Grojogan Pucung Pundong, Tempat Sunyi Memasung Sepi

Senin, Oktober 17, 2016


Delapan hari lebih menghadapi demam 39.4°C lebih benar-benar memaksaku untuk berteman butiran obat, guling, dan selimut. Pada masa-masa itu tatapanku lebih sering tertuju kepada kotak-kotak genteng kamar yang disangga beberapa usuk kayu.

Jenuh meraja.

Apalagi setelah sembuhnya, dilengkapi oleh pemandangan macetnya ibukota karena tugas dari kantor.

“Sunrise”,
adalah momen yang aku rindukan memenuhi bayang-bayang lamunanku selama di kereta sepanjang perjalanan pulang ke Jogja.

***

Sesampainya di Jogja, kuperhatikan sepanjang beberapa pagi.
“Apakah benar ada sunrise?”
“ya, benar ada”, namun sebagian besar tertutup langit yang bergelayut mendung.

Cuaca sedang tidak mengamini untuk menyaksikannya berteman kabut. Sepanjang malam, Bantul malah sedang diguyur hujan yang tak henti-hentinya. Begitupun pagi, sesekali mendung membungkus kemudian gerimis rintik-rintik membasahi segalanya yang tak beratap.

Keadaan itu membuat bayang-bayang sunrise perlahan tergantikan oleh bayangan derasnya aliran air grojogan yang jatuh dari ketinggian.

“Aku mau ngapelin lagi Grojogan Pucung di selatan rumah”

Segera kuambil sepeda lipat merah yang umurnya sudah 10 tahun itu. Kuperiksa kembali ban mungil depan-belakangnya. “Anginnya sudah pas”.

Kayuhan yang lambat sekali

Pukul 05.30 WIB dengan seorang teman yang sudi menemani mengayuh sepeda lebih lambat, kami mengarahkan sepeda menuju grojogan.
Jalanan sudah tak lagi sepi. Sesekali kupandangi arah timur tampak matahari muncul di balik pegunungan seribu dengan tenang.

Pagi yang cerah berhasil menambah stock semangat yang memang dari awal telah membuncah.
Corblok sempit menyabang sudah terlihat dari jalanan aspal, kami mulai melewati pemukiman penduduk diselingi hamparan sawah yang petakan-petakannya sudah berpenghuni.

Kadang kami harus berjalan menuntun sepeda karena tanjakan corblok yang lumayan licin lumutan sampai tak terasa langkah kami terhenti sampai parkiran beratap jerami.

Penghuni parkir paling pagi

Kedatangan kami disambut oleh sapaan hangat simbah-simbah pemilik parkiran yang sedang sibuk menyapu guguran daun pohon melinjo. Setelah dua sepeda menghuni ruang parkir, kami berpamit kepada beliau untuk melangkah menuju grojogan.

Jalan setapak telah berlapis lembaran daun jati kering yang basah karena guyuran hujan semalam. Sepanjang perjalanan, telinga sudah mulai dimanjakan dengan suara gemericik air tak henti-henti.
Pralon-pralon putih terlihat mengular mendampingi parit sepanjang jalan. Warga memanfaatkan air grojogan untuk kebutuhan sehari-hari melalui aliran pralon.

Kondisi jalan setepak setelah parkiran

Hati-hati, sebab sebelah sisi kiri terdapat sungai yang mengalirkan pasokan air dari grojogan sedangkan tebingnya cenderung bertanah gembur dan mudah longsor. Melangkah sekitar 500 meter lebih dari parkiran, sampai juga kepada Grojogan Pucung yang kali ini sedang berdebit air melimpah.

Memandangi sementara dari jembatan bambu

Langkah kaki kupercepat dua kali lipat. Segera menempatkan diri duduk khusyu’ menyicipi dinginnya air grojogan pagi hari ini di sisi barat.
Temanku sedang sibuk mengambil beberapa scene video. Aku duduk tenang menatap daun ketapang kering yang beberapa lembarnya bergantian jatuh kemudian mengapung di genangan grojogan.

Menjajagi genangan
Grojogan Pucung paling bawah

Aliran air yang bertubi-tubi jatuh dari ketinggian menciptakan banyak cipratan-cipratan kecil ke arahku. Terasa lebih sejuk dan menenangkan ketika memang saat itu tak ada pengunjung lain selain kami. Rasanya ingin berendam dengan kepala tepat di bawah guyuran air yang jatuh dari atas, kemudian memejamkan mata beberapa detik.

“Huuh, menyesal tadi tak bawa baju ganti”.

Maaf hobby manjat-manjatnya kumat :(
Kulihat sekeliling memang tidak ada toilet atau tempat untuk ganti. Aku kepikiran sama masjid yang letaknya tak jauh dari parkiran tadi, lain kali kalau pingin banget mandi bisa ganti baju di toilet masjid tadi :p.

***

Sinar matahari belum juga masuk menelusup celah pepohonan, pagi masih terlalu dingin dan aku masih ingin menambah rasa dingginnya dengan berjalan-jalan kecil menjajagi kedalaman genangan grojogan.
Bajuku kubiarkan basah sambil sesekali mengusap muka dengan air dingin itu.

“Ayo naik lagi  ke sana” kataku mengajak temanku sambil menunjuk sisi atas grojogan.
“yakin iki?”
“iya yakin, aku udah pernah sampai atas itu” jawabku sok yakin.

Please jangan pakai wedgess

Kami berjalan merambat berpegang akar-akar pohon yang dipastikan kuat. Sesekali kerikil di tanah gembur itu berjatuh, mataku terus mencari sesuatu yang kuat untuk menjadi pegangan.

Akhirnya setelah drama merangkak pelan-pelan menuruti rute sempit, kami sampai juga di sebelah atas Grojogan Pucung. Di sisi ini, kami bisa menyaksikan bagaimana aliran deras mengalir kemudian langsung terjatuh ke bawah.

Di atas, ternyata juga terdapat beberapa grojogan kecil yang tak kalah beraliran jernih.

Mengintipnya dari rerumputan

Nah penampakan airnya memang nyenengin

Nyegerin kaya habis kamu sedekahi senyuman?

Kaki kami terus melangkah naik menuruti rasa penasaran.

“Di atas sana terdengar suara air yang lebih deras, sepertinya ada grojogan lagi”.
Alas kaki kami masih sama berirama dengan gesekan daun-daun jati basah. Suara grojogan itu semakin jelas terdengar seiring langkah kami yang semakin jauh mendekat. 

Sebelahnya langsung aliran kali

Tetap berhati-hati karena tanahnya lumayan gembur rawan longsor

Sepanjang perjalanan sering diselingi pemandangan beberapa aliran kali kecil yang warnanya jernih sekali.
Sejuk, segar mengalir begitu saja dihiasi beberapa pepohonan hijau di sekeliling.

Semakin jauh kami melangkah naik ke atas dengan keadaan jalan setapak yang sempit, kami semakin tersadar jika di tengah hutan ini tak ada siapa-siapa.

Kok rasanya jadi aneh ya? agak merinding tapi yasudahlah sementara ini kami pura-pura tak acuh.

Kali ini kami telah sampai tepat di depannya. Di depan sebuah grojogan yang tingginya entah berapa meter, setahuku tinggi sekali. Ini dia sumber suara yang kami cari sedari tadi.

Penampakan Grojogan Pucung tingkat atas tepat di depanku :)

Assalamualaikum, Subhanallah” kataku lirih dengan mata belum berkedip.
Langkahku maju, bersender di bongkahan batu hitam tepat di samping grojogan.

Terpesona :')

Masih terpesona (2)
Berkali-kali aku memandanginya sampai atas di tengah suasana sepi, hanya terdengar suara gemericik air, hewan-hewan kecil dan daun-daun yang saling bergesekan tertiup angin.

Lamunanku terhenti ketika temanku mengajakku untuk bergegas kembali turun. Aku tahu jika ia sebenarnya tak nyaman karena dibayang-bayangi dengan perasaan cemas dan khawatir akan sepinya tempat ini.

Siap-siap bergegas kembali

“Kalau ada hewan-hewan liar gimana?” tanyanya pelan.

Baiklah, kami memang tak usah berlama-lama di Grojogan Pucung tingkat atas ini. Keputusan untuk kembali turun sepertinya adalah keputusan yang tepat.

Sampai di bawah matahari telah hangat menyinari, sepertinya ia ingin menyeimbangkan dinginnya sabtu pagi ini. Jam telah menunjukkan hampir pukul 08.00 WIB, Grojogan Pucung tetap masih tak berpenghuni. Suasana tenang dan suara aliran airnya yang tak pernah terhenti, membuat tempat ini memang tepat untuk memasung sepi.

Tempat yang jauh dari hiruk-pikuk timeline mantan, 
jauh dari suara-suara yang sering memekakan telinga,
serta jauh dari kepulan asap rokok ataupun knalpot.

Selamat datang musim penghujan :)

Semoga dinginmu tak mampu membekukan yang sudah terlanjur tumbuh.

Terima Kasih Sudah Berkunjung

26 comments

  1. Tetep masnya yang pake federal itu punya banyak sepeda dan pecinta sepeda. Hahahhahah. Dilihat dari sepedanya sudah jelas banget. Kok nggak foto bareng mbak? Duh kasian masnya cuma jadi tukang foto tok.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwk :p iya emang kok mas suka ngepit dia.
      Wes alhamdulillah ada yang mau nemenin. Lha nek dewe ya ngeri e sepii banget :')

      Hapus
    2. Oh jadi mas nya di sembunyikan yaa, blm untuk konsumsi publik. Mungkin masih PDKT hua hua hua

      Hapus
    3. Itu mas2nya ki adek ku jauhhh mas :)

      Hapus
  2. Mbak Dwi sekarang aktif berburu air terjun yah. Jadi ikut bahagia dan merasakan kebahagiaan mas-nya. Hahahaha. Air terjun di tempat sepi itu memang ratjun. Besok iseng seret paksa mas-nya juga ahh. Omong-mong, kok nggak foto bareng, mbak? (2)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh mas halim gitu ya? Mas-mas tetanggaku mau dikenalin? Baiklah kalau ke jogja seret ajaaa...

      Mendingan fokus buka editor redaksional blogku aja :D lho, jangan bosen kutanya2 :p

      Hapus
  3. air terjunnya bisa buat basah basahan. ntap ni

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yukk kapan ke pundong? Ini lokasinya beda lagi sama air terjun yang kalian kemari ramai-ramai itu lho mas :)

      Hapus
  4. tulisanmu apik e Mba. setelah kena demam tinggi, kayanya kamu dapat banyak ilham buat berkelana. haha.

    Tempate serem gitu ya. kalau reza pasti sudah minta balik terus tuh. haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wuih ngece, haha padahal tulisanku tetep curhatan. Wkwk.
      Reza diajari pemberani dong ya... coba ah besok diajaki ke sana :)

      Hapus
  5. tempatnya asyik banget mbak, bisa mainan air pula :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, sepii pula...
      Belum jadi lautan manusia :p

      Hapus
  6. ga licin ya pakai sandal jepit gitu?

    BalasHapus
  7. mbak dwi sandalnya baruuuuu. syukuran miedes!!!!!
    *kangen pundong

    BalasHapus
    Balasan
    1. --" udah lamaa mbak, habis dari kalisuci wkwk.
      Rene lhoo :*

      Hapus
  8. Mengunjunginya di saat masih sepi seperti itu tentu sangat menyenangkan ya, Mbak :)

    Ohya, Mbak, sekalian izin ya. Tadi saya follow blog ini. Terima kasih...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, masih sunyi sepi...
      Makasih mas, :)
      Salam kenal...

      Hapus
  9. Lah seru pisan pemandanganya... jadi pengen ke grojogan pucung...

    BalasHapus
  10. Malam-malam ngelilir nyasarnya ke sini :D

    Wis suwi banget ra "nyurug" kie. Tiap weekend terpasung terus, huhuhu.

    Mung, aku kok jadi penasaran. Kuwi kalen e sumber e ndi yoh? Bakal entuk opo nek ngetutke kaline terus. XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makanya jangan kerja terus mas, hatinya diurus juga :)

      Itu padahal bukan curug musiman lho, aku juga penasaran kalau diturut trs sampai mana... ayooook dicari

      Hapus
  11. curugnya sunyi juga ya mbak , padahal tempatnya asyik lo masi asri

    BalasHapus
  12. Suegerr tenan mbak viewne :D
    hawa hawa ne ky di Kulon Progo :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mas, sepiii.... Tapi akhir-akhir ini sudah mulai ramai gara-gara instagram. Wkwk

      Ayok ke pundong :)

      Hapus