Menagih Lembayung Senja di Pantai Glagah
Jumat, November 02, 2018
Dua hari berturut-turut,
senja menampilkan lembayungnya. Jingga, semburat ungu bergaris-garis merah
memoles langit.
Memikat memang, meski kenyataannya untuk sekadar menatapnya pun harus terpisah dinding tinggi hotel yang mengepung rumah. Eh iya,
saya lupa jika telah menuliskannya berulangkali. Bahwa sejujurnya saya memang
kurang asupan lukisan langit.
Kala setengah sore, saya
seringkali mengintipnya lewat sepetak langit yang menyisa di belakang rumah
ketika mengambil jemuran. Mata menatap, tangan sigap menarik-narik kain di atas
tali.
Tapi di sini sudutnya
sempit, kurang meluas ke arah barat. Itu pun masih dibumbui hiasan kabel-kabel
dan layang-layang tersangkut tiang listrik.
***
"Mas, pulang kerja
tadi senjanya bagus nggak?"
"Bagus, ada
lembayungnya."
![]() |
Potret Lembayung Senja kepunyaan Untari yang diambil di depan rumah, Pundong, 13 September 2018 |
Konsisten ya? Dua hari
berturut-turut sore menghadirkan lembayung. Saya jadi berharap langit sudi
memperpanjang kontrak si lembayung menjadi tiga hari.
Sejalan dengan harapan
itu, sore berikutnya tanggal: 15 September 2018, kami mantap menjemput senja di bibir Pantai Glagah. Dalam
benak, saya ingin berkesempatan bisa menatap senja berlembayung megah di
Pantai Glagah.
![]() |
Riuh ombak, Pemancing, dan matahari hampir terbenam di Pantai Glagah |
Saking semangatnya,
pukul setengah tiga sore kami sudah sampai saja di jalan utama menuju Pantai Glagah. Jam
yang masih menunjuk waktu siang untuk ukuran kepulangan senja.
Maka, untuk sekadar
mampir ke arah pantai-pantai terdekat sebelum sampai ke Pantai Glagah
tidaklah diharamkan. Kami mulai melirik-lirik papan arah hijau di pinggiran
jalan. Dengan didukung oleh kata hati dan pertimbangan yang searah, kami
mengikuti papan petunjuk panah ke Pantai Bugel.
Pantai Bugel
![]() |
Jalan mulus telah usai |
Ternyata dalam
perjalanannya, tidak ada acara jeda pemberhentian pungutan retribusi. Jalan mulus
diapit kebun palawija warga telah habis tergantikan jalur tanah kerikil
menerbangkan debu-debu berwarna putih. Maklum, terhitung masih kemarau.
Taklama melewati jalan
penuh geronjalan itu, sampailah pada belokan arah Pantai Bugel. Ah, ternyata
pantai ini menyisa ruang sepi.
![]() |
Ranting pohon cemara udang yang tengah merebah pasrah |
![]() |
Bibir Pantainya lumayan landai |
Di sana hanya ada
kakek-kakek penunggu parkir yang duduk di depan toilet, sepasang yang tengah
berbincang, dan beberapa batang cemara udang yang nyenyak merebah di bibir
pantai.
Jujur, ini baru kali
pertama saya menjamah pantai di Kabupaten Binangun. Meski hanya kabupaten
tetangga, saya lebih sering singgah ke sini untuk mencari waduk, curug, bukit dan kebun tehnya dibandingkan berkunjung ke pantainya.
Nah benar saja, Pantai
Bugel ini hampir-hampir mirip dengan pantai-pantai yang ada di Bantul. Warna
dan wujud pasirnya, bentuk-bentuk bibir pantainya, juga keberadaan cemara
udangnya itu.
![]() |
Saya lemah dalam hal menjaga keseimbangan |
Saya agak heran kenapa
Pantai Bugel kala akhir pekan bisa sesepi ini? Kontras sekali dengan
berjubelnya kendaraan yang memenuhi ruang parkir Pantai Indrayanti dan
pantai-pantai deretannya di Jogja lantai dua sana.
Hikmah dari sepi adalah:
kami semacam menjadi pemilik. Ya pura-puranya pemilik Pantai Bugel dalam
beberapa menit. Karena cemara udang yang meranggas dan tumbang, ayunan kosong
yang temalinya menggantung di ranting rapuh, juga perahu nelayan yang teronggok
di antara sampah pantai, bisa-bisa mencipta puisi yang tak diinginkan. Hmm saya
terlalu melankolis menangkap sinyal pemandangan pantai ini.
Di lain sisi, sebenarnya
saya cukup nyaman dengan desiran anginnya juga sapuan ombak yang ramah. Tapi
saya kembali teringat bahwa niat awal ke Pantai Bugel hanyalah singgah. Bukan
untuk sungguh menelan waktu senja dalam langit lembayung.
![]() |
Pantai Glagah dan beton-beton pemecah ombak |
Tidak butuh waktu lama
untuk menghitung-hitung waktu, kami memutuskan bergegas menuju Pantai Glagah
untuk menutup sore. Jaraknya, lima langkah dari rumah. Tidak sejauh KUA-rumah
lah ya?
Pantai Glagah
Saya menginjakkan kaki
di Pantai Glagah ini juga untuk pertamakalinya. Wajar jika langkah saya begitu
lamban berjalan dari parkiran menuju lorong-lorong tempat warga sekitar
menjajakan dagangannya.
Bukan karena lapar,
lebih tepatnya mata tengah haus pandangan. Setelah sedaritadi sepanjang
jalan dijadikan lokasi swafoto kebun bunga matahari, juga debu yang berterbangan karena proyek Bandara Baru Yogyakarta. Sekarang setelah masuk lokasi pantai, pemandangan
berganti mulai dari kios-kios, dagangan hasil laut, aksesoris, sampai kepada sapa ramah warganya.
Ada bau-bau khas yang
menarik langkah kaki terhenti. Kami membungkus olahan warga yang dijajakan
sepanjang lorong menuju pantai. Yutuk goreng dan wader krispi. Lumayan, buat
tambahan irama kriyuk-kriyuk pengiring tenggelamnya baskara.
![]() |
Saya yang memerhatikan kedua pemancing itu pun ikut senam jantung |
Berjalan kaki dari
parkiran sampai bibir pantainya ternyata lumayan membakar kalori meski jalannya
datar-datar saja kaya responnya dia. Saya harus
berjalan lagi menyusur jalan menjorok ke pantai, dikepung beton-beton pemecah
ombak.
Saya termangu sebentar.
Bahwa untuk sampai ke bawah sana, mau tidak mau ya harus ikhlas meniti setiap
beton berantakan itu. Tapi demi memangkas pandang lebih dekat dengan horizon
sisi barat, saya siap dengan adegan memanjat atau melompat menyincing rok.
Kini, saya sampai juga
di bawah. Selurus, sejajar dengan singgasana barisan para pemancing yang seolah
khusyu takpeduli darimana arah datangnya ombak.
Takterasa sampai pada
detik-detik matahari mohon izin untuk tenggelam. Saya sepertinya salah menerka. Langit memang takbisa ditebak seperti datangnya jodoh. Apa yang direncanakan,
diharapkan, dibayang-bayangkan seringkali tak sesuai kenyataan. Tuhan lah yang
Maha Perencana.
Apadaya, bulatnya
baskara yang kuharap-harap ternyata ditelan mendung sebelum tenggelam di garis
langit ufuk barat. Warna lembayung tak kunjung menyapa juga. Namun, saya
terus berharap sambil sedikit memohon kepada suami untuk bertahan di tempat itu
sampai waktu sedikit gelap.
Di atas sana, orang-orang
mulai pulang, matahari sudah menghilang terhalang mendung. Selang beberapa
menit, saya menyerah juga. Langit sudah benar-benar gelap. Padahal, kami butuh
terang untuk merangkak naik dari beton-beton pemecah ombak itu.
![]() |
Bulan sabit melengkungkan senyummu :) |
Bulan sabit tersenyum
menjadi penghibur. Ternyata saya belum berjodoh dengan lembayung senja Pantai
Glagah. Eh, belum bukan berati tidak berjodoh. Karena jodoh harus diusahakan. Lain
waktu, saya akan kembali mengusahakannya. Semoga Tuhan memberi restu.
![]() |
Sukaa sama foto ini :))) |
Tertanda: saya yang akan bertamu lagi, menagih lembayung yang pernah terbayang.
46 comments
Nyaris lima tahun tinggal di Yogya, baru Pantai parangtritis dan pantai goa cemara yang kudatangi. Pantai-pantai lain di Gunungkidul malah belum pernah 😀
BalasHapusSerius mbak? Wkwk
HapusAku pun berpuluh2 tahun tinggal di Jogja, lagi pertama ini menginjakkan kaki di Pantai Kulon Progo 😂
Yah keduluan sama teh Dwi nih.
HapusUdah lama aku pengen main ke pantai glagah ini. Sudah d.rencanakan tapi belum kesampaian juga. Lihat foto-fotonya d.sini jadi lebih tau dengan jelas.
Asik juga ternyata buat mancing ya, Teh?
Iya juga lihat yang mancing bikin takut. Tapi yang mancing kok terlihat santai-santai aja ya..hehe
Suasana sore d.pantai itu, keindahannya selalu ingin melihatnya kembali. Sering banget aku maksa teman supaya gak pulang dulu sampe suasa agak gelap. Abis hagus pemandangan, dan jarang juga d.temui setiap kali pergi ke pantai.
Kadang tu kudu diagendakan sekali mas.. Ahaha kalau dibayang-bayangin kadang cuma jadi rencana yang nggak kesampai-sampaian gitu.
HapusIya, di Glagah itu banyak pemancing. Epic sekali dibingkai pas senja tiba mas.
Agendakan deh ke sini. Sebelum bandaranya jadi...
Kadang memang warna lembayungnya muncul justru sesaat setelah matahari menghilang mbak. Tapi ya pas sblm bener-bener tenggelam itu warnanya malah kurang menarik 🤔🤔
BalasHapusDan kuperhatikan memang sepanjang september hingga akhir oktober kemarin warna lembayung keungu-unguan paling sering muncul.
Betul, pascatenggelam nanti langitnya jadi warna-warni (kalau nggak mendung) kadang-kadang bisa dramatis gitu mas :)
HapusIya, berlembayung. Nanti musim penghujan senja dan sunrisenya kalau pas beruntung lebih yahudd dah.
Pantai Glagah mengingatkanku tentang tragedi hilangnya sandal jepit tipis diterjang ombak buahahahhaha. Satu lagi, kaus melayang terkena angin kencang kala KKN di Sentolo.
BalasHapusWeh, KKNmu di Sentolo to mas? nggak nyangkaa.. haha
HapusSik penting ojo kekurusen ndak kabur terbawa angin :p
Kapan itu Mak Injul pernah komen di instagramku, katanya senjaku kok bagus bagus terus. Ha ncen kapan itu bagus terus e wkwkwk.
BalasHapusPas ke Adikarto itu sampe hampir nggak mau pulang soalnya pas udah mualem masih keliatan cakep. Sungkan sama Mbak Rini akhirnya pulang wkwk
Kalau udah keungu-unguan gitu emang biasanya awet banget e. Namun, di lain sisi waktu maghrib sungguhlah singkat. Takut ga bisa nutut Salat Maghrib e kalau berlama-lama yaa?
HapusWaah peningkatan Mas Gal, menyenja ada yang nemenin :p
Ombak pantai glagah emank keren bnagat ya, terus memancingnya juga asyk bangat itu kak
BalasHapusIya.. Pemancingnya santai banget kedatangan ombak kaya gitu, akunya yang deg-degan huhuhu
Hapussudah 2 kali ke kulon progo tapi belum bisa ke pantai glagah, sunsetnya cakep ya
BalasHapusYeay makasih... coba lain kali kembali lagi. Aku pun, masih penasaran ketemu senja yang lebih cetar di sana.
Hapusdulu sering ke Glagah karena ada teman di Temon. tinggal ngesot kalo dr rumahnya ke Glagah. pernah nyobain kapal keliling laguna itu juga.
BalasHapustapi sekarang sudah gak pernah ke sana, teman udah gak ada. dan udah rame NYIA ya
Wah Glagah ini jalannya lumayan panjang dan sepi. Makanya sampai 2* tahun hidup di Jogja, aku belum berani ke sini menyenja. Ahaha. Takut pulang...
HapusPas di sana, lagunanya udah asat mbak...
Ho oh, NYIA nya debunya wawwww
Glagah termasuk pantai yang sering aku kunjungi, apalagi dulu teman kos rumahnya nggak jauh dari situ. Masuk pantai pun gratis jadinya ahahahaha. Tapi pantai ini menyisakan kenangan pahit je #ups hihihi.
BalasHapusBerarti kebalikan sama aku, yang baru pertamakalinya :(
HapusEnaknya gratiss... kaya aku kalau mau ke Parangtritis wkwk. Tinggal klakson-klakson.
Kenangan apa itu? boleh dong dibocori di postingan nantii :p
Pemecah ombak e bikin gambar e fotogenik nih. Jadi pingin mlipir ke pante-pante di DIY lagi deh. :-D
BalasHapusNunggu momennya nganti pegel mas, wkwk. Mencet shutter bolak-balik. Iyaaa ayok cuss mantai. Melipir sejenak dari batu-batu :p
HapusWuaaah foto-fotonya bagus-baguuuus. Indah banget Pantai Glagah, suka liat senjanya.
BalasHapusTerima kasih mbak :))
HapusKapan-kapan diagendakan ke Glagah :)
bagus tuh pantainyaa
BalasHapusTerima kasihh :))
Hapusciieeeeh mas Wijna mana nih mbak wekeke perlu ditampilkan di relung langit beratapkan lembayungnya,,,, mantul gaes
BalasHapusMas Wijna yang moto (pas ada akunya) dong. Haha. Lhaaa kok udah tau mas?
HapusPas kapan itu kami mencari rumahmu nggak ketemu :p
Bugel sebelah mananya Glagah, mbak? Aku baru tau ini kalau ada pantai bernama Bugel.
BalasHapusBener, sih. Memang jalan dari parkiran sampai bibir pantainya lumayan jauh. Apalagi kalau mau foto-foto di pemecah ombak & bangunan yang menjorok ke laut itu (aku ra mudeng jeneng e opo--hahaha).
Nggak naik bebek-bebek'an di deket jalan masuk ke pantai itu, mbak? XD
Haaa gara-gara komenku di tulisanmu tentang Pantai Congot mas, aku jadi terpikir belum pernah sekali pun ke pantai Kulon Progo. Kemudian yaaaa disempatkan.
BalasHapusPantai Bugel itu sebelum sampai Pantai Glagah. Utaranyaa kiri jalan. Ada papan petunjuk ijonya gitu mas.
Ahaha kasian kalau bebek-bebekannya tak naiki. Nanti berat. Biar aku sajaaa :p
Mungkin besok ada ojek: parkiran-pantai haha. Iyaaa, lumayan jauh emang.
aku jadi inget pas dulu tinggal di Jogja selalu menantikan bulan November. Lembayung senja di Jogja saat bulan-bulan ini terasa romantis dari biasanya.
BalasHapusEh, aku belum pernah ke Pantai Glagah mbak, seumur-umur belum eksplor daerah Kulon Progo :))
Yaaiyaa suka sekali kalau ada kesempatan menyenja, eh ketemu pas langitnya syahdu begitu mas :')
HapusAku saja baru kali pertama ini ke Pantai Glagah mas. Agendakan deh kapan-kapan dolan ngulon. Ke Gebleg Pari coba... nyari sarapan.
Waw... ini keren banget.
BalasHapusDari tadi udah nemu berapa blog isinya jalan-jalan semua.
Jadi pengen jalan-jalan juga. Haha.
Blogmu keren, mbak. Foto2nya juga gak kalah keren ini.
Bisa jadi sumber informasi jalan2 nih.
Waaa terima kasih :)) Salam kenal ya...
HapusItu yutuk goreng dan wader krispi kayaknya enak bangeeettt! Keren, mbak. Perjalanan singkat menikmati senja aja bisa kamu rangkai dalam satu tulisan kayak gini.
BalasHapusJogja makin padat hotel ya :(
Iya mas Yutuk sama Wadernya dibawa pulang dibikinin sambel terus buat makan beberapa kali :p
HapusTerima kasiih... gih agendakan mudik GK :))
Iyaa semakin padet tau-tau muncul lagi hotel baru. Cepet banget. Dan semakin macet.
Sebenernya deretan pantai di Jogja itu bagus-bagus ya. Cuma jauhnya apalagi kalau naik motor berasa banget ya mba. :( Pengen juga sesekali main ke Jogja dan ke pantainya.
BalasHapusSalamm
Ogie
Iya bagus-bagus dan bermacam-macam. Ada pantai dengan tebing saja, ada yang pasirnya putih, item. Pantai yang luas (lapang) atau sempit, banyak pokoknya :))
HapusSemakin ke sini juga aksesnya semakin baik kok mas..
Agendakan kapan-kapan mampir :))
Iya, Waalaikumsalam.Wr.Wb
Indah sekali pantainya. Pantai Bugel, mungkin kurang promosi. Aparat setempat kurang kreatif. Sayang sekali ya.
BalasHapusIyaa..padahal Pantai Bugel ini masih relatif sepi mas.
HapusSemoga kebersihan dan keindahannya tetap terjaga :))
Wahhh liat pemandangan matahari yang pergi untuk kembali esoknya memang seru banget apalagi ditemani dengan kekasih atau orang yang tercinta jadi kesannya romantis gitu.. wuehehehe...
BalasHapusIya, sunset memang akan lebih sempurna kalau dinikmati bersama kesayangan :))
HapusWih gile, keren bener tempatnya. Photogenic dan Instagramable gitoh :v. Jadi pengen kesana buat ngambil foto yang bakal dijadiin profile picture baru #yaelah :v
BalasHapusKulakan foto ya? :p
HapusCobain ke sana mas... bakal nemu banyak foto baguss :))
Yutuk goreng penganan khas di pantai Bugel itu jenis penganan apa sih kak ?.
BalasHapusAku kok gek krungu saiki jenenge panganane.
Hasil foto2nya apik, kak.
Semacam undur-undur goreng yang kaya di peyek-peyek pantai itu mas. Banyak di Pantai Glagah, gurih agak asin dengan aroma khasnya wkwkwk. Mirip udang rasanya menurutku. Ayo dicoba :)
HapusHah, undur-undur ... ?.
HapusBetulan aku baru tau sekarang ada penganan dari bahan utamanya undur-undur.
Aku jadi penasaran banget sama rasanya ...
Ntar kalau kesana udah nyicipin dan memang enak radanya, aku mau borong .. soalnya kan sayang ya udah jauh2 kesana juga adanya cuma di pantai Glagah.
Dijual mahal ngga sebungkusnya, kak ?.
Perkilo atau memang udah siap jual di plastik kecil ?.
Nyuwun ngapunten banyak tanya, soalnya aku penasaran banget sama Yutuk.
Eh aku takut kalau salah nulis mas, wkwk. Sejenis hewan laut yang kriuk-kriuk. Nanti kalau beli ditanya berapa kilo? Mau seperempat atau satu ons juga boleh. Aku lupa harganya. Kalau ga salah waktu itu beli 12ribu, terus beli lagi 25ribu.
HapusKalau masih penasaran gambar dan wujudnya:
http://jogja.mblusuk.com/868-Ke-Pantai-Glagah-Hanya-Demi-Yutuk-Goreng.html
Ntar pas beli ditawari: Mau yang yutuk ada cangkangnya apa yang sudah dikupas cangkang? Kalau yang udah dikupasin cangkangnya (tinggal makan) biasanya lebih mahal. Hehe.
Di sana juga ada yang jualan wader goreng.