Tangisan Pertama si Laki-laki Kecil
Rabu, September 30, 2020
Bulan ini adalah saat ketika kamu dilahirkan di dunia nak, izinkan ibu menuliskan sekelumit kisahmu. Tulisan ini diketik ketika begadang menemanimu menikmati malam-malam awalmu di dunia.
***
Senandung tentang September ceria mengalun menyamarkan pedihnya pandemi yang belum berujung. Semoga hadirmu sedikit menciptakan atmosfer kebahagiaan bagi orang-orang, dan semesta serta.
***
Sepasang merah di sekitar Merapi |
Cerita tiba-tiba tentang akad sakral
pada bulan Desember 2017 tak terasa kini berumur dua tahun lebih beberapa
bulan. Bagaimana rasanya hidup bersama tetangga bantal, yang dahulu tulisannya
sering aku baca di blog sebelah?
Seseorang yang dengan kehendakNya dipasangkan denganku dengan jalan yang lempeng, lurus, mulus.
Dari kami yang
tidak pernah melalui proses pacaran, pun dengan komunikasi yang sangat
terbatas. Benar-benar garing sekali kaya gurun pasir.
Kemudian sampai saat ini, detik ini, baru setelah menikah, ya setelah menikah, kami diberi kesempatan oleh Tuhan untuk pacaran.
***
Keputusan untuk resign kerja karena
masalah jarak, membuatku seutuhnya fokus di rumah dengan segala adaptasinya
pascamenikah. Mengisi waktu dan hari-hari dengan belajar resep, baking,
mengerjakan segala hal yang dulu belum pernah kucoba.
Sering kali menunggunya pulang kerja
dengan cemas jika telat sampai rumah. Menyiapkan masakan dari panas hingga
kembali dingin sudah menjadi rutinitasku setiap petang.
Dokumentasi penulis di Pantai Mawun |
Sabtu-Minggu atau terkadang hari
kerja, kami memilih untuk jalan-jalan, mblusuk-mblusuk mencari curug, ngereta
ke arah barat, lompat pulau ke Lombok, atau menengok mertua di Ibukota.
Kadang kami memilih untuk
mengendarai sepeda motor ke Solo, Karanganyar, Salatiga, Magelang, Pacitan,
Temanggung, Semarang, atau ke kota-kota tetangga yang sedikit terjangkau.
Sesekali kami nyepeda menyusuri
Selokan Mataram, labirin Kotagede, atau sekadar mencari suasana sawah dan
segala hijau-hijaunya.
Bersepeda berdua ke Candi Abang |
Setelah itu, terkadang kami berebut
dulu-duluan menulis dan publish di blog masing-masing. Dalam hal ini tentu aku
lebih banyak kalahnya. Mohon maaf karena aku hanya menunggu uluran tangan file
dokumentasi yang selalu berada dalam genggamannya.
***
Sampai detik ini pun, aku masih
sering bertanya ke arahnya:
"kok bisa siiih kita
menikah?"
"bisa lah, kan kamu aku
perdaya, kamu sih polos, gampang percaya"
Nyatanya, orang yang mengaku telah
memperdayaku adalah seseorang yang berhati baja dalam menghadapi setiap gejolak
emosiku selama ini. Senjatanya adalah kekuatan sabar yang luasnya setara dengan
Samudra Hindia. Eh, lebih luas lagi.
Begitu cara kami menikmati setiap detik, mengganti absennya momen pacaran yang belum pernah kami cicipi sebelum menikah. Hingga pada akhirnya pertanyaan demi pertanyaan tentang momongan terus saja berdatangan.
***
Dokumentasi penulis: sembilan bulan kehamilan |
Pernikahan yang tiba-tiba bagi sebagian orang yang menyaksikan, sesungguhnya seperti mengundang tanya: "eh jangan-jangan hamil duluan?" Begitu pertanyaan yang sempat saya dengar menjelang pernikahan dari salah satu tetangga.
Oh ternyata sangkaan itu tidak
terbukti, bahkan malah setelah "sekian lama" menikah menurut ukuran
mereka, kok belum "isi-isi" juga.
Setelah beberapa waktu siklus:
menikah-punya anak itu tak kunjung bergulir alias mandeg, pertanyaan demi
pertanyaan dari sekitar pun muncul.
"Kapan?"
"Jangan main
terus, mulai pikirkan dong punya momongan, ingat usia"
Ya,
sebenarnya kami sudah memiliki
beberapa obrolan dan kesepakatan tentang itu. Mengenai masa kami menikmati
pendekatan setelah masa pernikahan, kemudian kapan kami serius memikirkan
momongan.
Kami sesungguhnya sudah memiliki parameternya sendiri.
Terlebih percaya kepada Tuhan yang maha mengatur dan berkehendak.
Tepat setahun yang lalu dalam batas waktu satu tahun pernikahan, kami mulai periksa kesuburan. Apakah sehat? Apakah baik-baik saja?
Pemeriksaan Setelah Satu Tahun
Menikah
Sekitar bulan Desember 2018, kami
bersepakat untuk memutuskan pergi periksa perihal kesuburan. Aku pergi ke
Jogja Internasional Hospital (JIH) menemui dr. Eny Setyowaty Pamuji, Sp. OG,
dokter spesialis Kebidanan dan kandungan.
Dokter yang luar biasa padat pasien,
dengan perjuangan bolak balik antre bisa dari pagi sampai sore hari.
Alhamdulillah tahap demi tahap pemeriksaan sekitar dua bulan lamanya (dua
periode masa menstruasi) sudah berjalan.
Hasil pemeriksaan: tidak ada
masalah, sel telur matang dan besar, menurut hasil USG, tidak ada hal-hal lain
yang mencurigakan di dalam rahim. Selama itu, aku hanya dibekali beberapa obat
dan vitamin.
Dokumentasi hasil USG dan hasil lab suami ketika pemeriksaan fertilitas |
Berikutnya lanjut ke pemeriksaan
suami. Dokter Eny merujuk suami ke Sardjito, ke Dr. dr. Dicky Moch. Rizal,
Sp.And, M.Kes, AIFM, FIAS, Dokter spesialis Andrologi, karena dari hasil
pemeriksaaan sisi istri, InsyaAllah tidak ada masalah.
Dari JIH, kami lanjut bolak balik ke Rumah Sakit Sardjito. Sebagian pemeriksaan memang dirujuk untuk cek sperma (kualitas dan
kuantitas) di laboratorium swasta. Bagian konsultasi dan resep obat barulah
pergi ke Sardjito kembali.
Singkatnya, dari hasil tes cek
sperma berkali-kali di laboraturium, dan hasilnya untuk bahan konsultasi dengan dokter, beliau menyarankan beberapa hal untuk
suami. Di antaranya: jangan pakai celana ketat-ketat, atau jangan buat nyepeda
terlalu jauh dulu. Aku pun ikut menjadi pengawas atas saran dokter. Suami agak
absen nyepeda jauh, selain hanya nyepeda berangkat-pulang kantor. Setelah itu
kami dibekali vitamin yang bisa ditebus resepnya di Apotek.
Setahun dari pemeriksaan itu berlalu. Tentang periksa dan program juga berhenti. Rasanya ya sudah lah dijalani saja, mengalir seperti banyu.
Aku kebetulan sudah bekerja kembali, dan masing-masing dari kami
tenggelam dengan segudang hobi. Kami sudah tidak terlalu fokus dengan hal
momongan, kecuali orang-orang yang masih sibuk mengingatkan. Hehe.
Kami masih dolan ngalor ngidul,
masih ke tempat-tempat yang ingin kami kunjungi yang belum juga tercontreng.
Hingga pada akhirnya Januari 2020, tepat dua tahun sudah usia pernikahan, kami
dihadiahi dua garis merah.
Cerita Kehamilan
Testpack pertama dua garis merah |
Mencoba browsing sana sini, google, youtube, artikel, semuanya menjurus kepada keguguran. Entah sudah berhari-hari history pencarian online-ku selalu mencari tahu tentang itu. Isinya, tidak ada sedikitpun yang membuatku tenang. Meskipun demikian keadaannya, dengan berbekal testpack garis dua merah itu, aku memberanikan diri untuk periksa ke dokter kandungan.
Pengalaman periksa pertama setelah
testpack positif yang berkesan bagi banyak orang, ternyata bagiku adalah
kebalikannya setelah mendengar pernyataan dokter waktu itu.
"Kalau hamil harusnya tidak
keluar darah mbak, bisa jadi janin tidak berkembang atau gugur ini. Testpack
positif belum tentu hamil ya? Hamil itu ada perkembangan, bukan hanya garis dua
merah di testpack".
Rasa nyeseg menyumbat kata-kata yang
ingin saya sampaikan kepada dokter yang sedang ada di hadapan waktu itu. Aku
hanya bisa menunduk menahan air yg sudah ngembeng di kelopak mata.
Setelah pemeriksaan pertama itu,
flek-flek berubah menjadi pendarahan. Maaf, yang keluar adalah
gumpalan-gumpalan darah yang berhasil menjadi penerorku berhari-hari selama
masuk kamar mandi. Tiga bulan hamil memakai pembalut selayaknya menstruasi.
Selama itu juga sudah pindah-pindah dokter untuk memeriksakan keadaan
janin.
Dia masih bertahan :), USG dari RS Panti Rapih, Yogyakarta |
Ajaibnya terakhir kali periksa
dengan dokter yang berbeda, detak jantung bayi masih terdengar bagus, pada
layar USG ia nampak aktif bergerak. Ya Allah, mukjizat apa ini? Rasanya hanya
gemetaran melihat penampakannya dari layar.
Dia seolah menguatkanku kalau masih
mau bertahan sampai sejauh ini di dalam rahimku. Namun, dokter belum bisa
memberikan penjelasan apa-apa mengenai darah itu. Aku hanya disarankan untuk
bedrest dan bedrest, serta diberikan beberapa butir obat penguat janin.
Sebenarnya aku tidak sepenuhnya
bedrest. Hari Senin-Jumat masih bekerja seperti biasa. Tentu dengan kondisi
seperti ini, fisikku tak sekuat biasanya. Di kantor, kadang aku gelar karpet
dan tiduran di bawah meja. Jika kuat, baru kembali duduk di depan laptop.
Syukurlah satu team-ku begitu pengertian dan siap back-up kerjaan yang
sekiranya aku tidak mampu. Terima kasih kalian.
Benar-benar psikisku berantakan.
Mellow, nangisan, merasakan kenyataan bahwa si darah tak kunjung berhenti
keluar. Ini apa? Jika sakit ingin rasanya ketemu penyakitnya, kemudian
disembuhkan agar bayi di dalam sana baik-baik saja.
Seorang sepupu menyarankanku untuk
mencoba periksa ke dr. Retno Sulistiari Retnowati, Sp.OG. yang praktik di PKU Muhammadiyah Jogja.
Kebetulan dulu ketika kehamilan anaknya juga memiliki kasus sama denganku: keluar flek. Penasaran, ingin rasanya segera bertemu dokter tersebut sesegera mungkin.
Hari itu kebetulan suami tengah
mengantar mertua ke Bandara untuk kembali pulang ke Jakarta. Aku merasakan
darah itu kembali meneror. Segera kupesan ojek online dan bergegas ke Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Jogja seorang diri. Nekat dan tekat bergumul jadi
satu.
Penampakan polip yang berhasil diambil oleh dokter Retno, otw ke Lab |
Akhirnya aku dipertemukan dengan Dokter
Retno. Kuceritakan riwayat kehamilanku dari awal sampai saat ini dengan suara
agak bergetar. Masih mellow rasanya. Akhirnya sampai pada pemeriksaan.
Pertamakali periksa langsung ketemu, "polip" yang oleh beliau diambil
saat itu juga, tanpa bius, dan semua terjadi begitu cepatnya.
"Hmm ukurannya lumayan besar
mbak", diperiksa di Lab ya?
"Jadi benda ini berada di jalan
lahir, tiap mbaknya beraktivitas maka akan ikut mengganggu jadi keluar
darah"
"Nanti setelah pengambilan ini,
mungkin ada pendarahan karena luka dalam pas pengambilan polipnya tadi, tapi
sudah saya resepkan antibiotik dan obat pengering luka dalam".
Ajaibnya setelah pengambilan polip itu, darah jadi sama sekali berhenti. Rasanya lega beribu lega, ketemu juga dengan penyebab si darah terus menerorku selama tiga bulan lamanya. Lebih lega lagi, dokter menyampaikan bahwa si bayi aktif, sehat, detak jantungnya normal, dan baik-baik saja di sana.
***
Detik-detik kehadirannya di dunia
Dokumentasi penulis: sembilan bulan kehamilan |
Dokumentasi penulis: tujuh bulan kehamilan bersama geng hejoku |
Hari-hari berputar dari hari Senin
ketemu akhir pekan lagi. Semakin dekat, semakin dekat dengan Hari Perkiraan
Lahir (HPL) yang jatuh pada tanggal 7 September 2020. Dua hari sebelum HPL
adalah jadwalku untuk periksa. Setelah dilakukan pemeriksaan dalam dan USG,
dokter langsung berkomentar: "dilahirin sekarang aja ya mbak? Air ketubannya
menipis, ini kepalanya juga udah di bawah banget". Jleb. Haaa lahiran saat ini juga?
Penampakan dosis kueciil obat induksi yang efeknya luar biasa sakit |
Malam harinya sekitar jam 19.00 WIB
aku diinduksi karena belum ada kontraksi sama sekali. Tiga kali induksi dengan jeda 4 jam: pukul 19.00, 23.00 dan
pukul 02.00 WIB dini hari. Rasanya? luar dari biasa. Pukul 23.00 WIB aku sudah
dipindahkan di ruang bersalin dan sudah merasakan sakitnya kontraksi yang bertubi-tubi itu. Pukul 02.00 WIB diperiksa ternyata belum ada bukaan satu pun padahal sakitnya sudah sampai
ubun-ubun.
Sepanjang waktu hanya merintih,
istighfar, sambil sebisa mungkin mengatur nafas.
Ruang bersalin waktu itu |
Karena jam 02.00 WIB waktu itu belum
ada bukaan satu pun, maka aku ditinggal oleh bidan di ruang bersalin dengan
penunggu. Tak disangka jam 05.00 dicek sudah bukaan sembilan.
Buru-buru petugas, bidan, perawat
menyiapkan segala peralatan dan perlengkapan. Eh ditinggal sebentar, si bayi
sudah lahir dengan mandirinya. Ya, anakku terlahir di dunia dengan tangisan
pertamanya yang kudengar jelas pagi itu.
Ia diletakkan di dadaku untuk
inisiasi menyusui dini (IMD) sejam lamanya. Selama itu juga aku dijahit oleh dokter.
Nggak kerasa, sakitnya. Aku hanya terus fokus pada bayi yang tengah menempel di
dadaku. Terharu, bersyukur, bahagia, semuanya campur aduk jadi satu.
Sebuah nama untuk laki-laki kecilku
Prajna Wibisana |
Bayi yang lahir pada hari, tanggal:
Ahad, 06 September 2020, pukul: 06.10 WIB dengan jenis kelamin laki-laki, berat
badan: 2.8 kg dan tinggi badan: 49cm itu kami beri nama: Prajna Wibisana. Nama
panggilannya adalah: Wibi.
Siap diajak begadang tiap malam ya |
Bapaknya memang bercita-cita
memberikan nama anaknya yang ada "Wi-nya" di penggalan namanya. Ada
Mawi, Dwi, Wibi ahaha. Maksa sekali tapi ya bagaimana itu semacam cita-citanya
yang susah sekali untuk ditawar-tawar lagi.
Nama Prajna kami ambil dari bahasa
sansekerta, pada buku yang sama dengan sumber nama bapaknya:
Sumber buku dari: Prajna |
Prajna berarti: bijaksana. Sedangkan
Wibisana adalah nama salah satu tokoh wayang, yaitu adik dari Rahwana. Ia
menyebrang mendukung Rama karena tekadnya yang selalu ingin berada di jalan
kebenaran (dharma) meskipun harus melawan kakaknya sendiri (Rahwana).
Doa kami, semoga kelak putra kami
menjadi laki-laki dan calon pemimpin yang bijaksana, tulus, dan kuat memegang
prinsip kebenaran serta kebaikan di manapun berada. Aamiin.
Bapak sudah bisa membedong yaa |
"Kami berusaha jadi satu team yang baik untuk mendidikmu, membesarkanmu nak.
Ingin rasanya menyaksikanmu sampai dewasa, mengiringi segala cerita, keluh tangis dan senangmu.
Terima kasih sudah sudi bertahan dan berjuang sampai sejauh ini"
17 comments
Mb Dwiiiii,,
BalasHapusYaampun aku terharu dan ikutan mbrebes bacanya.
Selamaaat telah menjadi Ibu yang luar biasa. Dek Wibi pasti bangga.
Sehat selalu, mba 😍
mba dwii, mas mawi, dan kak wibi. Senang sekali ����. Selamat ya mba dwi, sudah menjadi ibu. Reza akan menyusul. Doakan sehat terus, ya.
BalasHapusDi awal kehamilan, sm seperti yg kami rasakan juga.
Sampai ketemu lagi Wibi :')
BalasHapusSekarang mainnya ke Wibi bukan ke ibunya wkwk.
Mendalam dan mengena..
BalasHapusSelamat atas kebahagiaanmu.. tunggu temanmu ya mas wibi
Hai dek wibiiii ganteng selamat datang di dunia. 😍
BalasHapusDuh, mengharu biru sekali ceritamu mba. Dasar klean si diem2 meneng. 😭😭😭
Eh btw ada yg bikin aku salfok. Jd sbenernya testpack itu 2 garis merah apa 2 garis biru kyk judul film itu? Wkwkwkw
ooh begini cerita lengkapnya. dulu cuma denger samar-samar dari whatsapp status yang kalo nggak kepo nggak bakal tau kalo lagi hamil. hahaha
BalasHapusselamat datang ke dunia, dek wibi. orang tuamu bangga sama kamu.
selamat atas kelahiran putra pertamanya, mbak dwi dan mas wi.
Mbak wiiii, mas wiiiii, selamat yaaa... Hai dek wibiii, jalan jalan yuk
BalasHapusHalo nang Wibi, besok kamu bakal handel blog kedua orangtuamu. Penting yakin, nang. Wes ngono ae.
BalasHapusWah... maa syaa Allah... selamat kak Dwi, atas kelahiran putra pertamanya.
BalasHapusSalam kenal kak... saya suka tulisan2 kakak... ditunggu2 tulisanny, akhirnya muncul...
Namanya bagus banget. Selamat ya Mbak!
BalasHapusIni aku udah baca artikel ini 2 kali, tapi napa tetep ngembeng juga ya ni mata. Mamak ni selalu gak kuat baca-baca tulisan seperti ini. Btw mau kasih ucapan selamat dulu. Selamat ya Mbak Dwi dan Mas Mawiiii, selamat menjadi orang tua dan menjalani kehidupan yang lebih menantang haha. Dan Wibi, selamat datang ke bumi manusia, nang. Sehat-sehat dan tangguh selalu ya, tole. Jadi kebanggaan buat ayah ibumu. Semoga kelak kita bisa jumpa ya, nang.
BalasHapusMasyaallah tabarakallah mba dwi , mas mawi. Semoga sehat selalu disana
BalasHapusSelamat ya mbak dwi atas kelahiran anak pertamanya, semoga menjadi anak yang soleh dan berguna untuk nusa dan bangsa, salam kenal ya mbak.
BalasHapusSelamat ya Bun, sehat selalu untukmu :D
BalasHapusMenginspirasi. Selamat, ya, Mbak Dwi dan Mas Mawi. Keluarga traveler nih :D
BalasHapuskeren sekali.. sangat menginspirasi..
BalasHapusterima kasih kk infonya
modular building
thx for info broo
BalasHapus