunjung

17 comments

  1. yaampun sempet ada insiden toh rupanya.
    aku jg ada kalanya suka jalan sendiri kok. ldr alias lungo dewe rapopo. bebas se bebas bebas nya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jatuh mbak, gapapa cuma lecet dikit..
      Enakk banget ternyata, cuma bingung aja ga ada yang motoin wkwk tetepp

      Hapus
  2. waa, pagi2 dah dapet pemandangan "menarik". Sayangnya aku masih 17-, hahaha.
    coba uncalke watu sekk nduwur wae mbak. :D
    waduw, mesakne ono insiden, mugo2 ra kapok keluyuran dewe..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha toss dulu mas kalau masih 17- huhh ternyata aku kalah pagi sama mereka :p
      jauhh banget mas kalau batu mungkin cm sampai semak semak wkwk
      iyaa jadi tau rasanya kalau mas mawi gowes sendirian ituu...ga kapok kok

      Hapus
  3. Cie cie yang dapat foto kayak gitu' kode keras buat nyai pasangan akakkakakakakak

    BalasHapus
  4. Memang enak jalan sendirian, bebas.
    Aku cm kurang mental aja ahahaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku mulai kecanduan jalan sendirian... cuma sayange g ada yg motoin haa

      Hapus
  5. jadi siapa mbak yang janji jam 7 tapi dateng jam 9?
    #carigosip

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Gallant. Kenal kan? dia mau nyunrise jam 5 datangnya setengah 7 wkwk

      Hapus
  6. minta buah naganya dong, Kakak Cantiik :3 *salah fokus*

    BalasHapus
  7. Pemandangan 17+ nya asyik banget yah #ehh. Itu nggak kamu lempar pake buah naga? Biar ninggalin kesan hujan merah ( baca: darah ) dari atas biar mereka kaget. Hihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walah mas imajinasimu tentang buah naga dan darah perlu dicatet banget haaa besok kalau ada lagi tak cobane *ehh

      Hapus
  8. air terjun sri gethuk masih asri banget ya, pemandangan sepanjang jalannya pun sangat indah dan gak bisa di lewatkan begitu saja, kapan ya bisa kesana.. hehe

    BalasHapus